Sabtu, 10 Juli 2010

PERJALANAN - Mengkaji Hikmah Isra'

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman ; Artinya : “Mahasuci Allah yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) yang Kami berkahi sekelilingnya agar Kami memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Al Israa’ : 1)

Setiap tahun kita memperingati kisah perjalanan Nabi SAW yang sangat spektakular, luar biasa baik dalam kehidupan Nabi SAW sendiri maupun bagi umat Islam dan manusia pada umumnya. Kisah perjalanan ini menimbulkan dua kubu yang saling berbeda pendapat; antara yang pro dan kontra, antara percaya dan tidak percaya. Kisah ini kita kenal dengan Isra’ dan Mi’raj yang dipercaya terjadi pada 27 Rajab, setahun sebelum peristiwa hijrah Nabi ke Madinah. Spektakular. Sampai sekarangpun masih ada polemik-polemik tentang peristiwa besar dan bersejarah itu.

Kisah Penguji Iman.

Israa’ - perjalanan malam itu, sesuai dengan surah Al Israa’ di atas, berawal dari perjalanan Nabi dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha (di Palestina, kota Yerusalem yang sekarang diduduki oleh orang Yahudi, Israel) yang dilakukan pada waktu malam dalam tempo singkat yang sulit untuk dimengerti dan dipercaya pada masa itu; ketika binatang unta dan kuda merupakan alat transport dominan, kendaraan utama untuk menjelajahi gurun. Bagaimana bisa mungkin? Jarak kedua tempat itu sungguh sangat jauh, harus ditempuh selama satu bulan pergi dan satu bulan pulang perjalanan darat dengan unta yang terbaik. Sedangkan zaman sekarangpun dengan kendaraan bermotor masih makan waktu berhari-hari. Banyak yang tidak percaya berita itu ketika Nabi SAW sendiri yang menyampaikannya. Bahkan ada yang murtad, keluar dari Islam.

Di sini iman di uji dan yang lulus tanpa cela hanya sahabat tercinta, Abu Bakar ra; yang langsung percaya tanpa pikir panjang lagi, ini dan itu; langsung percaya, selama berita itu memang berasal dari Nabi SAW. Abu Bakar ra lah yang membenarkan setiap perkataan Nabi SAW ketika sedang menggambarkan bentuk Masjidil Aqsha kepada Abu Bakar ra yang pernah berkunjung kesana. Itulah sebabnya Abu Bakar ra mendapat gelar dari Nabi SAW, julukan Ash Shiddiq, yang membenarkan, yang tulus atau yang jujur.

Sa’at inipun masih ada orang yang tidak percaya bahkan bisa jadi kita pun bisa tidak percaya kalau tidak pernah melihat pesawat udara dan mengetahui kemampuan terbangnya. Apalagi bagi orang di zaman Nabi dimana kejadian ini sangat jauh jarak waktunya dengan sa’at teknologi dirgantara mulai dirintis dan dikenal. Bahkan pada waktu itu belum ada bayangan bahwa pada suatu saat manusia akan dapat dan mampu merasakan terbang di udara seperti layaknya burung. Tetapi Nabi SAW dengan kekuasaan Allah telah diperjalankan dengan sangat mudah dan hanya sekejap mata saja. Bahkan menurut riwayat sewaktu kembali dari perjalanan itu bekas tempat pembaringan masih terasa hangatnya tubuh Beliau sebelum pergi. Alangkah cepatnya perjalanan isra’ mi’raj Nabi itu. Subhanallah. Percaya atau tidak, iman kita sedang diuji.

Allah SWT berfirman ; Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepadamu (Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanmu meliputi (mengetahui) seluruh manusia”. Dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang Kami perlihatkan kepadamu (pada waktu isra’ mi’raj) melainkan sebagai ujian bagi manusia, demikian pula pohon yang dilaknat dalam Al Qur’an. (Pohon zaqqum, pohon azab di neraka; lihat surah Ash Shaffat : 62 dan Al Waaqi’ah : 52). Dan Kami mempertakuti mereka, maka tiadalah (ancaman itu) kecuali menambah kedurhakaan besar bagi mereka” (Al Israa’ : 60)

Sebagai ujian bagi manusia sejak masa Nabi SAW sampai sekarang. Memang, sekarangpun masih ada kaum yang tidak percaya terutama kaum orientalis yang menganalisa kejadian isra’ mi’raj itu berdasarkan peristiwa yang terjadi pada diri Nabi sebelum isra’ mi’raj. Sebelum isra’ mi’raj, Nabi SAW baru dirundung duka yang dalam bertubi-tubi, yaitu meninggalnya paman Beliau Abu Thalib yang telah mengasuh dan banyak melindungi diri beliau dari kekejaman Abu Jahal dan kaum Quraisy; kemudian disusul pula dengan wafatnya istri tercinta Siti Khadijah yang merupakan wanita dan orang pertama yang percaya kepada Nubuwah, Kenabian Beliau SAW, yang banyak pula jasanya membantu dalam hal moril maupun materil kepada Nabi dan dakwah Islam pada masa awalnya; lalu disusul pula dengan penganiayaan kaum Quraisy yang semakin berani dan peristiwa di Thaif dimana beliau mengalami luka terkena lemparan batu ketika berdakwah di sana. Duka dan derita yang dalam susul menyusul, terutama ditinggal oleh dua orang yang sangat dekat dengan kehidupan pribadi Nabi SAW, sehingga oleh Beliau tahun itu disebut Tahun Dukacita - ‘Amul huzn.

Dari sinilah analisa kaum orientalis bermula. Menurut mereka kedukaan yang bertubi-tubi dan memberatkan itu membuat Nabi kehilangan kontrol diri atau linglung, sehingga mengalami semacam gangguan kejiwaan; seperti halusinasi, suatu bayangan atau khayalan seolah-olah sedang mengalami suatu peristiwa atau keadaan. Begitu kata mereka. Adakah yang percaya dengan ocehan ini?. Banyak sekali. Dan memang, hal ini dijadikan alat propaganda untuk melemahkan kekuatan Islam.

Mengkaji Isra’ berdasar Iptek.

Tetapi bagaimana dengan iman kita pada zaman sekarang ini ketika nash dalam Al Quran yang mulanya harus diterima begitu saja (taqlid, dogmatis buta) kini sudah dapat dibuktikan dengan rasio, akal karena kemajuan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi); apakah kita masih bersikukuh bahwa kisah itu tidak benar dan kita percaya pada ocehan orientalis Barat?

Alangkah lemahnya iman dan akal kita dalam mengkaji peristiwa isra’ itu. Padahal pesawat ulang-alik luar angkasa buatan manusia bumi sudah mampu mengitari bumi tiga kali dalam sehari, apalagi kendaraan ciptaan Yang Di Langit tentu jauh, jauh, jauh lebih perkasa lagi.

Kalau mau tahu kecepatannya, kita hitung saja kecepatan cahaya per detik; berapa juta km jarak tempuhnya. Itulah kira-kira kecepatan kendaraan Nabi ketika isra’. Mengapa tolok ukurnya kecepatan cahaya? Sebab makhluk Allah yang di langit seperti malaikat diciptakan dari nur (cahaya), sehingga kecepatan bergerak mereka adalah kecepatan cahaya.

Untuk mempermudah dalam mengukur atau membandingkan, maka kita gunakan saja kecepatan mereka adalah kecepatan cahaya yang ada di bumi, yaitu 300.000 km per detik. Sangat cepat bukan? Jadi tidaklah heran bila malaikat maut dapat mencabut nyawa dalam jumlah besar pada waktu yang sama menurut kecepatan orang bumi.
Hikmah Perjalanan.

Menurut riwayat banyak yang dilihat oleh Nabi SAW ketika isra’ itu yang kisahnya seringkali kita dengar bila sedang mengikuti acara ceramah dalam peringatan isra’ mi’raj. Kita umat Islam harus dapat memetik hikmah, pelajaran dari isra’ nya Nabi SAW. Dan kitapun disunnahkan pula melakukan perjalanan, walaupun tidak harus sama dengan perjalanan Nabi SAW. Kita dapat membuat jadwal dan rute perjalanan sendiri baik waktu malam maupun siang, baik dengan kendaraan maupun tanpa kendaraan yang tujuannya adalah untuk mendapatkan hikmah pelajaran dari apa-apa yang kita lihat selama dalam perjalanan sesuai firman Allah SWT ; Artinya : “Maka apakah mereka tidak berjalan di bumi, lalu mereka perhatikan bagaimana akibat orang-orang yang sebelum mereka? Adakah mereka (umat terdahulu) lebih banyak dan lebih kuat dan (lebih banyak) bekas-bekasnya di bumi dari mereka (umat sekarang), maka tiadalah berguna bagi mereka apa-apa yang telah mereka usahakan”. (Al Mu’min : 82, Lihat juga ayat 21)

Tur yang kita lakukan tidak harus jauh-jauh seperti ke luar negeri yang akan menguras kantung dan merugikan devisa negara karena dolar yang kita gunakan. Cukup tur dalam negeri dengan biaya murah, meriah misal menuju ke Trowulan, Mojokerto di Jawa Timur. Kita dapat saksikan sisa-sisa kekuasaan dan kejayaan imperium Majapahit yang selama ratusan tahun pernah memerintah Nusantara bahkan wilayahnya sampai ke Madagaskar. Lihat betapa hebatnya nenek moyang bangsa Indonesia hanya dengan perahu layar bercadik mampu menjelajah sebagian bumi. Tapi sekarang yang tinggal hanya puing, bekas dan itupun sebagian kecil. Betapa Allah SWT telah menunjukkan kebesaran-Nya bahwa kehidupan, kekayaan, kekuasaan dan kekuatan apapun di bumi ini tidak ada yang langgeng, abadi. Semua fana, akan berubah, mati, musnah dan hancur.

Adakah hikmah yang dapat kita petik dari perjalanan ini?

Waladzikrullahi Akbar

Jum'at, 27 Rajab 1418 H - 28 November 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar