Jumat, 09 Juli 2010

TARGET PUASA - Di Bulan Ramadhan

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman: “Hai sekalian orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Al Baqarah : 183).

Dari surah Al Baqarah ayat 183 di atas terlihat bahwa target akhir (sasaran atau tujuan) puasa wajib di bulan Ramadhan adalah agar orang beriman itu menjadi orang yang bertaqwa. Jadi tujuan puasa bukan agar orang menjadi lapar dan haus, jauh lebih besar dan lebih mulia daripada itu. Dibandingkan ibadah lain maka puasa mempunyai nilai yang sungguh besar dan mulia dimana pahala puasa itu hanya Allah yang tahu, karena Allah sendiri yang membalasnya. Dalam hadits qudsi, Allah SWT berfirman :
“Setiap amal anak Adam adalah untuk anak Adam itu sendiri, melainkan puasa. Sesungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku membalasi puasanya itu.” (HR. Bukhari)

Jadi dapatlah dimaklumi mengapa puasa mempunyai nilai lebih bila dibandingkan ibadah lainnya. Hal ini antara lain disebabkan bahwa puasa merupakan ibadah “rahasia”. Yang tahu betul bahwa seseorang itu berpuasa atau tidak adalah orang itu sendiri dan Allah. Itulah sebabnya Allah sendiri yang akan membalasnya. Kalau ibadah lain, seperti sholat, zakat dan haji, orang lain pasti mengetahuinya. Dengan demikian ibadah puasa Ramadhan yang bersifat “rahasia” ini dapat melebur dosa apabila dia dilakukan karena iman dan Allah semata. Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap keridhoan Allah maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Bukhari)

Bagaimana nasib orang-orang yang berpuasa tidak berlandaskan iman dan mencari keridhoan Allah? Mereka termasuk orang yang kecewa dan merugi karena tidak mendapatkan pahala apapun kecuali hanya rasa lapar dan haus saja. Mengapa demikian? Orang yang berpuasa bukan karena iman dan mengharap ridha Allah mempunyai prilaku yang tidak terpuji (tidak dibenarkan) oleh agama. Sikap tidak terpuji yang tidak dibenarkan agama dalam keadaan biasa (tidak berpuasa), tetap saja dilakukannya ketika sedang berpuasa. Lisan tidak dijaga dari ucapan dusta (bohong), kotor, caci maki, fitnah, menghujat, menggunjing (ghibah), menghasut, mengadu domba (namimah), bersumpah palsu, memandang lain jenis dengan hawa nafsu (syahwat), berpacaran, dsbnya. Secara fiqh puasanya sah tetapi pahala puasa tidak dapat.

Dalam hadits dikatakan : “Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan amal jahat, maka Allah tidak butuh kepadanya ia meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari)

Jadi orang beriman yang menahan lapar dan dahaga dengan niat iman dan ingin mendapat ridha Allah semata dan kemudian dia menjaga dirinya dari perbuatan yang dapat menghilangkan pahala puasanya maka insya Allah dia termasuk pada orang bertaqwa. Dan kemudian berkat ketaqwaannya itu Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan memanggilnya ke surga melalui pintu “Ar Rayyaan”. Itulah keberuntungan bagi orang yang taqwa.

Di dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman :
“....Bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Ali Imraan : 130)

“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertaqwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.” (Al Qalam : 34)

Itulah sebabnya mengapa menjadi orang bertaqwa ini begitu penting disebutkan di dalam Al Qur’an sehingga ia menjadi titik pusat target dalam ibadah puasa Ramadhan. Dalam hadits Nabi SAW dikatakan bahwa yang paling mulia di antara seluruh manusia di hadapan Allah adalah yang paling besar ketaqwaannya kepada Allah.
Sebenarnya apakah arti taqwa itu?

Makna Taqwa.

Perkataan taqwa atau perintah agar seseorang bertaqwa kepada Allah sangat banyak dan sering ditemukan di dalam Al Qur’an, yaitu mencapai lebih dari 200 ayat atau tempat dimana perkataan taqwa dan turunannya ada di dalam Al Qur’an. Hal ini tentu sejalan dengan hadits bahwa yang menjadi tolok ukur kemuliaan seseorang dihadapan Allah bukanlah postur tubuh ataupun keelokan rupa tetapi adalah ketaqwaannya. Makin besar taqwa orang itu maka semakin mulia dia dihadapan Allah SWT.

Kata taqwa berasal dari kata dalam bahasa Arab yang mempunyai arti menghindar, menjauhi atau menjaga diri. Menurut syariat maka arti taqwa adalah menjaga diri dari siksa, azab Allah dengan jalan (cara) menjauhi tindakan maksiat dan melaksanakan tata aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Atau dengan istilah populer arti taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
Dengan demikian orang yang bertaqwa atau orang yang ingin meningkatkan ketaqwaan harus dapat membedakan dan memisahkan antara perkara yang batil (salah) dan perkara yang haq (benar). Mereka harus mengetahui mana amal perbuatan yang diperintah Allah dan mana amal perbuatan dilarang.

Dari mana ilmu membedakan antara yang haq dan batil itu diperoleh?
Allah SWT berfirman : “Hai orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al Anfaal : 29)

Menurut mufassirin (ahli tafsir) arti furqaan di atas adalah : “Petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, dapat juga diartikan di sini dengan pertolongan.”

Jadi orang-orang yang bertaqwa itu mendapat penjagaan dari Allah baik di dunia maupun di akhiratnya. Ketika di dunia mendapat hidayah (petunjuk) di hatinya dalam membedakan antara yang haq dan yang batil, sehingga tidak terjerumus pada perbuatan dosa, sehingga di hari akhirat dia mendapat penjagaan Allah dari siksa neraka.

Al Qur’an juga mempunyai nama atau julukan lain sesuai fungsinya, yaitu Al Furqaan, berarti : “Pembeda antara yang haq dan yang batil.” Dan di dalam Al Qur’an sendiri ada satu surah bernama Al Furqaan yang berarti Pembeda. Di sebut surah Al Furqaan, diambil dari kata Al Furqaan yang terdapat pada ayat pertama surah ini. Yang dimaksud dengan Al Furqaan dalam ayat ini ialah Al Qur’an, : “Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (Al Furqaan : 1)

Kembali pada surah Al Anfaal ayat 29 di atas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa “furqaan” atau ilmu membedakan antara yang haq dan yang batil itu diperoleh orang yang bertaqwa dari dua sumber, yaitu :

1. Petunjuk (hidayah) Allah yang dimasukkan langsung ke hati orang tersebut, dan dari
2. Al Qur’an (Al Furqaan).

Hal ini diperkuat pula oleh firman Allah SWT : “Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (Al Baqarah : 2)

Nabi Muhammad SAW bersabda : "Al Qur'an merupakan sebuah Kitabullah tabaraka wata'ala yang di dalamnya terdapat berita manusia sebelum kamu dan sesudah kamu, dan menghukum apa yang terjadi di antara kamu; dia membentangkan mana yang benar dan mana yang salah, bukan suatu permainan. Barangsiapa meninggalkannya karena sombong maka Allah akan membinasakannya; dan barangsiapa mencari pimpinan selain Al Qur'an akan disesatkannya oleh Allah; dia adalah tali Allah yang kukuh dan cahaya-Nya yang menerangi serta peringatan yang sangat bijaksana; dia adalah jalan yang lurus. Dengan berpedoman pada dia, seluruh keinginan manusia tidak akan salah, lidah tidak akan bercampur, pendapat tidak akan centang-perenang. Dan dengan bersumber dari dia, para ulama tidak akan merasa kenyang, dan orang-orang yang taqwa tidak akan bosan. Dia tak akan larut karena banyaknya yang menentang, dan keindahan-keindahannya tidak akan habis. Dialah yang jin apabila mendengarnya tidak habis-habisnya mengatakan : "Sungguh kami telah mendengarkan suatu bacaan yang sangat mengagumkan sekali". Barangsiapa yang mengetahui ilmunya pasti akan unggul, dan barangsiapa berkata dengan dia pasti benar; dan barangsiapa berhukum dengan dia pasti adil; dan barangsiapa beramal dengan dia pasti diberi pahala, serta barangsiapa mengajak manusia kepadanya, pasti akan terpimpin ke jalan yang lurus". (HR. Tarmidzi)

Dalam rangka peringatan malam Nuzulul Qur’an, mari kita perbanyak membaca Al Qur’an dan menela’ah isi kandungannya, terutama pada malam-malam sepuluh yang akhir di bulan Ramadhan ini, mengikuti sunnah Nabi SAW yang meningkatkan amal ibadahnya pada malam-malam tersebut. Dengan demikian kita berharap semoga puasa yang sedang kita laksanakan ini dapat mencapai targetnya, tepat kena ke sasarannya yaitu menjadikan kita orang yang bertaqwa. Amin.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 20 Ramadhan 1419 H - 8 Januari 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar