Jumat, 09 Juli 2010

RUBUBIYAH ALLAH - Memahami Makna Tauhid

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah: 256)

Seperti telah kita maklumi yang membatasi daerah kekafiran dengan daerah keimanan adalah kalimat syahadat yang terdiri dari dua kalimat kesaksian (pengakuan) :

a) Syahadat pertama : “Laa ilaaha illallah (Tiada ilah selain Allah)”
b) Syahadat kedua yang berisi kerasulan Muhammad SAW.

Kalimat itu pula yang menjadi pintu gerbang masuknya seseorang dari daerah kafir ke daerah iman.

Orang kafir yang telah bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat dikatakan telah masuk Islam meskipun ia baru mengetahui kaidah syahadat itu secara garis besarnya saja. Ucapan dua kalimat syahadat itu baru sampai di lisan dan hati saja. Ia belum mewujudkannya lewat amal perbuatan yang sesuai dengan aturan penetapan dan penolakan yang terkandung di dalam kalimat syahadat tersebut. Namun penegasan lisan yang demikian itu tetap sah dinyatakan sebagai pintu gerbang Islam. Tetapi untuk langkah selanjutnya ia harus berusaha memahami segala ketentuan dan kewajiban yang terkandung didalam kalimat syahadat tersebut. Ia harus yakin dan mewujudkannya dalam bentuk amal perbuatan. Dengan demikian itu barulah imannya diakui (diterima). Dalam sebuah hadits dikatakan : “Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman.” (HR. Aththabrani)

Orang yang yakin dan lalu mewujudkannya kedalam amal perbuatan, maka orang itu mendapat julukan dari Allah sebagai mukmin sejati (mukmin haqqa) yang beriman dengan sebenar-benarnya, sesuai firman-Nya : “Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (ni`mat) yang mulia.” (Al Anfaal : 4)

Untuk menjadi mukmin haqqa, maka hendaklah seseorang itu memahami makna yang terkandung di dalam kalimat tauhid “LAA ILAAHA ILLALAH”. Dalam hadits dikatakan bahwa iman seseorang bisa bertambah dan bisa berkurang. Ini menunjukkan bahwa tingkat iman seseorang tergantung dari pemahaman dan lingkungannya. Oleh karena itu sering kita lihat orang mengaku Islam, bersyahadat, namun tidak mengabdi kepada-Nya. Mereka mengabdi kepada tuhan lain, dalam bentuk harta, uang, manusia dll. Sering pula kita saksikan orang yang mengaku adanya Allah, tetapi tidak berhukum dengan hukum Allah. Ini semua karena pemahaman mereka yang rendah terhadap kalimat tauhid.

Makna Rububiyah Allah

Di dalam kalimat tauhid LAA ILAAHA ILLALLAH (Tiada Tuhan selain Allah) terkandung 3 hal yaitu : Rububiyah Allah, Uluhiyah Allah serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya. (Artikel ini hanya membahas hal rububiyah Allah). Dari segi bahasa, rububiyah berasal dari kata “robbun”, berarti “almaalik dan almudabbir” (penguasa, pemilik dan pengatur). Rububiyah Allah ialah mengesakan Allah sebagai satu-satu-nya yang menciptakan manusia serta segala yang ada dan yang akan ada. Dia juga, Maha Penguasa dan Maha Pengatur seluruh mekanisme gerak dan segala hajat makhluk-Nya. Rububiyah Allah juga mengandung pengertian bahwa Allah SWT adalah pelaku mutlak dalam setiap kejadian, misalnya dalam penciptaan, pengaturan, perubahan, penambahan, pengurangan, penentuan langkah, dalam menghidupkan, mematikan dan membuat sesuatu serta tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebutan al Khalik, al Maalik, al Mudabbir hanya pantas disandang oleh Allah SWT karena Dia lah yang menyandang sifat kesempurnaan, keagungan dan keindahan. Dzat Yang Maha Sempurna itu pasti hidup, mendengar, melihat, berkuasa dan mempunyai kalam. Dia yang berhak mendapat pujian, syukur, dzikir, doa dan harapan. Dia juga berhak untuk dicintai dan ditakuti azab-Nya. Allah SWT berfirman : “Maka bagi Allah lah segala puji, Robb yang menguasai langit dan bumi, Robb semesta alam.” (Al Jatsiyah : 36)

Manusia harus merasa malu, bila tidak pasrah dan tidak yakin terhadap kebesaran-Nya. Sungguh, sangat banyak hutang kita kepada-Nya. Dia lah yang Maha Rahman dan Rahim. Pengabdian manusia terhadap yang lain (harta, manusia dll) adalah pekerjaan yang menyesatkan dan itu juga berarti mendudukkan manusia pada derajat yang sangat rendah, karena hal itu berarti mengingkari karunia yang telah diberikan-Nya. Oleh karena itu kita harus mengarah kan niat hanya untuk-Nya, karena Dia lah yang pantas menerimanya.

Firman Allah SWT :

“Katakanlah: "Sesungguhnya shalat-ku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,” (Al An’aam : 162)

Masih banyak manusia yang ragu dan tidak “setia” kepada-Nya, padahal di dalam Al Qur’an disebutkan :

“Katakanlah: "Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama sekali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik." (Al An’aam : 14)

Manusia harus menyadari bahwa segala gerak-gerik dan diamnya adalah atas qodrat dan iradat-Nya. Bagi-Nya tak ada sesuatupun yang rahasia. Firman Allah SWT : “Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan kamu rahasiakan), dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Al Mulk : 14)

Oleh karena itu orang yang mentauhidkan rububiyah Allah tetapi tidak disertai dengan mentauhidkan uluhiyah-Nya, bahkan dia sengaja membuat aturan yang menentang, maka tauhidnya itu tidak akan memberi manfa’at sedikitpun. Iman mereka itu hanya sebatas lisan, tidak diiringi dengan amal dan pengabdian yang nyata. Bahkan mereka melakukan perbuatan yang tergolong syirik, karena beribadah kepada selain Allah.

Dalam Al Qur’an dikatakan :

“Dan sebagian besar dari mereka itu tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain, secara uluhiyah).” (Yusuf : 106)

Jika ditanyakan kepada mereka orang musyrik itu tentang pemberi rezeki, maka mereka akan menjawab “Allah”,

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (Az Zukhruf : 87)

“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?" (Yunus : 31)

Manusia sejak berada dalam rahim ibunya dan tatkala Allah hendak memasukkan roh ke dalam jiwanya, telah mengakui rububiyah Allah : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al A’raaf : 172)

Aneh, mengapa sesudah manusia menjadi dewasa dan mampu berfikir, justru menjadi pembangkang?

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 6 Rabiul Awal 1421 H - 9 Juni 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar