Sabtu, 03 Juli 2010

SALAM - Tugas Setiap Muslim Menyebarkannya

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Firman Allah SWT , Artinya : "Maka apabila kamu masuk rumah-rumah, maka beri salamlah atas diri-diri kamu, salam yang diberkati lagi baik dari sisi Allah. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi kamu, supaya kamu memikirkan". (An Nuur : 61)

Seorang pemimpin satu organisasi Islam di Indonesia pada suatu saat pernah mengeluarkan satu pernyataan tentang penyampaian ucapan salam yang dinilai kontroversial, berlawanan dengan ajaran Islam. Pak Kyai tersebut mengatakan bahwa kita umat Islam Indonesia ini sudah cukup bila bertemu dengan seseorang mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat sore atau selamat malam.
Ucapan itu karena dinilai bertentangan dengan ajaran Islam; apalagi kyai tersebut dikenal sebagai ulama yang kondang dari satu organisasi Islam yang besar maka tentu saja banyak yang protes. Waktu itu saya juga ikut protes walau cuma hanya sebatas bertanya dalam hati; kenapa ya seorang kyai yang telah diakui mumpuni dapat mengeluarkan satu “fatwa” yang tidak sesuai dengan ajaran Islam? Bukankah Nabi SAW telah mengajarkan agar ucapan salam kepada saudara kita sesama Muslim adalah Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wa-barakatuh?

Salam Adalah Untuk Kesejahteraan Umat.

Salam yang berarti kedamaian, keselamatan, kesejahteraan adalah salah satu dari nama-nama Allah yang diletakkan di bumi dan dipercayakan kepada makhluk-Nya yang bernama manusia untuk dimanfa’atkan dalam perilaku dan disebar luaskan di kalangan bani Adam agar tumbuh rasa kasih sayang, demikian sabda Rasulullah SAW : "Kamu tidak akan masuk surga dan kamu tidak beriman hingga saling kasih sayang kepada sesama. Maukah saya tunjukkan kepada sesuatu yang jika kamu mengerjakannya timbul kasih sayang di antara kamu? Sebarkanlah salam di antara kamu". (HR. Muslim, Bukhari, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Adapun sapaan dengan uluk salam ini sudah dibudayakan sejak awal sekali yaitu setelah Allah menciptakan Adam AS, demikian Abu Hurairah ra meriwayatkan satu hadits dari Nabi SAW : "Ketika Allah telah menciptakan Adam, maka Allah memerintahkan nya : "Pergilah kepada para malaikat itu dan sampaikanlah salam kepada mereka yang sedang duduk, dan dengar benar-benar jawab mereka, maka itu akan merupakan salammu dan anak cucumu kelak". Maka pergilah Adam dan berkata : "Assalamu 'alaikum". Para malaikat menjawab : "Assalamu'alaika warahmatullaah". Maka mereka menambah : "Warahmatullaah". (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain Nabi SAW telah menunjukkan ucapan salam yang paling afdhol, seperti yang telah ditunjukkan dalam hadits : "Seorang lelaki datang kepada Nabi SAW, lalu ia mengucapkan: "Assalaamu 'alaikum". Maka Nabi SAW menjawab salamnya, lalu lelaki itu duduk. Maka Nabi SAW bersabda: "Sepuluh (pahala)". Kemudian datang lelaki lain, lalu ia mengucapkan : "Assalamu'alaikum warahmatullaahi", kemudian Nabi SAW menjawab salamnya, lalu lelaki itu duduk, maka beliau bersabda: "Dua puluh (pahala)". Kemudian datang lagi lelaki lainnya, lalu ia mengucapkan : "Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh", lalu Nabi SAW menjawab salamnya, kemudian lelaki itu duduk, maka Beliau bersabda : "Tiga puluh (pahala)". Kemudian datang pula lelaki lain, lalu ia mengucapkan : "Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh wamaghfiratuh". Selanjutnya beliau SAW bersabda : "Empat puluh (pahala)". Dan beliau bersabda pula : "Demikianlah tingkatan keutamaannya". (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

Cara Salam Bermakna.

Lalu bagaimana salam itu dapat mensejahterakan umat dalam arti secara fisik, jasmaniah? Nabi SAW mengajarkan pula hendaklah salam itu diiringi dengan perbuatan sebagai pernyataan dari ucapan salam itu sendiri, yaitu hendaklah kita memberi makan/ minum kepada yang lapar/haus serta menjalin shilaturahim. Tidak ada artinya uluk salam kita bagi orang yang sedang lapar dan haus, karena mereka itu membutuhkan tidak sekedar kata saja tetapi juga perbuatan nyata berupa makan dan minum. Kita sangat murah dalam mengucapkan salam tetapi tangan kita mengepal, menggenggam, pelit membantu orang yang kekurangan.

Lisan kita sangat fasih mengucapkan salam tetapi kelakuan kita malah memutuskan hubungan kekeluargaan. Kita itu sering mengucapkan salam tetapi kita jarang shalat memohon kepada Allah pemilik asma As Salam, apalagi shalat waktu malam ketika orang lain sedang enak nyenyak dalam tidur. Saudaraku, kalau kita beruluk salam dengan cara seperti itu, bagaimana kita dapat menemui surga dengan selamat sejahtera? Sabda Nabi SAW : "Hai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan dan jalinlah hubungan kekerabatan dan shalatlah pada waktu malam tatkala orang-orang nyenyak tidur, niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat sejahtera". (HR. Tirmidzi)

Karena salam itu berasal dari asma Allah, As Salam berarti Yang Maha Sejahtera, maka hendaklah kita sampaikan salam itu dengan cara yang baik dan benar, tidak dengan bermain-main dan dengan maksud mempermainkannya. Penuh rasa takut (khouf) atas siksa dan azab-Nya serta rasa harap (raja’) atas ampunan dan surga-Nya kepada Dia, Allah yang memberikan salam itu.

Kita ucapkan sesuai dengan ajaran Islam dan bukan dengan cara lidah kampung kita, seperti misalnya sapaan yang sering kita dengar “lam lekum”. Kalau uluk salamnya seperti itu ya pantas juga kalau jawabannya yang sering juga kita dengar “kum salam”. Salam yang begini tidak ada makna dan artinya bahkan tidak ada pahalanya seperti yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Bahkan mungkin azab dan siksa yang akan datang karena kita berkesan melecehkan, mempermainkan asma-Nya. Pantas saja Pak kyai itu berujar cukup kita ucapkan saja dengan selamat pagi dstnya, karena yang ini lebih ada artinya, dimengerti secara bahasa dan tidak mempermainkan asma Allah.

Bagaimana agar salam yang kita sebarkan itu mempunyai makna sesuai arti dan maksud yang tersirat dalam kata salam itu? Hendaklah salam itu disampaikan bukan hanya dengan lidah yang fasih saja, tetapi juga hendaklah diiringi dengan niat, hati dan tindakan yang sesuai dengan makna salam itu. Jangan lidah fasih mengatakan salam yang berisi keselamatan tetapi hati kita penuh dengan kedengkian, iri dan hasud kepada tetangga sebelah yang mendapat rezeki lebih banyak. Lalu kita protes, demonstrasi, berteriak-teriak so’al kesenjangan sosial dan ekonomi; lalu kita teriakkan pula bahwa Pemerintah telah salah dalam menjalankan kebijakan ekonominya; padahal kitalah yang lemah, kurang ilmu dan keahlian, sehingga tidak dapat melihat dan memanfa’atkan peluang yang ada.
Jangan lidah fasih mengucapkan salam yang penuh kesejahteraan tetapi tingkah laku, polah, tindakan kita merugikan dan merusak lingkungan. Karena tamak serakah dan tidak memikirkan kesejahteraan serta keselamatan orang lain, lalu kita perlakukan hutan dengan semena-mena, yang mengakibatkan api dan asap kebakaran di mana-mana sampai ke negeri tetangga,

Jangan lidah fasih mengucapkan salam yang berarti kedamaian tetapi tindakan kita bertentangan dengannya. Ketika ada keributan bukannya mencegah tetapi justru malah ikut-ikutan melakukan caci maki, sumpah serapah dan ikut membakar harta benda, bangunan milik orang lain. Orang merasa tidak aman dan selamat dari diri kita. Pantas saja kyai itu menyatakan agar umat Islam Indonesia ini cukup dengan mengucapkan salam dengan selamat pagi dstnya, karena kalau kelakuan kita tidak sesuai dengan ucapan salam kita, maka itu sama saja artinya kita menodai Islam dan sekaligus menodai asma Allah

Kita tahu arti dan makna salam kita itu adalah “kesejahteraan bagi kamu”, tetapi kita sangat marah ketika ada orang atau media yang memberitakan tentang kejelekan orang Islam (bukan agama Islam). Kita sangat cepat sekali bereaksi, marah; tetapi kita sendiri tidak pernah berusaha untuk berbuat baik sesuai ajaran Al Qur’an dan Al Hadits. Kita sendiri yang menodai ajaran Islam. Kita marah ada orang berjilbab dituduh mencuri di toko seperti di Purwakarta, tetapi kita sendiri membiarkan istri, anak dan saudara kita tidak berjilbab.

Itulah, memang kebanyakan dari kita mengaku penganut Islam, tetapi baru sebatas lidah dan KTP; belum sampai taraf mendalami dan melaksanakan ajaran Al Qur’an dan Al Hadits secara murni. Sekarang terserah anda, apakah tetap akan mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam atau bahkan yang mungkin terasa lebih keren, good morning kepada saudara sesama muslim?. Kalau ingin termasuk pada golongan yang masuk surga dengan selamat sejahtera maka sebarkanlah salam itu sebagaimana mestinya, yaitu Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Waladzikrullahi Akbar

Jakarta, 8 Jumadil Akhir 1418 H - 10 Oktober 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar