Sabtu, 10 Juli 2010

SPEKULAN - Musuh Bagi Masyarakat

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman ; Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta yang ada di antara kamu dengan cara yang batil kecuali perniagaan yang terjadi dengan suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu”. (An Nisaa’ : 29)

Membaca berita di media surat kabar pada akhir-akhir ini bukannya menambah wawasan, namun malahan membuat was-was saja, karena banyak berita yang isinya tentang harga-harga barang yang melonjak. Bahkan barang kebutuhan pokok alias sembako (= sembilan bahan pokok) pun ikut-ikutan langka di pasaran. Kalaupun ada yang menjual harganya sudah tidak normal lagi, orang kita di Betawi bilang aje gile. Harga menggila, segila pedagang yang menentukan harga seenaknya dan segila pembelinya yang berebutan memborong. Bahkan ada beberapa pasar swalayan (super market) yang tidak mencantumkan harga di barang yang dipajang, karena harga yang menggila tidak menentu itu. Mereka tidak berani mematok harga.

Hati ini tambah was-was lagi karena berita yang muncul ditambah pula tentang penimbunan barang dalam jumlah besar oleh para pedagang dan juga karena ulah distributor (Harian Umum Republika Senin, 9 Februari 1998, Hal. 1). Masya Allah. Masih ada orang yang tega hatinya menyembunyikan barang ketika banyak orang yang membutuhkan nya. Inilah dia pedagang yang dikenal dengan nama spekulan atau dalam bahasa Arab (fiqh) disebut ihtikar, yaitu membeli sesuatu kemudian menahannya agar persediaan di pasaran sedikit, dan harga semakin tinggi.

Cara kerja spekulan.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, spekulan berarti orang yang mencari keuntungan besar (dalam perdagangan dsbnya). Karena tujuannya mencari keuntungan besar maka segala macam cara yang haram dalam hukum negara maupun hukum agama menjadi halal bagi mereka. Apa yang mereka lakukan agar dapat meraih keuntungan besar itu ?

Pertama : Beli dengan harga murah.

Untuk dapat membeli dengan harga murah ini banyak cara yang dilakukan mereka, antara lain yaitu dengan cara :

1. Ijon, yaitu membeli barang (biasanya buah atau tanaman lain seperti padi), ketika masih belum masak atau dalam keadaan masih di tangkai pohon. Petani biasanya dalam keadaan terpaksa ketika melakukan jual beli cara ijon ini, karena mereka membutuh kan uang pada sa’at itu. Sehingga akhirnya mereka mau menjual dengan murah. Cara ini tentu merugikan petani dan menguntung kan pembeli yang umumnya adalah pedagang pengumpul (tengkulak).

Karena merugikan sepihak maka cara ini dilarang dalam Islam, sesuai hadits diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW telah melarang menjual buah-buahan sehingga nyata patutnya (matang atau pantas diambil). Pelarangan ini juga karena tidak sesuai dengan prinsip jual beli dalam Islam yaitu atas dasar sukarela dari kedua belah pihak yang bertransaksi, dimana ini ditandai dengan ijab (ucapan penjual misalnya : saya jual barang ini sekian) dan qabul (ucapan pembeli misal : saya beli dengan harga sekian).

Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka”. (HR. Ibnu Hibban)
Firman Allah SWT menegaskan : “Janganlah kamu makan harta yang ada di antara kamu dengan jalan batil melainkan dengan jalan jual beli suka sama suka”. (An Nisaa’ : 29)

Sebab lain dari larangan itu adalah seandainya buah yang sudah terjual itu rusak atau busuk ketika masih di pohon atau belum dipetik, maka tentu sangat berat bagi si petani untuk menanggungnya, karena walaupun sudah terjual petani masih bertanggung jawab sampai panen dan sampai diserahkan kepada pembeli. Penjelasan ini adalah sesuai dengan hadits yang disampaikan oleh Anas ra: “Sesungguhnya Nabi SAW melarang menjual buah-buahan melainkan sesudah baik. Ada orang bertanya : “Bagaimana baiknya?”. Beliau menjawab : “Sesudah memerah dan menguning. Apakah kamu mengetahui seandainya Allah membikin buah itu busuk, maka dengan apa kamu menghalalkan harta saudaramu?”.

2. Mencegat barang dagangan di luar kota. Yang dimaksud adalah para pedagang dari kota mencegat para pedagang (petani) dari desa di luar kota dengan tujuan agar pedagang (petani) dari desa itu tidak mengetahui harga barang dagangan di kota sehingga mereka dapat membelinya dengan harga murah serta memborong (monopoli) barang tersebut dan kelak dijual dengan harga tinggi. Karena ada unsur penipuan dan monopoli maka cara ini dilarang dalam Islam.

Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa mengimpor gandum dari luar dan menjualnya dengan harga pasar, pemeliharaannya diberkati sedangkan barangsiapa yang menahan gandum dengan maksud menjualnya dengan harga mahal yang diperkirakan kelak, Allah tidak akan memberkatinya”.

“Janganlah kamu mencegat barang dagangan. Barangsiapa mencegat sesuatu daripadanya, kemudian membelinya maka pemilik dagangan tersebut boleh memilih (antara melanjutkan jual beli atau tidak) manakala ia telah sampai di pasar”. (HR. Muslim)

Kedua : Menimbun stok barang.

Barang dagangan yang dibeli dengan harga murah dan diborong (monopoli) tersebut kemudian disimpan untuk dijual pada sa’at yang tepat menurut hitungan mereka yaitu pada sa’at barang-barang tersebut sudah habis atau langka di pasaran. Barang menjadi langka karena yang ada di pasar sudah habis dibeli sedangkan stok yang ada di pedagang disimpan, ditahan disembunyikan dan ditimbun. Cara ini tentu saja merugikan masyarakat banyak sehingga Islam melarangnya, sesuai hadits Nabi SAW : ”Tidak ada orang yang menahan barang kecuali orang yang durhaka (salah)”. (HR. Muslim)

“Barangsiapa menumpuk persediaan gandum di masa kekurangan (dengan maksud memperoleh keuntungan kelak), dia berdosa besar”. (HR. Muslim)

“Barangsiapa yang menimbun suatu timbunan bertujuan agar harganya naik atas kaum muslimin, maka ia bersalah dan bebaslah tanggungan Allah darinya”. (HR. Hakim)

“Saudagar akan senantiasa diberi rezeki, sedang penimbun senantiasa dikutuki Allah”. (HR. Ibnu Majah)

Ketiga : Jual sa’at harga tinggi.

Pada sa’at barang langka di pasar barang yang disimpan dikeluarkan sedikit-sedikit oleh para spekulan itu dan dijual dengan harga mahal yang sering mencekik leher bagi orang yang membutuhkannya. Sebagai contoh kecil yang terjadi sekarang ini yaitu susu bayi yang langka dan kalaupun ada harganya mencekik bagi ibu yang bayinya masih membutuhkan susu tambahan; sedangkan ibu itu termasuk golongan rendah yang ekonominya sudah morat-marit sejak ada krisis moneter. Dapat dibayangkan kalau yang ditimbun itu adalah barang kebutuhan pokok. Apa yang akan terjadi? Tentu kegelisahan dari masyarakat yang kelaparan, kerusuhan dapat bergolak seperti yang terjadi di Jawa Timur, Ujung Pandang, Sumut, dll baru-baru ini. Itulah sebabnya karena merugikan orang banyak maka spekulan itu adalah musuh bagi masyarakat. Islam jelas mengutuk perbuatan seperti ini sesuai hadits Nabi SAW : “Barangsiapa yang ikut campur dalam jual beli kaum muslimin agar menaikkan harganya atas mereka, maka ia benar-benar berhak atas Allah untuk didudukkan dengan tulang dari api neraka pada hari Kiamat nanti”. (HR. Ahmad)

Semua orang terkena dampak.

Kerugian yang diderita oleh masyarakat sekarang ini bila tidak cepat dicegah atau dicari jalan keluarnya secara bersama antara produsen, distributor, pedagang dan Pemerintah maka di suatu sa’at pasti akan menghancurkan seluruh perekonomian negara yang sudah dibangun selama 30 tahun masa Orde Baru. Sebab secara riil pendapatan masyarakat berkurang karena harga yang terus meningkat sehingga masyarakat tidak mampu lagi membeli yang pada akhirnya para produsen, distributor dan pedagang juga yang akan rugi.

Semua yang ada dalam sistem perekonomian itu tanpa terkecuali akan merasakan dampak, akibat perbuatan segelintir orang para spekulan yang hanya mementingkan keuntungan besar bagi dirinya sendiri. Para spekulan dan siapapun yang ikut campur, punya andil dengan kenaikan harga ini, maka Allah telah mengancam mereka sesuai dengan firman-Nya ; Artinya : “Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami akan masukkannya ke dalam neraka, dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah”. (An Nisaa’ : 30)

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 29 Syawal 1418 H - 27 Februari 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar