Sabtu, 10 Juli 2010

MUSYAWARAH - Dialog Berdasar Al Qur’an

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman ; Artinya : “Maka karena rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Maka ma’afkanlah mereka dan mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam sesuatu urusan. Maka apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.” (Ali Imraan : 159)

Minggu akhir bulan Maret 1998 yang lalu berita di media masa hangat mengupas dan memberitakan perihal keinginan dan rencana dialog langsung mahasiswa dengan Bapak Presiden. Keinginan itu telah ditanggapi (melalui Menpora), yang isinya beliau bersedia melakukan dialog karena hal itu sudah sering dan biasa dilakukan terhadap warga Indonesia yang lain yaitu dengan kelompok tani, nelayan, para pelajar dsbnya; seperti yang sering disiarkan melalui tv. Jadi bagi beliau dan kita juga yang namanya dialog itu bukanlah suatu yang luar biasa yang harus ditanggapi dengan beraneka komentar.

Dialog - Diskusi Cari Solusi

Dialog menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti percakapan; yang tentunya terjadi antara dua belah pihak. Bila dalam pertemuan antara dua belah pihak itu ternyata yang berbicara hanya satu pihak saja maka namanya monolog. Dialog dapat berjalan (tidak menjadi monolog) bila kedua pihak mempunyai tingkatan yang sama baik dalam hal penguasaan ilmu, wawasan dan kaya akan pengalaman. Bila demikian kondisinya maka dialog itu akan menjadi diskusi, yaitu suatu percakapan untuk mencari jalan keluar (solusi) dari suatu masalah yang sedang dihadapi (Solving problem). Apabila tidak seimbang dalam hal wawasan, ilmu atau pengalamannya maka dialog itu akan berubah menjadi ceramah atau kuliah yang monolog. Kalaupun ada dialog, sifatnya hanya bertanya lalu dijawab. Bukan diskusi dan bukan mencari solusi suatu masalah.

Islam Mengajarkan Agar Melakukan Musyawarah

Dialog mencari solusi atas suatu persoalan (urusan dunia) dalam Al Qur’an surah Ali Imraan ayat 159 di atas disebutkan bahwa hendaklah kita melakukan musyawarah.
Apakah syarat yang harus dipenuhi agar suatu musyawarah mencapai sasaran? Islam mengajarkan agar tiap peserta musyawarah memiliki hal-hal (yang utama) sbb :

(1) Niat atau iktikad yang baik

Mencari solusi (pemecahan) seharusnya merupakan niat baik tiap peserta yang menjadi landasan bagi mereka dalam bertindak, berfikir dan berbicara. Niat yang baik dan ikhlas akan menuntun tiap peserta untuk selalu berbuat baik (amal sholeh) dalam setiap pembahasan. Sesuai hadits Nabi SAW : “Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya.” (HR. Bukhari)

Dengan amal sholeh maka tidak ada diskusi atau musyawarah yang akan berubah menjadi ajang debat kusir atau pokrol bambu yang sering suka main kayu alias curang.

(2) Menjaga persatuan kesatuan

Debat kusir biasanya terjadi karena mementingkan diri sendiri; yang penting menang; yang penting kelihatan hebat dalam debat tanpa memikirkan apakah isi debat itu benar atau tidak; merugikan orang lain atau tidak. Debat kusir dapat dihindarkan bila tiap peserta mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan. Disini digunakan konsep “win-win” atau “You’re OK - I’m OK”. Solusi ditemukan dalam suatu kondisi dimana semua senang dan persatuan serta kesatuan tetap terjaga. Bila persatuan dan kesatuan tidak dijaga maka golongan atau bangsa itu akan menjadi lemah, mudah diadu domba. Bak kata peribahasa, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Allah SWT berfirman ; Artinya : “Dan ta’atlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu berselisih maka kamu menjadi lemah dan hilang kekuatanmu, dan bersabarlah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al Anfaal : 46)

(3) Memegang amanah

Kata amanah menurut fiqh berarti kepercayaan atau sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, seperti tanggung jawab, barang simpanan, titipan, pesan dsbnya. Hal-hal tersebut merupakan kepercayaan atau amanah. Amanah adalah salah satu sifat wajib para Nabi, artinya bahwa para Nabi atau Rasul itu bersifat jujur serta terpelihara dari melakukan hal-hal yang dilarang Allah. Dengan demikian, bila suatu musyawarah diharapkan mencapai sasaran maka hendaklah pesertanya itu terdiri dari orang yang dapat menjaga amanah, sesuai hadits Nabi SAW : “Orang yang diajak bermusyawarah adalah orang yang bisa memegang amanah (jujur, ikhlas dan dapat menyimpan rahasia)”. (HR. Athabrani)

(4) Toleran dan dapat menyesuaikan diri dengan peserta lain

Bila tidak ada toleransi dan kesesuaian maka kata sepakat tidak akan pernah ditemukan yang berarti musyawarah tidak mencapai sasarannya. Untuk ini Rasulullah SAW bersabda : “Berlakulah lunak dan saling mengasihi. Hendaklah kamu saling mengalah terhadap yang lain. Apabila orang yang punya hak mengetahui kebaikan yang akan diperolehnya disebabkan menunda tuntutannya atas haknya pasti orang yang punya tuntutan atas haknya akan lari menjauhi orang yang dituntutnya.” (HR. Bukhari)

Rasulullah SAW juga bersabda : “Sesungguhnya yang tercinta di antara kamu semua di sisi Allah ialah orang-orang yang dapat menyesuaikan diri dan dapat diikuti penyesuaian dirinya, sedang yang paling dibenci di antara kamu semua di sisi Allah ialah orang-orang yang berjalan menyebarkan pengadu dombaan serta yang suka memecah belah antara sesama saudara.” (HR. Athabrani)

(5) Menjaga lisan

Lisan yang tidak terjaga dari perkataan yang buruk (termasuk di dalamnya berkata pedas yang menyakiti lawan bicara, adu domba dan pecah belah) dapat membuat permusyawarahan menjadi buruk pula sehingga akhirnya akan sulit untuk mendapat kata sepakat.
Allah SWT berfirman ; Artinya : “Maka karena rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka, sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (Ali Imraan : 159)
Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam.” (HR. Bukhari)

(6) Keadilan dan kebenaran

Proses musyawarah yang dilandasi pada tegaknya keadilan dan kebenaran akan menumbuhkan rasa senang dan percaya pada peserta sehingga musyawarah akan mencapai sasaran yang diharapkan.
Allah SWT berfirman ; Artinya : “Hendaklah kamu jadi orang-orang yang menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kamu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (Al Maaidah : 8)

(7) Ahli dalam bidangnya

Musyawarah mencapai sasaran bila para peserta adalah ahli dalam ilmu yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi tersebut. Bila peserta bukan ahli dalam bidangnya maka dalam musyawarah itu yang terjadi adalah debat kusir dan yang didapat hanya perpecahan dan kehancuran.
Sabda Nabi SAW : “Bila perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR. Bukhari)

(8) Berpegang kepada Al Qur’an dan Hadits (Sunnah Rasul)

Al Qur’an dan hadits adalah sumber hukum Islam, sehingga persoalan yang diputuskan tidak berdasarkan keduanya maka dapat dipastikan tidak benar. Bila terjadi perselisihan pendapat, maka kembalikan pula persoalan tersebut kepada Al Qur’an dan sunnah Rasul. Itulah yang terbaik agar tidak tersesat.

Allah SWT berfirman ; Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan kepada pemangku kekuasaan di antaramu. Maka jika kamu berselisih dalam suatu (urusan), kembalikanlah ia kepada (Kitab) Allah dan (Sunnah) Rasul, jika kamu benar-benar beriman terhadap Allah dan hari kemudian. Itulah yang lebih baik dan lebih bagus kesudahannya.” (An Nisaa’ : 59)

Demikian, semoga bermanfa’at bagi yang akan bermusyawarah.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 20 Dzulhijjah 1418 H - 17 April 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar