Jumat, 09 Juli 2010

PERADILAN - Yang Kita Dambakan

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (An Nisaa’: 58)

Sistim keamanan dan sistim hukum di negara kita pada sa’at ini kembali sedang diuji. Pada hari Sabtu lalu tgl. 13 Mei terulang lagi di kawasan Glodok Jakarta kerusuhan yang membawa kerugian yang tidak sedikit bagi para pedagang di daerah tersebut. Sehari sebelumnya sesudah sholat Jum’at di masjid di daerah Jakarta Selatan, Gus Dur sebagai Presiden telah berbicara di depan jama’ah masjid tersebut tentang nilai kurs mata uang dollar terhadap rupiah yang semakin menguat atau dengan kata lain mata uang rupiah merosot terhadap dollar, dimana pada waktu itu mencapai lebih dari Rp.8.000,- per dollar Amerika Serikat.

Gus Dur menyatakan kenaikan tersebut karena ada isu bahwa akan ada kerusuhan dalam rangka peringatan kerusuhan bulan Mei tahun lalu. Bila ternyata kerusuhan tersebut tidak ada maka kurs dollar akan turun lagi. Demikian pernyataan Gus Dur seperti yang disiarkan oleh media elektronik.

Media elektronik seperti tv swasta dan radio melaporkan bahwa pada hari Jum’at sore telah terjadi keributan di daerah yang menuju ke jln. Cendana antara demonstran dengan aparat keamanan, dimana beberapa orang diamankan oleh petugas. Di hari Sabtu pagi aparat keamanan sudah berjaga-jaga lebih ketat dari hari biasanya. Pada persimpangan rawan di daerah yang sering dilalui oleh para mahasiswa terlihat sejumlah polisi (bukan petugas Polantas) yang lebih banyak dari jumlah biasanya.

Pada siang hari di daerah Harco dan Glodok diadakan razia terhadap para pedagang vcd yang berjualan di kaki lima. Menurut informasi yang dirazia adalah vcd porno, tetapi ada pula informasi lain bahwa pedagang vcd kaki lima tersebut dilarang berjualan di daerah tersebut. Tidak jelas. Akhirnya terjadi bentrokan antara para pedagang kaki lima tersebut dengan petugas keamanan. Pedagang tersebut dan juga ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan kejadian itu melakukan pengrusakan terhadap toko-toko di TKP, tempat kejadian perkara.

Sistim Keamanan Lemah

Kalau kita lihat, sebenarnya tidak ada kaitan antara pemberitaan atau isu sehari sebelumnya tentang akan adanya kerusuhan dalam rangka peringatan kerusuhan bulan Mei tahun lalu dengan kerusuhan Sabtu tgl. 13 Mei yang lalu. Tetapi itulah kenyataan yang kita saksikan, bahwa sebenarnya ada sesuatu yang kurang dalam sistim keamanan kita.

Sistim keamanan kita lemah, sehingga tidak dapat melakukan tindakan pencegahan atau antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan kerusuhan yang akan terjadi. Lemahnya sistim keamanan ini berkaitan dengan kurangnya jumlah petugas polisi yang ada. Kurangnya jumlah petugas kepolisian ini erat kaitannya dengan masalah kurangnya dana yang dimiliki oleh pemerintah.

Di samping sistim keamanan yang kurang maka ada yang kurang di dalam perilaku masyarakat kita dan ditambah pula dengan ada yang kurang dalam sistim peradilan kita. Ketiga hal yang kurang tersebut memperburuk keadaan negara yang sudah parah.

Dongeng Sebuah Peradilan

Negara kita sedang kekurangan dana untuk meneruskan gerak pembangunan yang terhenti sejak terjadi krismon (krisis moneter). Lihat saja betapa sangat repotnya Menteri Keuangan ketika harus menentukan kenaikan gaji guru dengan alasan kurang dana. Kalaupun sa’at ini Pemerintah dapat berjalan itu adalah karena adanya dana bantuan (pinjaman yang harus dikembalikan berikut bunganya) dari IMF. Sedang dana yang seharusnya dapat digali dari dalam negeri, dari pembayaran pajak oleh masyarakat misalnya, tidak dapat diperoleh secara penuh (optimal) karena banyak yang bocor tidak masuk ke kas negara. Petugas pajak tidak jujur dan masyarakat pun enggan membayar pajak. Keadaan dana negara dari pajak ini bak kata pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga pula”.

Seandainya petugas pajak yang tidak jujur dan juga pembayar pajak yang enggan membayar pajak itu dilaporkan dan kemudian di tangkap, persoalan dana negara belum dikatakan selesai karena penangkapan tersebut hanya akan menambah duka dan derita bagi orang yang mendambakan keadilan. Betapa sering kita dengar dan baca bahwa ada oknum-oknum pemeriksa (baik dari kepolisian maupun dari kejaksaan) yang melakukan pemerasan kepada si tersangka. Bila dari hasil pemeriksaan tersebut ditemukan bukti yang menyatakan bahwa si tersangka memang benar bersalah maka oleh petugas pemeriksa akan di adakan bargaining (tawar menawar) dengan si tersangka. Semakin tinggi kelas si tersangka (kelas kakap misalnya), maka akan semakin tinggi pula permintaan si oknum pemeriksa.

Bila permintaan oknum tersebut dapat dipenuhi oleh si tersangka, lalu akan disusun suatu skenario tentang terlepasnya si tersangka dari jeratan hukum. Modus operandi (caranya) bermacam-macam. Ada yang langsung dilepaskan dari tuduhan dengan alasan tidak ada bukti-bukti yang meyakinkan atas tuduhan tersebut. Ada pula yang tetap dibawa ke pengadilan, tetapi nanti diatur sedemikian rupa oleh oknum kejaksaan dengan oknum kehakiman bahwa tuduhan tersebut tidak terbukti. Atau bisa saja dibuktikan oleh “pengadilan sandiwara” tersebut, tetapi seharusnya mendapat ganjaran hukuman 10 tahun misalnya, menjadi hanya 10 bulan. Dalam permainan ini tentu saja pengacara turut serta dalam mengatur alur cerita dan mendapat keuntungan. Hal ini sesuai motto Bung Adam Malik (alm) mantan wartawan dan mantan Menlu bahkan mantan Wapres yang telah berkata “Semua bisa diatur”. Persislah cerita dongeng seribu satu malam dari Baghdad saja, karena suatu kisah yang seharusnya tidak mungkin terjadi menjadi mungkin.

Jangan Heran

Jadi jangan heran, kalau ada orang yang kita tahu berbuat kejahatan dengan terang tetapi dapat lepas pula dari jerat hukum dengan tenang.

Jadi jangan heran, kalau pada sa’at ini sistim peradilan di negara kita ini sedang disoroti terus menerus oleh para pedamba dan pecinta keadilan, agar mereka tidak lagi suka main dalam gelap-gelapan.

Jadi jangan heran, kalau semakin banyak orang yang berani berbuat kejahatan (seperti narkoba, perzinaan, perampokan, dsb) karena mereka tahu ada kelemahan pada sistim peradilan.

Jadi jangan heran, kalau semakin berani orang-orang berbuat kerusuhan dan keonaran, karena mereka tahu sistim keamanan kita juga lemah.

Jadi jangan heran, kalau isu-isu KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) tetap saja merebak, tidak dapat diberantas, karena sistim hukum kita lemah.

Jadi jangan heran, kalau ada investor asing yang membatalkan niatnya untuk menanamkan modalnya di negara kita dan kemudian beralih ke negara yang lebih aman seperti Muang Thai misalnya. Aman dalam arti kata yang luas, yaitu aman dalam semua aspek yang berkaitan dengan berusaha, misalnya tidak ada pungli, suap, maling, rampok dsbnya.

Jadi jangan heran, kalau perekonomian kita tetap saja terpuruk, karena dunia usaha tidak berkembang di sini.

Jadi jangan heran, kalau perilaku masyarakat kita banyak yang menyimpang karena para ulama, pendakwah yang menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar kalah kuat dengan para penegak dan pengikut kejahatan.

Jadi jangan heran, kalau sa’at ini perilaku masyarakat kita sebahagian besar sama saja dengan masa jaman Jahilliah sebelum Rasulullah SAW diutus untuk membawa risalah Islam.

Peradilan Islam

Islam mengajarkan agar kita berbuat adil kepada siapapun, tidak pandang bulu, biarpun yang bersalah itu orang kaya (juga pejabat tinggi) atau orang miskin maka hendaklah hukum itu ditetapkan dengan adil (Lihat surah An Nisaa’ : 58 di atas). Walau yang bersalah masih keluarga sendiri, maka hendaklah hukum ditetapkan dengan adil, sesuai firman Allah SWT : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (An Nisaa’ : 135)

Islam, agama yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus agar manusia sebagai khalifah di muka bumi ini tetap dalam harkat kemuliaannya sebagai manusia yang selalu berbuat mulia walau kepada musuh yang dibenci sekalipun. Perilaku adil tetap harus ditegakkan karena berbuat adil adalah tanda ketaqwaan. Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Maaidah : 8)

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 15 Shafar 1421 H - 19 Mei 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar