Selasa, 13 Juli 2010

PEKA LINGKUNGAN - Menjadi Penolong Orang Lain

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman ; Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (At Taubah : 71)

Rasulullah SAW diriwayatkan dalam satu hadist pernah bersabda bahwa fakir itu dapat berubah menjadi kafir : “Hampir saja kefakiran berubah menjadi kekufuran”. (HR. Atthabrani).

Membaca hadist tersebut saya teringat pada suatu kejadian pada tahun 1973 di suatu daerah yang banyak dihuni oleh para mahasiswa khususnya dari IAIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, karena kebetulan daerah itu tetangga dekat kampus tersebut. Salah satu rumah yang bersebelahan dengan rumah kost para mahasiswa tersebut diisi oleh satu keluarga Muslim terdiri dari ibu, bapak dan beberapa orang anak. Anak yang paling tua seorang putri duduk di bangku perguruan tinggi swasta. Si bapak sudah tidak bekerja dan saat itu dalam kondisi sakit yang berlarut-larut. Sakit yang diderita adalah tuberculose (TBC) yang dikhawatirkan menular, sehingga orang takut bergaul dengan keluarga tersebut. Penyakit TBC ternyata tidak hanya menggerogoti tubuh si bapak, tetapi juga keuangan keluarga yang memang sudah di bawah garis pas-pasan.

Dalam keadaan seperti itu datang rohaniawan dari suatu agama non-Islam yang menawarkan jasa-jasa baiknya untuk membantu pengobatan dan biaya hidup keluarga tersebut. Singkat cerita karena sudah tidak mampu lagi untuk membiayai pengobatan dan biaya hidup sehari-hari maka akhirnya diterimalah bujukan si rohaniawan agar mereka beralih agama seperti yang dianut oleh rohaniawan tersebut. Keluarga itu murtad dari Islam, menjadi keluarga yang kafir hanya karena kefakirannya.

Sebenarnya tidak sedikit kasus seperti ini. Kalau rajin mengikuti berita-berita di majalah khusus umat Islam maka kisah seperti itu bukan hal yang aneh dan baru lagi. Orang menukar agama dari Islam menjadi Kristen dengan sebab yang sangat sepelepun bisa terjadi. Kristenisasi, iman Islam ditukar dengan sekotak mie instant sudahlah biasa. Kita tidak tahu sudah berapa banyak saudara kita yang Muslim telah murtad dengan cara seperti itu. Jangan dicari dalam berita media suratkabar atau majalah yang bersifat umum; tidak akan dimuat karena hal ini menyangkut SARA yang sangat peka; masalah kerukunan umat beragama di Indonesia yang dapat memecahkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

Tentu saja terbetik pertanyaan, koq ya bisa?, bagaimana ini sampai bisa terjadi? Bagaimana kwalitas iman Islam keluarga yang murtad itu (sebelum murtad)?. Apakah kefakiran harta membuat kefakiran pula dalam jiwa dan hatinya? Apakah kefakiran harta telah mencegahnya untuk mendapatkan ajaran ilmu agama? Bagaimana kwalitas iman dan tanggungjawab kita sebagai orang Muslim terutama yang bertetangga dengan mantan Muslim yang beralih agama tersebut?. Dalam konteks ini patut kita ingat pada hadist

Rasulullah SAW : “Tiada beriman kepadaku orang yang bermalam dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu”. (HR. Al Bazzaar)

Rasulullah SAW juga bersabda : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tetangganya”. (HR. Bukhari, Muslim)

Firman Allah SWT menegaskan pula seperti termaktub di dalam surah At Taubah ayat 71 : Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (At Taubah : 71)

Islam mengajarkan peka lingkungan.

Kalau kita kaji dari hadist dan ayat di atas, maka ajaran Islam penuh dengan pendidikan tentang moral dan etika, ajaran tentang adab dan akhlak manusia, tentang hubungan sosial dan ekonomi antara manusia yang satu dengan yang lain (hablum minannas), di samping hubungan dengan Allah (hablum minallah); ajaran yang tidak hanya peduli pada kepentingan pribadi tetapi juga peduli pada lingkungan keluarga, kerabat serta tetangga baik yang Muslim maupun non-Muslim.

Perintah yang wajib bagi umat Islam banyak yang mengandung hikmah atau manfaat bagi lingkungan. Sebagai contoh perintah berpuasa Ramadhan dan ditambah pula dengan puasa sunat bagi mereka yang suka melakukannya, berisikan hikmah pelajaran bahwa betapa tidak enak rasanya perut dalam keadaan lapar. Kalau kita orang mampu dan terbiasa makan tiga kali sehari, kemudian puasa dalam keadaan lapar hanya dalam tempo sebulan dan itupun hanya siang hari, kadang-kadang sudah merasakan lemah tiada daya maka bagaimana pula rasanya orang yang kelaparan, ingin makan tetapi tidak ada yang akan dimakan karena fakirnya? Mereka setiap harinya dalam keadaan “berpuasa” karena terpaksa. Jadi dengan puasa itu dapat dirasakan pedihnya lapar, merasakan pedih deritanya orang lapar. Dengan demikian hikmah puasa antara lain adalah membuat kita peka akan nasib orang fakir, peka terhadap penderitaan si miskin dan kepekaan itu dalam ajaran Islam diwujudkan dalam bentuk mengeluarkan zakat, infaq maupun sadaqah.

Amal tergantung pada iman dan niat.

Bagaimana dengan orang yang beramal, misal berpuasa tetapi puasanya tidak membuahkan kepekaan terhadap lingkungannya? Nah, ini perlu dipertanyakan apakah orang itu berpuasa dengan cara yang benar, baik dari niat maupun rukunnya. Apakah orang itu berpuasa dengan niat ikhlas karena mengharap ridha Allah semata sehingga selalu memelihara kesucian puasa dengan cara menjaga rukun dan sunah dalam puasa itu sendiri; ataukah dia berpuasa dengan maksud lain yang bukan karena Allah?

Bila seseorang beramal atau beribadah dengan niat karena Allah maka dapat dipastikan dia akan menjaga kelangsungan dan keutuhan serta kemurnian ibadah atau amaliahnya selama masih dalam proses pelaksanaan. Ketika puasa maka dia tidak akan berbohong, tidak melakukan ghibah (menggunjing orang lain), namimah (mengadu domba) ataupun bertengkar. Memang hal itu tidak membatalkan puasa tetapi menghilangkan pahala puasa. Ini berarti sia-sia bagi orang yang berpuasa dengan niat tidak karena Allah, dimana puasanya adalah bersifat riya’, untuk tujuan duniawi belaka. Orang itu tidak memperoleh pahala kecuali lapar dan haus saja yang dideritanya seperti yang telah disinyalir oleh Nabi SAW : “Banyak orang yang berpuasa, dimana yang diperoleh dari puasanya hanyalah lapar dan haus, dan banyak orang yang sholat malam, dimana hasil yang dia peroleh dari sholatnya hanyalah tidak tidur semalam”. (HR. Bukhari)

Rasulullah SAW juga menjelaskan dalam hadist beliau : “Barangsiapa yang tidak mau meninggalkan kata-kata bohong dan selalu memperbuatnya maka Allah tidak memperdulikan puasanya itu dimana ia telah susah payah meninggalkan makan dan minum”. (HR. Bukhari dan Abu Dawud)

Beramal seperti itu adalah cermin iman yang belum mantap. Hasilnya, tidak ada pahala baginya dan tentu saja tidak dapat diharapkan menghasilkan kepekaan lingkungan daripadanya.

Jadi amal saleh yang baik hanya dapat diperoleh bila iman mantap; kemudian berniat amal, ikhlas karena Allah SWT semata; lalu dengan niat itu akan selalu berusaha agar amaliahnya tidak rusak sehingga tetap teguh dalam menjaga kemurnian amal ibadahnya. Salah satu tandanya, orang ini cinta ilmu. Dia selalu berusaha meningkatkan pengetahuan agamanya agar tidak salah langkah dan tidak terjerumus dalam bid’ah.
Dari orang mukmin yang beramal saleh seperti inilah diharapkan kepekaan lingkungan dapat dihasilkan; sesuai dengan dalil-dalil dalam Al Qur’an dan Al Hadist sbb :

1. Keimanan Yang Mantap

Firman Allah SWT ; Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (An Nahl : 97)

Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda :

“Iman itu membenarkan dalam hati, mengatakan dengan lidah dan mengamalkan dengan anggota badan”. (HR. Ibnu Majah)

“Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman”. (HR. Atthabrani)

2. Niat karena Allah SWT semata.

Firman Allah SWT ; Artinya : “Barangsiapa menghendaki keuntungan akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan dunia, Kami berikan sebagian dari keuntungan dunia kepadanya dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat” (Asy Syuuraa : 20)

Rasulullah SAW bersabda : “Bahwasanya semua amal itu tergantung niatnya, dan bahwasanya apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang diniatkannya dalam hijrahnya itu” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Ikhlas dan teguh dalam beramal.

Firman Allah SWT ; Artinya : “Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar”. (An Nisaa’ : 146)

4. Menuntut ilmu untuk kesempurnaan iman dan ibadah.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Sedikit ilmu lebih baik dari banyak ibadah. Cukup bagi seorang pengetahuan fiqhnya jika dia mampu beribadah kepada Allah (dengan baik) dan cukup bodoh bila seorang merasa bangga (ujub) dengan pendapatnya sendiri”. (HR. Atthabrani)

“Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan tiap bid’ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka”. (HR. Muslim)

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah Al Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW”. (HR. Muslim)

“Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar”. (HR. Bukhari)

Orang Muslim seperti apakah kelak yang muncul dari 4 persyaratan diatas? Jawabnya adalah Muslim yang peka terhadap lingkungan. Apa tanda seorang Muslim yang peka terhadap lingkungan? Selalu berjihad fissabiilillah untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar). Caranya bagaimana? Berpegang pada Al Qur’an dan Al Hadist sebagai pedoman dasar.

Firman Allah SWT ; Artinya : "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung". (Aali 'Imraan : 104)

Dalam suatu riwayat Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik pemberian adalah kalimat haq yang kamu dengar kemudian kamu membawanya kepada saudaramu sesama Muslim, lalu kamu mengajarkan kepadanya”. (HR. Atthabrani)

Ciri-ciri dari beramar ma’ruf nahi mungkar yang mereka lakukan adalah mereka tidak akan menyeru atau menyampaikan apa-apa yang tidak mereka perbuat. Mereka terapkan (amalkan) terlebih dahulu pada diri sendiri ilmu yang didapat baru mereka sampaikan kepada orang lain.

Firman Allah SWT ; Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kemurkaan di sisi ALLAH bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat". (Ash Shaff : 2-3)

Ciri lain dari amar ma’ruf nahi mungkar yang mereka laksanakan adalah dengan cara yang baik, lemah lembut dan tidak kasar.

Firman Allah SWT ; Artinya : “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan secara sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhanmu Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang men dapat petunjuk”. (An Nahl : 125)

Firman Allah SWT ; Artinya : “Maka karena rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Maka ma‘afkanlah mereka dan mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam sesuatu urusan, Maka apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal”. (Aali Imraan : 159)

Mereka juga bersifat shabar, bersyukur, pema’af serta istighfar bila berbuat dosa atau kesalahan.

Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah". (HR. Al Baihaqi)

Ciri yang utama adalah semua amalnya tersebut dilakukan karena Allah semata. Dalam hadist Qudsi diriwayatkan bahwa Allah SWT berfirman : “Tidak semua orang yang sholat itu bersholat. Aku hanya menerima sholatnya orang yang merendahkan diri kepada keagungan-Ku, menahan syahwatnya dari perbuatan haram larangan-Ku dan tidak terus menerus bermaksiat terhadap-Ku, memberi makan kepada yang lapar dan mengasihi orang yang terkena musibah dan menampung orang asing. Semua itu dilakukan karena Aku”. (HR. Adailami)

Kesalahan ummat Islam.

Kembali pada awal pembicaraan ini; yang mana sebenarnya hal itu tidak akan terjadi kalau kita orang Muslim itu mempunyai ciri-ciri seperti disebut di atas. Selama ini pengamalan ajaran Islam yang kita lakukan belumlah sempurna. Orang Muslim seharusnya saudara bagi Muslim lain, yang akan saling tolong bila diperlukan. Tetapi nyatanya ajaran Al Qur’an dan Hadist dianggap teori saja yang sulit untuk dipraktekkan, katanya.

Lihat saja berapa banyak jumlah saudara kita yang muslimah, tetapi baru sedikit yang memakai kerudung (jilbab). Alasannya macam-macam. Ada yang mengatakan belum pergi haji, masih mau hura-hura dulu, takut rambut rusak, takut dikatakan kuno, takut tidak punya teman dsbnya.

Dalam zaman ini orang cenderung egois dan akhirnya kikir; kikir segalanya. Ajakan shilaturahmi, berkomunikasi, interaksi dengan sesama makhluk secara kasih sayang, tinggal ajaran yang sulit diamalkan. Kekerasan terjadi dimana-mana, padahal Nabi SAW pernah bersabda : “Tidaklah sempurna keimanan seseorang dari kamu semua itu, sehingga ia mencintai saudaranya dengan sesuatu yang ia mencintai untuk dirinya sendiri”. (HR. Bukhari, Muslim)

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda pula : “Setengah dari pada amalan-amalan yang amat dicintai oleh Allah ialah memasukkan kegembiraan dalam hati orang mukmin, melapangkan kesusahannya, mengembalikan hutang yang dimilikinya kepada orang lain atau memberi makan dari kelaparan”. (HR. Atthabrani)

Kita ribut dan marah mendengar adanya proses Kristenisasi, tetapi tidak berbuat apa-apa untuk mencegah. Padahal Islam telah mengajarkan agar menolong saudaranya orang Mukmin yang membutuhkannya, tetapi malah orang dari agama lain yang mengamalkannya kepada saudara kita yang Mukmin. Jadi kalau akan marah, marahlah pada diri sendiri, karena semua itu adalah kesalahan kita sendiri.

Kesalahan kita umat Islam antara lain adalah masih meributkan persoalan yang bersifat khilafiyah yang sebenarnya tidak perlu dipersoalkan. Misal masih ada perselisihan faham antara penganut suatu mazhab dengan mazhab lainnya. Pengikut suatu organisasi keagamaan dengan organisasi sejenis lainnya. Kalau organisasi Islam itu berskala kecil mungkin tidak ada pengaruh terhadap umat, tetapi bagaimana bila yang berselisih adalah organisasi kelas gajah. Suara mereka itukan terdengar kemana-mana. Kalau mereka berselisih faham, maka pelanduk (umat yang dhaif) yang bingung. Akhirnya karena asyik dengan perbedaan pendapat, maka gajah-gajah lupa pada fungsi untuk ber amar ma’ruf nahi mungkar. Rohaniawan dari agama lain melaksanakan fungsi tersebut dengan modal sekotak mie instant ditambah senyum serta ajaran kasih Kristus, maka murtadlah satu; dua orang atau satu keluarga Muslim.

Jadi kefakiran itu tidak saja dalam bentuk fakir harta saja tetapi juga fakir jiwa dan hati. Umat Islam yang berilmu adalah fakir jiwa dan hati bila tidak mengamalkan ilmu untuk menolong orang fakir harta. Umat Islam yang mampu, kaya adalah fakir jiwa dan hati bila tidak mentasyarufkan sebagian harta untuk menolong orang fakir harta. Fahamlah kita mengapa Nabi SAW telah bersabda bahwa kefakiran itu dapat berubah menjadi kekafiran.

Jakarta, 30 Muharam 1418 H - 6 Juni 1997

1 komentar:

  1. Casino - Dr.MCD
    The 밀양 출장마사지 Casino at Dr.MCD 경기도 출장샵 is a luxurious luxury Las Vegas luxury hotel and casino. Guests can enjoy dining 경기도 출장샵 and nightlife, while in-room entertainment. Rating: 충주 출장마사지 4 · 하남 출장샵 ‎2 reviews

    BalasHapus