Jumat, 09 Juli 2010

KARTINI & KARTINI – Potret Perjuangan Nasib

Assalamu'alaikum Wr.Wb.


 

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman: "Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Al Baqarah : 257)

Setiap 21 April, ingatan kita selalu teringat pada sosok perempuan ningrat suku Jawa bernama R.A.Kartini yang dilahirkan di Mayong Jepara pada tgl 21 April 1879. Dia diperingati bukan karena kebangsawanannya, tetapi karena perjuangan dan cita-cita serta jasa-jasanya dalam meningkatkan harkat kaum wanita. Pada zamannya, ada perbedaan dalam hal memperoleh pendidikan antara wanita dengan pria. Kaum wanita terutama yang berasal dari keluarga ningrat tidak diberi kesempatan untuk belajar ke tingkat yang lebih tinggi lagi, ketika mereka memasuki usia akil baligh. Di usia akil baligh tersebut mereka harus dipingit, tidak boleh keluar dari lingkungan rumah, sampai ada pria yang sederajat dari golongan bangsawan melamar untuk dijadikan istri. Pada masa itu pula anak perempuan tidak mempunyai hak atas dirinya sendiri dalam menentukan calon suaminya. Calon suami ditentukan oleh orangtua dan anak perempuan harus tunduk, patuh pada keputusan dan kemauan orangtua.

Karena pemingitan itu, Kartini merasa ada ketidak adilan yang didapat kaum wanita bila dibandingkan dengan pria. Kartini membandingkan hal tersebut antara dirinya sendiri dengan kakak laki-lakinya yang bernama Kartono. Kartono mendapat kesempatan untuk belajar yang lebih tinggi lagi, bukan terbatas hanya sampai Sekolah Dasar Belanda (ELS = Europeesche Lagere School) seperti yang dirasakan oleh Kartini, tetapi juga bahkan sampai ke tingkat sekolah tinggi.

Ayah Kartini bernama Raden Mas Adipati Ario Sosrodiningrat yang menjadi Bupati Jepara, sebenarnya tidak tega anaknya menjalani pingitan itu, namun karena budaya yang berlaku pada saat itu adalah demikian dan barangsiapa yang melanggar akan dianggap tidak tahu aturan dan tata krama maka diapun terpaksa melakukan tradisi tersebut terhadap anaknya.

Merasa tidak mendapat keadilan dan persamaan hak, maka jiwa muda remaja Kartini berontak, tetapi dia tidak dapat berbuat banyak. Jalan satu-satunya untuk melampiaskan isi hatinya adalah dengan mengutarakannya lewat tulisan-tulisan. Kartini mengirimkan surat-surat yang berisi tentang gagasan pikiran dan cita-citanya bagi kaum wanita bangsanya kepada teman-temannya bangsa Belanda baik yang ada di Batavia (Jakarta) maupun di Negeri Belanda.

Pendidikan Agama Kartini

Seperti halnya di tempat-tempat lain maka sudah menjadi kebiasaan orang tua untuk menyuruh anaknya belajar mengaji (membaca Al Qur'an) kepada seorang guru agama. Pada masa itu belajar membaca Al Qur'an adalah dengan menghafalkannya tetapi tidak dengan mengetahui arti dari bacaan tersebut (sampai saat inipun masih ada cara belajar Al Qur'an seperti itu). Cara membaca dan menghafal sering kali salah karena system belajar yang turun temurun seperti itu. Kartini adalah anak cerdas dan serba ingin tahu. Dia bertanya kepada si guru agama tentang arti dari bahasa Arab yang dibacanya tersebut, tetapi guru itu menjadi marah karena dia sendiripun tidak mengetahui artinya. Karena hal itu Kartini merasa tidak perlu belajar agama lagi, karena tidak dimengerti olehnya.

Untunglah di masa pemingitan, Kartini sering diajak berjalan oleh ayahnya. Salah satu perjalanan yang sangat berkesan baginya adalah ketika pergi ke tempat pamannya yang menjadi Bupati di Demak. Waktu itu diadakan pengajian bulanan oleh keluarga kabupaten dengan bimbingan seorang Kiai yang bernama Saleh Darat. Kiai Saleh Darat menguraikan tafsir surah Al Fatihah dalam bahasa yang dimengerti oleh Kartini. Kartini merasa tertarik dan sesudah pengajian usai diapun menemui Kiai Saleh Darat.

Dari pertemuan tersebut Kiai Saleh Darat tergerak hatinya untuk menterjemahkan Al Qur'an ke dalam bahasa Jawa. Hasil terjemahan jilid 1 yang berisikan 13 juz Al Qur'an dari surah Al Fatihah sampai ke surah Ibrahim dijadikan hadiah, kado perkawinan Kartini yang menikah dengan Bupati Rembang di tahun 1903. Sayang Kiai Saleh Darat tidak dapat melanjutkan usaha penerjemahannya karena tidak lama sesudah itu ia wafat.

Melalui terjemahan itu Kartini belajar tentang Islam. Karena dalam bahasa yang dimengerti olehnya, maka terbukalah hatinya. Kartini juga merasakan bahwa semua ini adalah karena Allah semata yang memberikan bimbingan dan petunjuk kepadanya, sesuai ayat Al Qur'an yang dibacanya, yaitu terdapat dalam surah Al Baqarah ayat 257 dan surah Al Maaidah ayat 16 yang berbunyi : …..minadz dzulumaati ilannur…… Artinya : "Dari kegelapan ke cahaya yang terang"

Firman Allah SWT : "Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Al Baqarah : 257)

"Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (Al Maaidah : 16)

Kartini sangat terkesan dengan ayat tersebut sehingga dalam surat-surat yang dikirimkan kepada para temannya itu kalimat : "Dari kegelapan ke cahaya yang terang" sering disampaikannya. Karena Kartini pandai berbahasa Belanda maka surat-surat yang dikirimkannya adalah dalam bahasa Belanda, sehingga penggalan ayat Al Qur'an itu berbunyi : "Door duisternis tot licht."

Habis Gelap Terbitlah Terang

Sesudah menikah maka sebagai istri Bupati, Kartini lebih dapat mewujudkan cita-citanya dengan membuka sekolah untuk anak-anak gadis. Namun tidak dapat berkarya lama karena Kartini meninggal dunia di Rembang pada 17 September 1904 ketika baru melahirkan putra pertamanya.

Tidak lama sepeninggal Kartini, maka oleh temannya (Mr. J.H. Abendanon) surat-suratnya diterbitkan dalam bentuk buku berjudul : "Door duisternis tot licht.". Kemudian oleh seorang pujangga Indonesia yang bernama Armijn Pane, buku tersebut diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul : "Habis Gelap Terbitlah Terang."

Hari Kartini

Sekarang hari lahir Kartini tersebut menjadi hari nasional setelah pada tgl. 2 Mei 1964 Pemerintah menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya dalam memajukan kaum perempuan. Hari lahir Kartini itu sekarang kita kenal dengan nama Hari Kartini.

Kalau kita perhatikan apa saja kegiatan yang dilakukan para kaum wanita (karena merekalah yang paling sering memperingatinya) dalam peringatan tersebut? Yang sedikit intelektual mengadakan seminar tentang kaum perempuan masa sekarang. Yang duduk di sekolah biasanya melakukan lomba busana dan wajah mirip Kartini. Dan biasanya dari tahun ke tahun hanya seperti itu. Yang seminar tidak menghasilkan apa-apa yang berguna bagi kaum wanita terutama secara Islami. Karena kebebasan kaum wanita yang diperjuangkan oleh Kartini kelihatannya pada zaman sekarang ini banyak yang disalah artikan dan lebih banyak berorientasi kepada budaya Barat. Pasti Kartini tidak menduga bahwa akibat dari gagasannya itu, keadaan wanita Indonesia sekarang sudah berkembang sangat jauh, bahkan sudah melampaui kodratnya.

Lihat saja ada Kartini lain yang bekerja menjadi TKW ke luar negeri (Uni Emirat Arab di Timur Tengah) mencari nafkah untuk keluarganya sementara si suami yang seharusnya melakukan kewajiban itu ada di kampung. Perempuan kaum lemah, maka ketika di sana apa yang didapatnya? Sa'at ini Kartini itu ada di dalam penjara karena dituduh berzina dengan laki-laki yang bukan suaminya sampai hamil. Hukuman rajam (dilempari batu) sampai mati sedang menanti nasib Kartini yang malang ini. Persamaan hak dan kebebasan seperti itukah yang didambakan oleh Kartini dan juga Kartini-Kartini lainnya? Semoga saja tidak.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at,    16 Muharam 1421 H - 21 April 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar