Rabu, 30 Juni 2010

SUJUD - Menjadikan Sikap Tawadhu'

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman, Artinya: "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud…...” (Al Fat-h : 29)

Setiap orang Muslim yang bertaqwa pada umumnya secara jasmaniah akan tampak pada dahinya bekas sujud yang berwarna kehitaman sebagai tanda bahwa orang itu secara tetap, terus berkesinambungan melakukan sujud (sholat). Bila dia sujud dengan benar (karena taqwa) maka secara rohaniah bekas yang tertinggal dari sujud adalah orang itu mempunyai ciri sikap tawadhu', tidak takabur yang tercermin pada sikap dan air mukanya. Dijelaskan dalam Al Qur’an : "Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka, dari bekas sujud." (Al Fat-h : 29)

Timbulnya sikap tawadhu' (rendah hati, tidak sombong) karena seseorang itu telah mengaku tunduk dan patuh dengan menyatukan gerak rohaniah dan jasmaniahnya, yaitu dalam niat yang tergetar di hati dan dalam gerak sujud; mengakui bahwa Dia, Allah Maha Suci, Maha Tinggi, Tidak ada yang lebih tinggi selain Allah sehingga Dia Satu-satunya Dzat Yang patut dan harus disembah. Firman Allah SWT : "Hanya sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, apabila diperingatkan dengannya, mereka tunduk sujud dan mereka bertasbih dengan memuji Tuhannya sedang mereka tidak sombong." (As Sajdah : 15)

Hikmah Sujud
Bila Allah SWT memerintahkan kita hamba-Nya untuk berbuat sesuatu amal atau menjauhi suatu larangan maka pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Ada beberapa hikmah sujud yang disampaikan dalam Al Qur’an dan hadits, yaitu :

1) Penghapus dosa dan pengangkat derajat kedudukan.
Bila sujud dilakukan untuk Allah semata, maka akan dihapuskan dosa dan terangkat pula derajat kedudukan, sesuai sabda Rasulullah SAW : "Tak seorang muslim pun bersujud untuk Allah SWT melainkan pasti Ia meningkatkan kedudukannya satu derajat dan menggugurkan darinya satu dosa kejahatan." (HR. Ibnu Majah dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda : "Tiada berkurang harta karena sedekah. Allah pasti akan menambah kemuliaan kepada seseorang yang suka mema’afkan. Dan seseorang yang selalu merendahkan diri karena Allah, pasti Allah akan mengangkat derajatnya." (HR. Muslim)

2) Untuk mendekatkan diri dan berdo’a kepada Allah.
Gerak sujud (terutama dalam sholat) adalah sarana untuk lebih mendekatkan diri dan memperbanyak do'a kepada Allah SWT seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW : "Sa’at seorang hamba dalam keadaan terdekat kepada Allah SWT ialah ketika ia sedang bersujud. Oleh sebab itu, perbanyaklah do'a oleh kalian ketika itu." (HR. Muslim)
Rasulullah SAW bersabda pula : "Aku dilarang membaca Al Qur'an ketika sedang ruku' dan sujud. Maka di waktu ruku', agungkanlah nama Allah SWT dan di waktu sujud berupayalah sungguh-sungguh untuk berdo'a, sebab do'amu itu lebih cepat untuk dikabulkan." (HR. Mus-lim)
Dari Aisyah ra, dikatakan bahwa Nabi SAW ketika rukuk dan sujud senantiasa banyak mengucapkan : "Subhaanaka Allaahumma Rabbanaa wa bihamdika Allahummaghfirli - Maha Suci Engkau, wahai Allah, Tuhan kami, dan dengan puji-Mu, wahai Allah, ampunilah aku." (HR. Bukhari)
Do'a tersebut adalah merupakan realisasi dari Al Qur’an sesuai firman Allah SWT :
"Fa sabbih bi hamdi rabbika was taghfirhu. Innahu kaana tawwaabaa - Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat." (An Nashr : 3)

3) Mengusir syetan
Syetan akan pergi ketika kita mem-baca ayat sajdah dan sujud (sujud tilawah), sesuai sabda Nabi SAW : "Bila seseorang membaca ayat sajdah (ayat Al Qur'an, yang di dalamnya ada perintah bersujud) lalu ia sujud, setan akan berpisah darinya, seraya meraung dan berkata : "Celaka aku. Orang ini diperintah agar bersujud, lalu ia pun sujud dan beroleh surga sebagai ganjarannya. Sedangkan aku diperintahkan agar bersujud namun aku membangkang dan beroleh neraka sebagai hukumannya." (HR. Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah)

Bacaan dalam sujud tilawah :
"Sajada wajhi lilladzii khalaaqahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu bi haulihi wa quwwatihi - Aku sujud kepada Dzat (Allah) yang telah menciptakan diriku, Tuhan yang membukakan pendengaran dan penglihatan, dengan daya dan kekuatan-Nya".

4) Penyelamat dari neraka
Dalam satu hadist panjang dari Said bin Musayyah dan Atha' bin Yazid, dari Abu Hurairah RA disabdakan oleh Nabi SAW bahwa kelak bagi para penghuni neraka, apabila Allah menghendaki untuk memberi rahmat kepada mereka, maka Allah menyuruh malaikat untuk mengeluarkan orang-orang yang menyembah Allah. Maka mereka dikeluarkan dan dikenal oleh para malaikat dengan bekas-bekas sujud, karena Allah mengharamkan atas mereka dari memakan bekas sujud, lalu mereka pun keluar dari neraka. Setiap anak Adam termakan oleh api neraka, kecuali bekas-bekas sujud (HR. Bukhari).

Sujud Yang Sempurna
Agar gerak sujud memberi hikmah sesuai keterangan di atas maka hendaklah sujud dilakukan secara sempurna, yaitu antara lain sbb :

1) Dengan tujuh anggota badan.
Sujud yang sempurna adalah yang menggunakan 7 (tujuh) anggota badannya selain dahi untuk bersujud seperti yang ditunjukkan oleh Nabi SAW :"Aku diperintah untuk sujud atas tujuh anggota selain dahi", dan Beliau menunjuk dengan tangan terhadap hidungnya, dua tangan, dua lutut dan ujung-ujung dua telapak kaki dan kami tidak mengumpulkan pakaian dan rambut.” (HR. Bukhari)

2) Rasa Ta’zhim, tadharru’, khauf dan raja’ kepada Allah SWT.
Memperbanyak sujud (Berarti juga banyak sholat) yang dilakukan dengan penuh rasa ta'zhim, tadharru', khauf (takut) serta penuh harapan (raja') kepada Allah SWT maka akan sempurnalah sholat dan akan terbinalah akhlak diri sebagai seorang muslim sejati yaitu yang ber-sikap rendah hati (tawadhu').
Rasulullah SAW bersabda : "Sholat itu tidak lain adalah menunjukkan kemiskinan, kerendahhatian (tawadhu'), kerawanan kalbu (tadharru'), keluhan jiwa dan penyesalan mendalam, seraya meletakkan kedua tangan (bersujud) dan membisikkan : "Ya Allah, Ya Allah". Maka barangsiapa tidak melakukannya, sholatnya itu tidak sempurna." (HR. Tirmidzi, Annasaa-i).

3) Jangan membaca ayat Al Qur’an.
Sesuai sabda Rasulullah SAW :"Aku dilarang membaca Al Qur'an ketika sedang ruku' dan sujud. Maka di waktu ruku', agungkanlah nama Allah SWT dan di waktu sujud berupayalah sungguh-sungguh untuk berdo'a, sebab do'amu itu lebih cepat untuk dikabulkan." (HR. Mus-lim)

4) Membaca tasbih
Membaca tasbih ketika dalam sujud sesuai yang diajarkan Rasulullah SAW sbb :
"Subhaana Rabbiyal a'laa - Maha Suci Tuhanku, Yang Maha Tinggi." (HR. Ahmad dan Muslim)
dan juga membaca : "Subhaanaka Allaahumma Rabbanaa wa bihamdika Allahummaghfirli - Maha Suci Engkau, wahai Allah, Tuhan kami, dan dengan puji-Mu, wahai Allah, ampunilah aku." (HR. Bukhari)

Balasan Bagi Yang Ingkar
Makhluk hamba Allah yang pertama kali ingkar adalah Iblis seperti yang dikisahkan dalam Al Qur’an : "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam". Maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan ia adalah termasuk golongan yang kafir." (Al Baqarah : 34)
sehingga Allah SWT mengusir Iblis yang sombong dengan firman-Nya : “Allah berfirman, "Keluarlah engkau dari surga sebagai orang terhina lagi terusir. Sungguh barangsiapa di antara mereka mengikutimu, niscaya Aku akan penuhi jahanam dengan kamu semuanya." (Al A'raaf : 18)
Iblis mendapat perintah untuk sujud baru sekali saja tetapi ia membangkang perintah itu sehingga mendapat hukuman diusir dari surga dengan terhina; maka bagaimana pula bagi yang diperintah sujud (sholat) wajib dalam sehari semalam sebanyak 34 kali sujud dan kemudian sering meninggalkannya?, tentu lebih dari itu azab yang akan diterima kelak. Naudzu billahi min dzalik, semoga kita tidak termasuk pada golongan mereka yang ingkar. Amien.

Waladzikrullahi Akbar.

Jumat, 28 Rabiul Akhir 1419 H - 21 Agustus 1998

ISTIGHFAR - Membersihkan Hati Dari Dosa

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman, Artinya: "Dan hendaklah kamu memohon ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubat kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kesenangan yang baik kepada kamu sampai ajal yang ditentukan. Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang mempunyai kebaikan. Dan jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)". (Huud : 3)
Istighfar

Dalam tubuh setiap manusia ada satu benda yang bernama hati. Yang dimaksud dengan hati disini adalah hati yang berkaitan dengan perasaan manusia, kalbu (qalb). Hati inilah yang kadang-kadang mengendalikan segala tingkah laku manusia. Sehingga bila ada orang yang telah bertindak di luar batas maka dia akan disebut “orang yang tidak punya hati”. Sedangkan orang yang tidak dapat melampiaskan marah kepada orang yang dianggapnya lemah maka dia akan mengatakan “tidak sampai hati”.

Perasaan hati ini, yang selalu dikenal dalam bentuk emosi, memegang peran besar dalam hidup manusia misalnya dalam suatu proses pengambilan keputusan, menentukan satu pilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan yang ada. Walaupun rasio (akal) sudah mengatakan “ya”, tetapi bila hati belum maka pilihan tetap belum dijatuhkan.
Perasaan hati atau emosi ini yang paling sering terbuai olehnya adalah para kaum wanita. Wanita lebih sering menggunakan perasaannya dalam kehidupan sehari-harinya. Mereka mudah iba hati atau lemah hati. Itulah sebabnya dalam hukum Islam bila akan mengambil wanita sebagai saksi dalam suatu perkara maka harus dua, artinya satu saksi laki-laki adalah setara dengan dua saksi wanita. Dalam satu hadits riwayat Abdullah bin Umar ra.: Dari Rasulullah saw. beliau bersabda : “Wahai kaum wanita! Bersedekahlah kalian dan perbanyaklah istighfar (memohon ampun). Karena, aku melihat kalian lebih banyak menjadi penghuni neraka.” Seorang wanita yang cukup pintar di antara mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, kenapa kaum wanita yang lebih banyak menjadi penghuni neraka?” Rasulullah saw. menjawab: “Kalian banyak mengutuk dan mengingkari kebaikan suami. Aku tidak melihat kekurangan akal dan agama yang lebih menguasai pemilik akal daripada kalian.” Wanita itu bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, apakah kekurangan akal dan agama itu?”. Rasulullah saw. menjawab: “Yang dimaksud dengan kurang pada akal adalah karena dua orang saksi wanita sama dengan seorang saksi pria. Ini adalah kekurangan akal. Wanita menghabisi waktu malam-nya tanpa mengerjakan shalat dan tidak puasa di bulan Ramadlan (ka-rena haidh), ini adalah kekurangan pada agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perasaan hati (kalbu) atau dalam bahasa Arab disebut qalb yang mana juga berarti “tidak tetap”, adalah sesuai namanya suka tidak tetap, suka berbolak-balik. Sebentar begini, sebentar begitu tergantung sua-sana hati orang tersebut pada sa’at itu. Kalau yang keterlaluan maka dia akan disebut “orang yang tidak punya pendirian”. Karena hati itu mempunyai sifat tidak tetap atau mudah berubah-ubah maka diapun dapat pula menjadi rusak.

Tahapan Rusaknya Hati.
Bagaimana tahap rusaknya hati? Diriwayatkan Nabi SAW bersabda : "Seorang mukmin, apabila berbuat suatu dosa, akan tampak suatu titik hitam di hatinya. Maka jika ia bertobat dan beristighfar, hatinyapun menjadi bersih kembali. Tetapi jika ia menambah perbuatan dosanya, titik-titik hitam itupun makin bertambah, sedemikian sehingga meliputi seluruh hatinya. Dan itulah kotoran dan kenistaan yang menutupi hati, sebagaimana disebutkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya : "Kallaa bal raana 'alaa quluubihim maa kaanuu yaksibuun – Sebenarnyalah apa-apa (dosa-dosa) yang mereka lakukan itu menutupi hati mereka (Al Muthaffifiin : 14)". (HR. Tirmidzi)

Dengan demikian rusaknya hati itu adalah akibat dosa yang diperbuat sbb :
1) Setiap kali seseorang berbuat dosa maka ternodalah permukaan hatinya dengan titik hitam.
2) Bila semakin sering berbuat dosa maka akan semakin besar pula noda itu menutup hati.
3) Bila sudah semua tertutup maka noda itu akan melapisi bagian yang sudah tertutup sehingga lapisannya lebih tebal.
4) Demikian seterusnya semakin berbuat dosa maka semakin tebal pula lapisan noda itu menutup hati.
5) Bila semakin tebal noda yang menutup hati maka akan semakin sulit dia mendapatkan petunjuk.
6) Selanjutnya kalau hati sudah tidak pernah mendapat petunjuk/pengajaran maka hati itu menjadi beku dan keras. Ciri orang yang hatinya beku dan keras ialah bila diberitahu bahwa dia salah atau tidak benar ataupun diajak untuk berbuat kebaikan maka dia akan marah karena dia merasa sudah benar. Hati yang beku dan keras menandakan hati itu telah rusak dan jika ia rusak maka rusak pula tubuh orang itu.

Dengan demikian hati ini memegang peran penting dalam jalan kehidupan seseorang, itulah sebab-nya Nabi SAW telah bersabda : “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal daging, yang jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh itu, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ketahuilah, itulah hati”. (Dalam An Nashaaih ad-dini-yah wal-washaaya al-imaaniyah)

Kalau hati telah tertutup, dan segala petunjuk kebaikan tidak dapat diterima lagi, maka bagi mereka adalah azab yang sangat berat, sesuai firman Allah SWT :
"Allah telah menutup hati dan pendengaran mereka, dan pada penglihatan mereka ada penutup; dan bagi mereka azab yang berat". (Al Baqarah : 7)

Membersihkan Hati.
Adakah cara atau alat pembersih hati dari noda yang tebal, berkarat ataupun yang masih tipis, sedikit? Sesuai hadist di atas (HR. Tirmidzi) Rasulullah memberi petunjuk agar seseorang itu menggerakkan lidah dan hatinya untuk beristighfar, mohon ampunan dari Allah SWT : "Maka jika ia bertobat dan beristighfar, hatinyapun menjadi bersih kembali ". (HR. Tirmidzi)

Selalu tetap tiap hari yang dilaluinya memohon ampunan kepada Allah karena Nabi SAW yang maksum (terlindung dari perbuatan dosa) sekalipun tetap melakukannya :
"Demi Allah, aku suka beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam satu hari lebih dari 70 kali". (HR. Bukhari)

Kita ketahui bahwa Iblis adalah makhluk pertama yang berbuat dosa, tidak ta'at pada perintah Allah untuk sujud menghormati Adam as; karena sombong, merasa lebih tinggi derajatnya. Lalu bani Adam diancam akan disesatkannya dengan segala macam cara (Al A'raaf : 11-25). Namun Allah berfirman bahwa ampunan-Nya bagi manusia yang terhasut tidak akan berhenti selama bani Adam mau taubat, beristighfar demikian sabda Rasulullah SAW : "Iblis berkata kepada Robbnya, "Dengan keagungan dan kebesaran-Mu aku tidak akan berhenti menyesatkan bani Adam selama mereka masih bernyawa." Lalu Allah berfirman : "Dengan keagungan dan kebesaran-Ku, Aku tidak akan berhenti mengampuni mereka selama mereka beristighfar." (HR. Ahmad)

Manfa’at Istighfar.
Di samping sebagai pembersih hati mendapat ampunan maka istighfar itu bagi orang Muslim mempunyai manfa’at lain, yaitu :

1. Mendapat pertolongan bila dalam kesulitan.
2. Memperoleh rezeki dari arah yang tidak pernah diduga-duga. Demikian sabda Rasulullah SAW : "Barangsiapa yang memperbanyak istighfar maka Allah akan membebaskannya dari kedukaan dan mem berinya jalan keluar bagi kesempitannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak diduga-duganya". (HR. Abu Dawud)

3. Istighfar, mohon ampun dapat juga dilakukan sebagai hadiah bagi orang-orang yang sudah mati, demikian diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda : "Seorang mayit dalam kuburnya seperti orang tenggelam yang sedang minta pertolongan. Dia menanti-nanti doa ayah, ibu, anak dan kawan yang terpercaya. Apabila doa itu sampai kepadanya baginya lebih disukai dari dunia berikut segala isinya. Dan sesungguhnya Allah 'Azza wajalla menyampaikan doa penghuni dunia untuk ahli kubur sebesar gunung-gunung. Adapun hadiah orang-orang yang hidup kepada orang-orang mati ialah mohon istighfar kepada Allah untuk mereka dan bersedekah atas nama mereka". (HR. Ad Dailami)

Menjadi penghuni surga.
Dalam suatu riwayat Rasulullah SAW mengajarkan do'a sayidul istighfar :
"Allahumma anta rabbiy laa ilaaha illa anta khalaqtaniy wa anaa 'abduka wa anaa 'alaa 'ahdika wa wa'dika mastatha'tu abuu-u laka bi ni'matika 'alayya wa abuu-u bi dzanbiy faghfirliy fa innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta"

"Ya Allah, Engkaulah Robbku, tiada Tuhan kecuali Engkau. Engkau Penciptaku dan aku hamba-Mu yang tetap dalam kesetiaan dan janjiku sepanjang kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu, dari keburukan apa yang aku perbuat. Aku mengakui-Mu dengan nikmat yang Engkau limpahkan kepadaku dan aku mengakui dosaku. Karena itu, ampunilah aku, sebab tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain Engkau."

Kemudian Nabi SAW bersabda : "Barangsiapa mengucapkan do'a itu dengan penuh keyakinan pada siang hari dan ternyata wafat pada hari itu sebelum senja maka dia tergolong penghuni surga. Barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dengan penuh keyakinan dan wafat sebelum subuh maka dia tergolong penghuni surga pula". (HR. Bukhari)

Demikian, semoga bermanfa’at dan mudah-mudahan Allah mengampuni dosa dan memudahkan rezeki di masa sulit ini. Amien.

Jumat, 4 Jumadil Akhir 1419 H - 25 September 1998

SURGA - Di Bawah Telapak Kaki Ibu

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman, Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”. (Luqman : 14)

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa di zaman Rasulullah SAW ada sahabat bernama Alqamah yang rajin beribadah. Puasanya, shalatnya dan shadaqahnya semuanya baik. Pada suatu ketika Alqamah jatuh sakit dan kian hari penyakitnya semakin parah. Kemudian istrinya mengutus seseorang supaya memberitahu Nabi Muhammad SAW. Kata pembawa pesan : “Bahwa suamiku, Alqamah dalam keadaan naza’ (sekarat). Aku menghendaki supaya Rasulullah berkenan menuntunnya membaca syahadat”. Maka Rasulullah SAW mengirim Ammar, Bilal dan Shuhaib ke rumahnya. Ketiga sahabat itu dipesan Beliau supaya menuntun Alqamah membaca kalimah syahadat.

Sampai di rumah, mereka jumpai Alqamah dalam keadaan naza’. Mereka segera menalqin Alqamah menuntun bacaan kalimat Laa ilaaha illallaah. Mereka terkejut, karena lisan Alqamah terkunci tidak bisa digunakan membaca kalimat tauhid itu. Maka mereka memutuskan untuk memberitahu Rasulullah SAW perihal keadaan Alqamah. Kata Rasulullah SAW : “Apakah salah satu orangtuanya ada yang masih hidup?”. Jawab seorang sahabat : “Ya, masih ada. Yaitu ibunya, tetapi usianya sudah lanjut”.
Rasulullah SAW segera mengutus sahabat untuk menjumpainya. Kata utusan itu : “Jika ibu masih sanggup berjalan menjumpai Rasulullah SAW, diminta oleh Beliau segera menghadap. Tetapi kalau tidak sanggup, Beliau yang akan datang menjumpainya sendiri. Karena putera ibu, Alqamah dalam keadaan kritis”. “Oh, aku”, kata ibu Alqamah, “Aku sendiri yang berhak menghadap Beliau”. Lalu ibu Alqamah dipapah bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan dengan bantuan tongkatnya untuk menghadap Nabi.

Sampai di hadapan Beliau, ia segera menyampaikan salam. Rasulullah SAW menjawabnya dan dilanjutkan dengan pertanyaan : “Ibu Alqamah, aku minta jawabanmu secara jujur. Kalau tidak niscaya wahyu Allah akan segera turun. Sebenarnya bagaimana keadaan puteramu?”. “Wahai, Rasulullah, sesungguhnya Alqamah itu anak yang rajin shalat, suka berpuasa dan gemar bersedekah”, jawab ibu Alqamah. “Bagaimana hubunganmu bersamanya?”, tanya Rasulullah SAW. Jawabnya : “Sungguh, aku sangat murka kepadanya, wahai Rasulullah”. “Kenapa begitu?”, kata Beliau. Ibu Alqamah menjawab : “Semua itu hanya disebabkan satu masalah. Ia lebih memanjakan isterinya, dan mendurhakaiku”.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya kemurkaan Ibu dari Alqamah ini yang menyebabkan lisan Alqamah terkunci tidak bisa digunakan membaca syahadat”. Lalu kata Beliau : “Bilal, sekarang pergilah kamu cari kayu bakar sebanyak-banyaknya supaya aku bisa membakar dengan api”. “Wahai Rasulullah?”, kata ibu Alqamah, “Anakku dan buah hatiku akan engkau bakar dengan api di hadapanku? Maka bagaimana berat perasaan hatiku?”.

Rasulullah SAW lalu bersabda kepadanya : “Wahai Ibu Alqamah, sesungguhnya siksaan Allah kelak jauh lebih berat dan lebih kekal. Kalau kamu suka Allah berkenan memberi ampunan kepadanya maka ridlakanlah kesalahannya. Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, sungguh ibadah shalatnya, puasanya dan sedekahnya tidak akan berguna, selama kamu masih murka kepadanya”. Kemudian ibu Alqamah mengangkat kedua tangannya dan berkata : “Wahai Rasulullah, sekarang aku bersaksi kepada Allah, para malaikat-Nya dan kepada kaum muslimin yang hadir di tempat ini, sesungguhnya mulai sekarang aku telah meridlai puteraku Alqamah”.

“Bilal”, kata Rasulullah SAW, “Pergilah ke rumah Alqamah. Coba perhatikan dia, apakah mampu membaca Laa ilaaha illallaah atau tidak. Barangkali Ibu Alqamah tidak berbicara sepenuh hatinya lantaran merasa malu kepadaku”. Bilal segera berangkat. Sampai di depan pintu tiba-tiba ia mendengar Alqamah telah bisa mengucapkan Laa ilaaha illallaah. Bilal segera masuk, dan katanya : “Para hadirin semua, sesungguhnya kemarahan ibu Alqamah itulah yang menyebabkan lisannya terkunci tidak sanggup membaca Laa ilaaha illallaah, dan keridlaannya itu pula yang telah mengembalikan lisannya mampu digunakan membaca kalimat itu”. Habis membaca kalimat tauhid, Alqamah menemui ajalnya di hari itu juga.

Rasulullah SAW berkesempatan hadir berta’ziyah. Beliau memerintahkan para sahabat segera merawat jenazahnya, memandikan, mengkafani dan menyalatinya. Beliau ikut pula mengantar jenazahnya, hingga saat acara pemakaman. Menjelang pemakaman Rasulullah SAW menyampaikan pesan-pesan dengan mengambil tempat berdiri di pinggir kuburnya :
“Wahai kaum Muhajirin dan Anshar, barangsiapa melebihkan (lebih mengutamakan) isterinya daripada ibunya, maka ia berhak menerima laknat Allah, laknat para malaikat dan laknat semua manusia. Allah tidak menerima murni (amalnya) dan tebusan daripadanya, kecuali jika ia bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, berbuat baik kepada ibunya dan berusaha memperoleh keridlaannya, karena keridlaan Allah tergantung pada keridlaan ibunya, dan kemurkaan Allah tergantung pada kemurkaan ibunya”. (Irsyadul Ibad & Tanbihul Ghafilin)

Hari Ibu.
Kisah Alqamah di atas menunjukkan betapa seseorang itu walaupun dia berkuasa, kaya raya tidaklah boleh melupakan dan bahkan menyakiti hati ibu bapaknya. Kita umat Islam Indonesia termasuk beruntung karena memiliki suatu hari untuk memperingati Hari Ibu. Dengan peringatan Hari Ibu ini kita dapat mengevaluasi amal kita yang berkaitan dengan ibu yang telah melahirkan, mengasuh dan membesarkan dengan susah payah.

Sudahkah kita berbuat baik kepada kedua orang ibu bapak; terutama kepada ibu sesuai ajaran Islam? Janganlah di antara kita ada yang terpolusi dengan budaya Barat, yang tega hatinya menempatkan kedua orang tuanya di panti jompo, padahal Allah SWT telah memberi kemampuan (dalam bentuk harta, waktu, tenaga dsbnya) untuk merawat mereka. Islam mengajarkan agar orangtua hendaklah didampingi (berada dalam pengawasan dan perawatan) sa’at mereka sudah berusia lanjut,
Firman Allah SWT, Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Allah, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu kecil”. (Al Israa’ : 23-24)

Bagi kita umat Islam memperingati Hari Ibu tidak terbatas pada tanggal 22 Desember itu saja, tetapi setiap sa’at karena jasa ibu tidak dapat dinilai dengan suatu benda apapun didunia ini. Diriwayatkan ada hadits menyatakan bahwa walaupun ibu di bawa beribadah haji dengan menggendongnya semua itu belum dapat membayar jasanya. Jadi jangan sakiti mereka, walau beda aqidah sekalipun. Selagi hidup berbuat baiklah kepada ibu karena surga itu di bawah telapak kaki ibu (HR. Ibnu Majah, Nasa’I).
Itulah pula sebabnya di dalam suatu hadits dinyatakan bahwa kedudukan ibu itu tiga tingkat di atas bapak (HR. Bukhari, Muslim).

Bila orangtua sudah jompo dan perlu bantuan, jangan merasa malas, bermuka masam dalam melayani orangtua. Ingatlah bahwa keduanya telah berupaya membesarkan kita dengan susah payah. Hendaklah bersikap sopan dan santun, berbicara lemah lembut serta mendo’akan keduanya, terutama setelah selesai sholat.
Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa Jibril as berkata kepada Rasulullah SAW bahwasanya termasuk merugi orang yang berkesempatan hidup bersama orangtuanya tetapi dia tidak sampai bisa masuk ke surga (HR. Ahmad). Bahkan dalam suatu riwayat lain dinyatakan bahwa durhaka kepada keduanya akan disegerakan azab siksanya di dunia sewaktu masih hidup. (HR. Al Hakim)

Apabila ibu dan bapak telah tiada bagaimana cara berbuat baik kepada mereka? Dalam suatu hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Do’akanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka berdua, penuhilah janjinya, sambunglah silaturrahim yang tidak bisa disambung kecuali dengan mengatasnamakan mereka, dan teman mereka berdua”. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah).

Firman Allah SWT, Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (Al Ahqaaf : 15)

Apakah ganjaran yang akan diberikan kepada orang-orang yang telah berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya? Dalam ayat selanjutnya Allah SWT berfirman, Artinya :
“Mereka itulah orang-orang yang Kami terima sebaik-baik apa yang mereka telah kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, termasuk penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka". (Al Ahqaaf : 15)

Kalau ibu sudah tiada adakah yang mampu menggantikan posisi ibu untuk tempat kita berbakti? Dalam suatu riwayat dijelaskan : “Seseorang lelaki datang menghadap Nabi Muhammad SAW seraya berkata : “Aku telah melakukan dosa besar. Apakah masih ada jalan taubat bagiku?”. Jawab Nabi SAW : “Apakah kau masih mempunyai ibu?”. Ia menjawab : “Tidak”. Nabi bersabda : “Apakah kau masih mempunyai bibi (adiknya ibu)?”. Ia menjawab : “Ya”. Nabi SAW bersabda : “Kalau begitu berbaktilah kepadanya”. (HR. Turmudzi, Ibnu Hibban, Al Hakim)

Demikianlah semoga ada manfa’atnya bagi kita semua dalam rangka memperingati Hari Ibu.

Jum'at, 19 Sya’ban 1418 H - 19 Desember 1997

ISLAM - Menentang Komunisme

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman,Artinya : “Mengapa mereka yang harus menentukan pembagian rahmat Tuhanmu, padahal Kamilah yang berwenang membagi-bagikan karunia di antara mereka dalam hidup ini. Dan Kami pula yang berwenang mengangkat sebagian mereka di atas yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain dalam rangka saling membutuhkan (membantu). Namun rahmat Tuhanmu lebih berharga dari harta yang mereka kumpulkan”. (Az Zukhruf : 32)

Media massa pada hari Jumat 3 Oktober memberitakan kegiatan Presiden Suharto di Malang di mana beliau telah menandaskan, perjuangan mengatasi kemiskinan merupakan masalah nyata yang sedang dihadapi oleh bangsa-bangsa yang sedang membangun. Mengusir kemiskinan merupakan medan juang kita yang sangat penting. Kita tidak mungkin merasakan kemakmuran dan keadilan jika di antara kita masih ada penduduk miskin. Kepala Negara mengutarakan hal tadi pada acara puncak Bulan Bakti Karang Taruna Tahun 1997 di Malang Kamis kemarin (2 Oktober 1997). (Business News, hal. 3, Jum’at, 3 Oktober 1997)

Memang benar kemiskinan harus diperangi karena Nabi SAW pernah bersabda bahwa kefakiran itu sangat dekat dengan kekafiran (HR. At Thabrani).

Ajaran Islam Bertentangan Dengan Komunisme.
Orang fakir itu dapat berubah menjadi kafir, menjadi orang yang tidak percaya kepada Allah (Atheis). Dan ini telah dibuktikan oleh munculnya orang-orang komunis yang atheis, yang berasal dari kaum miskin. Pada topic Kemiskinan Lahan Subur Komunisme, telah kita lihat hubungan antara faktor kemiskinan dengan komunisme, di mana komunisme itu timbul sebagai akibat dari sistem dalam suatu masyarakat yang timpang; gap atau jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin sangat besar dan bahkan yang kaya sangat berkuasa baik secara ekonomi maupun secara politik ketatanegaraan sehingga melakukan penindasan (eksploitasi) kepada rakyat yang miskin. Meminjam istilah komunis, golongan kaya dan feodal disebut kaum borjuis dan yang miskin disebut kaum proletar. Penindasan oleh kaum borjuis tersebut menyebabkan kaum proletar bangkit dan melakukan revolusi besar-besaran (antara lain yaitu membantai orang-orang yang tidak setuju dengan perjuangan komunis) untuk mencapai cita-cita mereka mendirikan negara komunis.

Dalam tatanan negara atau masyarakat komunisme dikenal doktrin-doktrin (Yang pokok) yaitu :
(1) Penghapusan perbedaan kelas dalam masyarakat;
(2) Tidak ada harta milik pribadi, semua milik bersama;
(3) Agama/Tuhan itu candu yang merusak, jadi harus dilarang (Atheisme);
(4) Melakukan revolusi untuk mencapai tujuannya dengan menghalalkan segala cara (Misalnya : Agitasi, hasut; Tindak kekerasan seperti penculikan dan eksekusi tanpa pengadilan; Teror dan intimidasi) .

Tentu saja cara komunisme tersebut tidak sesuai dengan Islam karena ajaran Islam mengenal perbedaan kaya dengan miskin dalam kehidupan sosial masyarakatnya, tetapi tidak untuk saling tindas, melainkan untuk saling bantu, sesuai firman Allah SWT, Artinya : “Mengapa mereka yang harus menentukan pembagian rahmat Tuhanmu, padahal Kamilah yang berwenang membagi-bagikan karunia di antara mereka dalam hidup ini. Dan Kami pula yang berwenang mengangkat sebagian mereka di atas yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain dalam rangka saling membutuhkan (membantu). Namun rahmat Tuhanmu lebih berharga dari harta yang mereka kumpulkan”. (Az Zukhruf : 32)

Diriwayatkan Nabi SAW telah bersabda bahwa si kaya membantu melalui hartanya dan si miskin melalui keikhlasan dan do’anya (HR. Abu Dawud). Jadi Islam tidak melarang seseorang itu memiliki kekayaan pribadi, justru menganjurkan untuk amal shaleh yaitu hendaklah kekayaannya itu diperoleh dengan cara halal serta dikeluarkan pula dengan cara halal misal zakat, infaq dan sadaqoh kepada yang berhak.
Firman Allah SWT, Artinya : “Bukanlah kebaikan itu menghadapkan wajah kamu ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu adalah barangsiapa yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada para kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang (terlantar) dalam perjalanan, orang-orang yang meminta-minta, dan membebaskan perbudakan, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan orang-orang yang memenuhi janjinya bila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesengsaraan, penderitaan dan pada waktu peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Al Baqarah : 177)

Firman Allah SWT, Artinya : “Sedekah-sedekah itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, orang-orang yang mengurusnya, orang-orang yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang dalam perjalanan; merupakan suatu ketentuan dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (At Taubah : 60).

Kaya - Miskin itu Cobaan.
Dalam Islam perbedaan kaya dan miskin merupakan cobaan/ujian, baik bagi si kaya maupun bagi si miskin. Kekayaan itu cobaan dan kemiskinan itupun cobaan. Dengan cobaan-cobaan itu Allah menguji siapa yang paling bertaqwa.
Firman Allah SWT, Artinya : “Apakah mereka tidak memperhatikan (tidak mengetahui) bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya (sebagai ujian), dan Dia pula yang membatasinya (yang menyempitkannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya sebagai cobaan buatnya). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang percaya (pada tanda-tanda kekuasaan Allah itu)”. (Ar Ruum : 37)

Si kaya diuji melalui perolehan dan pengeluaran harta itu. Apakah dia dapat bersyukur dan sabar (menahan diri) dalam mengelola harta. Sabar dalam memperoleh, apakah secara halal atau haram. Kalau tidak sabar maka akan diperoleh secara haram. Sabar (menahan diri) dalam mengeluarkan harta, yaitu apakah cara halal atau cara haram. Kalau sabar, akan dikeluarkannya dengan cara halal, tidak mubazir, boros atau berlebih-lebihan dan mengeluarkan hartanya itu untuk membantu si miskin (sebagai salah satu tanda mensyukuri nikmat). Kalau dia syukuri nikmat itu maka dia tidak sombong dengan kekayaannya; karena semuanya dari Allah merupakan titipan untuk disampaikan kepada yang berhak.

Si miskin diuji melalui kemiskinannya. Apakah dia bersabar, tidak berburuk sangka kepada Allah bahkan sampai berpaling dari Allah menuju tuhan lain. Kalau sabar pada cobaan ini dan mengambil hikmah atas kejadian yang menimpa, misalnya dia berfikir bahwa kalau mendapat kekayaan mungkin akan dilaknat Allah karena menjadi orang pelit, sombong, kejam dan pemutus shilaturahmi; maka dia akan tetap bersyukur atas kemiskinan yang diberikan Allah kepadanya.

Memerangi Kemiskinan, Memerangi Komunisme.
Dengan demikian kebijakan Pemerintah memerangi kemiskinan ini sangat sesuai dengan ajaran Islam dan juga merupakan realisasi dari cita-cita pendiri bangsa yang telah dituangkan dalam falsafah negara Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 Kita umat Islam Indonesia sepakat bahwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta isi UUD 1945 itu sesuai dengan ajaran Islam. Apalagi ketiga-tiganya itu merupakan produk asli buatan pemuka bangsa Indonesia pada waktu itu (tahun 1945) yang notabene sebagian besar dari mereka yang memikirkan bentuk negara Indonesia yang akan dibangun itu adalah beragama Islam.
Oleh karena itu sebagai umat Islam yang taat pada ajaran Islam hendaklah kita turut mendukung program Pemerintah dalam memerangi kemiskinan, karena memerangi kemiskinan itu adalah juga memerangi komunisme atau mencegah timbulnya komunisme. Kita tidak dapat menghilangkan perbedaan antara si kaya dengan si miskin karena hal itu tidak sesuai dengan sunatullah. Yang kita perangi atau cegah adalah akibat dari perbedaan kelas itu (tentu saja dengan cara yang Islami), yaitu bagi yang kaya mengeluarkan infak, zakat dan sadaqohnya; seperti pada saat ini menolong orang yang menderita akibat musim kemarau panjang; yang kelaparan akibat tanaman bahan makanan yang kering seperti terjadi di Irian Jaya, Lombok dsbnya; menolong orang sakit akibat asap dari kebakaran hutan, ladang, perkebunan di pulau Sumatra dan Kalimantan.

Jangan kita membanggakan bahwa ajaran Islam itu paling mulia karena ada kewajiban untuk menolong orang lain; faqir miskin maupun yang terkena musibah; tetapi kita tetap berpangku tangan saja tanpa ambil action. Jangan pula kita berteriak marah kepada para rohaniawan, misionaris agama lain yang rajin dan ulet turun lebih dulu ke lokasi memberi bantuan; dan kemudian hari kita dengar berita bahwa sesudah kejadian itu mereka mentahbiskan sekian orang menjadi Nasrani. Dalam konteks hadist Nabi SAW tentang orang fakir dapat menjadi kafir, berlaku juga bagi mereka.
Kita harus malu pula karena saudara serumpun Melayu dari negeri jiran Malaysia telah datang memberi pertolongan, sedangkan kita masih diam-diam saja menonton peristiwa itu lewat tv seperti menikmati film cerita malam minggu saja.

Jum'at, 22 Jumadil Akhir 1418 H - 24 Oktober 1997

KEMISKINAN - Lahan Subur Komunisme

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman,Artinya : “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut (setan), maka perangilah pengikut-pengikut setan, sesungguhnya tipu daya setan adalah lemah”. (An Nisaa’ : 76)

Tiap akhir September tanpa bosan pemirsa tv disuguhi film tentang pemberontakan G30S/PKI di mana isinya menunjukkan kekejaman mereka dalam melakukan penculikan, penganiayaan dan pembunuhan beberapa perwira dan jenderal yang dikenal sebagai Tujuh Pahlawan Revolusi. Lokasi kejadian (Disebut Monumen Lubang Buaya, di daerah Pelabuhan Udara Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur), setiap tahun menjadi tempat acara Hari Kesaktian Pancasila seperti kita saksikan di tv.

Peringatan itu bermanfa’at.
Tayangan film dan upacara itu adalah cara yang baik dalam memperingati dan memberi peringatan terutama kepada generasi muda yang saat peristiwa itu terjadi belum lahir atau masih kecil belum tahu apa-apa. Efisien, efektif, sebab peringatan, memberi ingat melalui tv itu tepat menuju sasaran, langsung kepada pemirsa di rumah. Apalagi siaran TVRI itu disiarkan juga oleh tv swasta tanpa ada selingan iklan yang biasanya suka menyebalkan, pasti para pemirsa yang tidak punya parabola, tidak ada pilihan lain kecuali mendapatkan suatu peringatan bahwa PKI, atau apapun namanya, tidak patut diberi tempat di negara Pancasila ini. Memang sungguh benar firman Allah SWT :
Artinya : "Tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu berguna bagi orang-orang yang beriman". (Adz Dzaariyaat : 55)

Peringatan itu sangat berguna agar kita, terutama para generasi muda tidak terjebak lagi ke persoalan yang sama oleh orang-orang yang berfaham komunisme. Sejarah kita mencatat bahwa PKI telah 2 kali melakukan pemberontakan, yaitu pertama tahun 1948 ketika bangsa kita sedang sibuk berjuang melawan Belanda, mereka justru menusuk dari belakang. Kejadian ini dikenal dengan Peristiwa Madiun, di pimpin oleh Muso. Kemudian 30 September 1965 setelah didahului berbagai peristiwa berdarah yang dilakukan PKI dan antek-anteknya, mereka melakukan kudeta, mengambil alih kekuasaan dari Pemerintah RI yang sah dan lalu mendirikan Dewan Revolusi di pimpin Kol. Untung. Alhamdulillah, Puji syukur ke Hadlirat Allah SWT karena berkat pertolongan-Nya jualah melalui tangan dingin kepemimpinan Pak Harto dan ABRI serta seluruh rakyat Indonesia yang memang tidak ingin komunisme ada, maka gerakan pemberontak itu dapat dipatahkan dalam tempo sangat singkat.

Bahaya Laten Komunisme.
Pertanyaan yang perlu kita kaji, apakah bahaya komunisme sudah lenyap? Belum, masih ada bahaya latent, bahaya tersembunyi, yang mengintai, mengancam kita. Mereka terus berusaha dengan cara apa saja agar dapat mencari pengikut, bangkit, berkembang. Kita harus jeli karena istilah komunis pasti tidak akan dipakai, sebab akan langsung diganyang. Mereka akan muncul dengan nama lain, istilah baru, baju baru, wajah baru yang mana kalau kita tidak berhati-hati, akan tertipu dengan penampilan barunya. Itulah Neo-komunisme, komunisme baru, komunis modern yang perjuangannya menyesuaikan diri dengan zaman dan tempat di mana mereka hidup.

Mereka bergerak dengan mengatas namakan rakyat yang tertindas, mengatas namakan hak azasi manusia serta mengatas namakan demokrasi. Kalau diteliti doktrin-doktrin organisasinya, jelas mereka itu penganut komunisme. Dari sepak terjangnya yaitu membuat kerusuhan secara agitasi (menghasut), mobilisasi massa (menggerakkan) karyawan pabrik untuk melakukan mogok kerja dengan alasan upah rendah. Dari penyidikan petugas Kepolisian ternyata mereka juga menjalin hubungan dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) luar negeri dan LSM dalam negeri yang selalu tidak puas dan mengkritik apa-apa yang dilakukan Pemerintah kita. Sayang, mereka masih muda, tetapi terjerumus ke jalan dan cara yang salah. Kita tidak tahu siapa yang telah membawa dan mendidik mereka menjadi komunis.

Jadi, terbukti benar bahwa bahaya latent PKI itu terus ada dan membayangi kita terutama para generasi muda. Apalagi masih banyak orang-orang PKI eks pulau Buru yang kini telah dibebaskan dan membaur pada masyarakat. Di antara mereka pasti masih ada yang belum dan tidak tobat karena mereka adalah kader-kader PKI yang tidak mungkin kita ketahui kadar militansi dan loyalitas nya kepada partai (PKI). Mereka mempunyai pola, bergerak tanpa bentuk. Dulu populer sebutan PKI malam yang ibarat musang berbulu ayam, mereka bergaul dengan kita, ada di sekitar kita dengan mudah dengan tampilan yang aneka rupa; dengan cara halus mempengaruhi jalan fikiran kita. Mereka bisa saja seperti orang pada umumnya, ber profesi guru, dosen, pengusaha, pegawai, pejabat bahkan bisa sebagai da’i, ustadz. Mereka adalah pengikut syetan, iblis yang terus tanpa bosan dan lelah selalu berupaya menjerumuskan kita untuk menjadi pengikutnya.

Kita patut bersyukur karena untuk hal ini Pemerintah telah waspada, melalui litsus, penelitian khusus bagi setiap calon anggota parpol, anggota MPR/DPR dan juga bagi setiap calon pegawai negeri dan ABRI. Bagaimana swasta? Belum ada litsus. Berarti peluang mereka masih ada, walaupun tidak tertutup kemungkinan di pemerintahan dan ABRI serta parpol akan tetap dapat tersusupi; karena mereka dapat bergerak tanpa bentuk, sehingga sulit untuk dikenali.

Kita dapat melakukan identifikasi, mengenali mereka dari berita yang disampaikannya yaitu selalu bernada agitasi, menghasut. Kita harus hati-hati dalam menilainya karena cara mereka dalam melakukan agitasi itu sangat halus, hingga tanpa disadari kita telah terpengaruh olehnya dan tanpa disadari pula bahwa itu adalah agitasi mereka. Persis seperti pekerjaan syetan, iblis yang sangat halus. Jadi kalau ada orang (walaupun dia kyai terkenal sekalipun, apalagi cuma da’i tanggung) yang menyampaikan suatu informasi bersifat hasud, maka lebih baik hati-hati, teliti dulu, apakah berakibat baik atau buruk bagi diri kita sendiri maupun bagi kepentingan umat.
Sesuai firman Allah SWT , Artinya :“Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang membuat kamu menyesal atas perbuatanmu”. (Al Hujurat : 6)

Jangan terpengaruh dan kemudian kita sampaikan pula berita itu ke pihak lain. Apalagi kalau suara kita dipercaya umat. Keadaan dapat menjadi kacau dan rusuh. Justru situasi itu yang diinginkannya : KEKACAUAN. Pada sa’at itu orang yang telah datang menghasud kita akan menghilang dan tinggal kita yang terkena getahnya, berurusan dengan pihak keamanan. Kita dituduh menjadi biang kerok, pembuat onar, subversif dstnya.

Bagaimana & Dimana Komunisme Bisa Tumbuh?
Nabi SAW pernah bersabda bahwasanya kefakiran (kemiskinan) itu sangat dekat dengan kekufuran, menentang Allah. Sejarah menunjukkan bahwa berkembangnya komunisme di dunia dan juga di Indonesia adalah di lingkungan di mana perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin begitu besar dan sangat mencolok. Lihat komunisme Rusia (Bolsewik) pada masa Czar Nikolas dan di Tiongkok pada masa awal Republik Cina yang didirikan oleh Sun Yat Sen sesudah sekian ribu tahun rakyat Cina sengsara dibawah pemerintahan kerajaan-kerajaan. Akhirnya Cina terbagi dua, yang Nasionalis (Kuo Min Tang) lari ke Taiwan dan yang menang, Komunis tinggal di daratan Cina. Demikian juga Perancis saat peristiwa di Bastile, sehingga ada istilah borjuis di kalangan komunis dari kata bahasa Perancis yang menunjukkan kaum feodal dan orang kaya yang memeras rakyat. Si kaya bertindak semena-mena; yang miskin merasa tertindas tetapi tidak mampu mengatasinya. Di kalangan orang miskin tertindas inilah komunisme tumbuh subur. Mengapa? Faham komunisme menginginkan dihapusnya perbedaan kaya-miskin dengan cara membentuk suatu sistem masyarakat dimana sarana-sarana produksi dimiliki secara bersama (kolektif, komune) dan pembagian produksi dilakukan berdasarkan azas bahwa setiap anggota masyarakat dapat memperoleh hasil bagian sesuai dengan kebutuhan. Dengan kata lain komunisme tidak mengakui atau tidak membolehkan adanya harta milik pribadi. Semua milik bersama. Slogannya, sama rata-sama rasa. Itulah sebabnya faham ini mendapat sambutan hangat dari kaum miskin yang tertindas. Akibat dari kemiskinan itu timbul efek lain yaitu tidak ta’at kepada agama, malahan oleh Komunisme agama dianggap candu yang merusak pikiran. Itulah pula sebabnya mengapa pada masa jaya komunis di Rusia dan Cina, agama dilarang.
Jadi terbuktilah bahwa hadits Nabi SAW yang mengatakan : “Hampir saja kefakiran berubah menjadi kekufuran”. (HR. At Thabrani)

Akhir Zaman Komunisme.
Komunisme pada akhir abad ke 20 ini mulai runtuh karena sistem itu ternyata tidak dapat memenuhi keinginan kaum miskin. Lihat kehancuran komunisme di Polandia, Rusia dan negeri-negeri Balkan lain yang menjadi sputnik (satelit) nya Rusia. Mengapa? Nyatanya di bawah sistem komunisme, mereka tetap saja miskin dan bahkan lebih tertindas lagi. Teror dan intimidasi ada di mana-mana yang dilakukan oleh para penguasa yang ingin tetap mempertahankan kedudukan dan kekuasaannya; karena para penguasa itu mendapat fasilitas jauh lebih baik dari warga biasa.

Jum'at, 15 Jumadil Akhir 1418 H - 17 Oktober 1997

(Bersambung dengan tulisan : Islam Menentang Komunisme).

Selasa, 29 Juni 2010

RAHMAT ALLAH - Bagaimana Cara Meraihnya?

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman; Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (At Taubah : 71)

Sering kita dengar seorang pembicara dalam upacara pemakaman menyampaikan ucapan belasungkawa dengan kata-kata : “Semoga arwahnya mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT sesuai amal ibadahnya”.

Kelihatannya ucapan tersebut berisi do’a dan harapan buat si mayit agar Allah SWT melimpahkan pahala kepadanya sesuai amal ibadahnya semasa dia hidup di dunia. Kelihatannya ucapan yang berisi do’a itu baik bila dipandang dari susunan kata-katanya. Tetapi benarkah demikian bila ditinjau dari kandungan isinya? Mari kita kaji berdasarkan dalil-dalil dalam Al Qur’an dan Al Hadist.

Masuk Sorga Karena Rahmat Allah SWT.
Di dalam kitab Tanbihul Ghafilin dikisahkan ada suatu hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra bahwa Nabi SAW telah bersabda : “Karibku Jibril as baru saja datang kepadaku dan berkata : “Wahai Muhammad, demi Dzat yang mengutusmu sebagai nabi dengan benar, sesungguhnya ada salah seorang di antara hamba-hamba Allah yang beribadah kepada Allah Ta’ala selama 500 tahun di puncak suatu gunung yang lebar dan panjangnya 30 hasta dan dikelilingi oleh laut seluas 4.000 perjalanan, dari setiap penjuru Allah memancarkan sumber air segar (kepadanya) yang menggenang dari bawah gunung itu, dan (Allah juga mengaruniakan) pohon delima yang setiap hari mengeluarkan sebuah delima. Setiap waktu sore, ia turun untuk berwudhu’ dan memetik delima itu lantas memakannya kemudian mengerjakan shalat dan memohon kepada Tuhannya agar dicabut nyawanya dalam keadaan sujud serta memohon agar badannya tidak tersentuh oleh bumi yang lain sampai nanti dibangkitkan. Sewaktu ia sedang sujud, Allah mengabulkan permohonannya itu. Jibril as berkata : “Apabila kami melewatinya, baik sewaktu kami turun maupun naik, ia selalu tetap berada dalam keadaan yang sama, yakni dalam keadaan sujud”. Jibril as berkata : “Kami mendapatkan dalam ilmu bahwa dia nanti pada hari kiamat akan dibangkitkan lalu dihadapkan di hadapan Allah Ta’ala, lantas Allah Yang Maha Pemberkah lagi Maha Tinggi berfirman : “Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam sorga karena rahmat-Ku”. Orang itu menjawab : “Yang benar adalah karena amal-ku”. Allah Ta’ala lantas berfirman kepada malaikat-Nya : “Hitunglah hamba-Ku ini, (yakni antara) nikmat-Ku dengan amal perbuatannya”. Kemudian didapatkan bahwa nikmat penglihatan saja sudah meliputi ibadahnya selama 500 tahun, padahal masih banyak nikmat-nikmat tubuh yang lain, maka Allah berfirman : “Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam neraka”. Orang itu lalu ditarik ke dalam neraka; dan ia berkata : “Wahai Tuhanku, karena rahmat-Mu masukkanlah saya ke dalam sorga”. Allah lantas berfirman : “Kembalikanlah ia”. Kemudian ia dibawa di hadapan-Nya, lalu Allah bertanya : “Wahai hamba-Ku, siapakah yang menciptakan kamu dimana kamu tadinya tidak ada?”. Ia menjawab : “Engkau wahai Tuhanku”. Allah bertanya : “Siapakah yang menempatkan kamu di tengah-tengah kebun, mengeluarkan air tawar dari tengah-tengah air yang asin, siapakah yang mengeluarkan buah delima pada setiap malam dimana delima itu hanya keluar setahun sekali, dan kamu memohon kepada-Ku agar Aku mencabut nyawamu sewaktu kamu sedang sujud dan Aku telah melakukannya. Siapakah yang melakukan semua itu?”. Ia menjawab : “Engkau wahai Tuhanku”. Allah berfirman : “Itu semua adalah karena rahmat-Ku; dan karena rahmat-Ku pula Aku memasukkan kamu ke dalam sorga". Jibril as berkata : "Segala sesuatu itu adalah karena rahmat Allah".

Dari kisah di atas terlihat bahwa :
(a) Rahmat (nikmat) Allah itu tidak terhingga dan tak seorang hambapun mampu menghitungnya.
Allah SWT berfirman : “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah)”. (Ibrahiim : 34)

Amal ibadahnya seorang abid (ahli ibadah) selama 500 tahun sekalipun hanya setara dengan nikmat Allah berupa penglihatannya saja. Bagaimana pula dengan amal ibadah kita yang hanya mendapat jatah umur berkisar di antara 65-70 tahun saja (Bahkan ada yang lebih muda dan belum lagi dikurangi dengan masa sebelum akil baligh dan sa’at umur yang dihabiskan dengan sia-sia)?

(b) Yang memasukkan seseorang itu ke sorga bukanlah amal ibadahnya tetapi adalah rahmat Allah. Karena nikmat Allah itu tidak dapat diukur dan tidak dapat disamakan dengan amalan kita sesuai penjelasan pada point (a) di atas maka tentu kelak semua makhluk akan menghuni neraka. Tetapi berdasarkan Al Qur’an dan hadits diberitakan bahwa sebahagian dari hamba-hamba Allah ada yang dimasukkan ke surga. Mereka dimasukkan ke surga bukan karena amalannya tetapi karena rahmat Allah, sesuai firman-Nya : "Barangsiapa yang dijauhkan azab daripadanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata”. (An’aam : 16)

Dalam hadits riwayat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:“Setiap orang di antara kalian tidak bakal terselamatkan oleh amalnya. Seseorang bertanya: Apakah engkau juga tidak, wahai Rasulullah? Rasulullah saw. bersabda: Aku juga tidak. Hanya saja Allah melimpahiku dengan rahmat-Nya. Tetapi, berusahalah benar”. (HR. Bukhari, Muslim)

Dengan demikian kalau amal yang kita kerjakan tidak dapat menjamin kita masuk ke surga maka buat apa kita beramal?. Sesuai petunjuk Nabi SAW dalam hadist di atas maka beramal tetap harus dikerjakan terutama beramal (berusaha) yang benar yaitu benar dalam arti kata :
(1) Dikerjakan sesuai ajaran Islam;
(2) Dikerjakan dengan serius, tidak mudah berputus asa (istiqomah);
(3) Dikerjakan dengan sabar.
Karena berusaha yang benar itu adalah bagian dari usaha untuk meraih rahmat Allah.

Meraih Rahmat Allah.
Kalau surga diperoleh bukan karena perhitungan amal tetapi karena rahmat Allah, maka bagaimana caranya agar rahmat itu dapat diraih? Usaha apakah yang harus dilakukan (secara benar) oleh hamba Allah agar rahmat dapat diperoleh?

Dalam surah At Taubah ayat 71 di atas, disebutkan bahwa rahmat Allah akan diberikan kepada seorang hamba yang :
(1) Beriman. Iman berarti percaya. Terutama iman kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Firman Allah SWT : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah , maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An Nisaa’ : 46)
(2) Menjadi penolong kepada yang lain. Allah SWT berfirman : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa , dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Al Maidah : 2)
(3) Menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar. Allah SWT berfirman : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang ber-untung”. (Ali Imraan : 104)
(4) Mendirikan sembahyang. Allah SWT berfirman : “Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan ta`atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat”. (An Nuur : 56)
(5) Menunaikan zakat. (Lihat An Nuur : 56)
(6) Ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman : “Dan ta`atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat”. (Ali Imraan : 132) (Lihat An Nuur : 56)

Bagaimana dengan orang yang tidak mengamalkan seperti hal-hal di atas, apakah mereka dapat meraih rahmat (surga)? Insya Allah dapat, dengan syarat taubatan nashuha dan tidak berputus asa dari rahmat Allah, sesuai firman-Nya : “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Az Zumar : 53)

Dalam hadits, Nabi saw. bersabda: “Tatkala Allah menciptakan makhluk, Dia menulis dalam Kitab-Nya yang berada di sisi-Nya di atas Arsy: “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku”. (HR. Bukhari, Muslim)

Demikian semoga ada manfa’atnya dan mudah-mudahan Allah SWT mengampuni dosa kita, dosa kedua orangtua kita, serta melimpahkan rahmat-Nya pula kepada kita, baik di dunia maupun di akhirat. Amien.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 11 Jumadil Akhir 1419 H - 2 Oktober 1998

Senin, 28 Juni 2010

BULAN RAJAB - Asyhurul Hurum

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman ; Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (At Taubah : 36).

Pada sa’at ini kita sudah memasuki bulan Rajab, yaitu salah satu bulan dari empat bulan yang terhormat (asyhurul hurum). Para ulama, ahli tafsir sepakat bahwa pada surah At Taubah ayat 36 di atas yang dimaksud dengan empat bulan haram (arba’atun hurum) yang harus dihormati itu adalah bulan Rajab, Dzulkaedah, Dzulhijjah dan bulan Muharram.

Dikatakan bulan haram karena merupakan bulan agung dan mulia yang mana pahala amal ibadah di dalamnya akan dilipat gandakan serta pada bulan itu dilarang bagi umat Islam untuk menganiaya diri, seperti berperang. Selanjutnya dinyatakan pada ayat tersebut bahwa boleh memerangi dengan syarat : a) kaum musyrikin memerangi lebih dulu, dan b) cara memeranginya seperti yang dilakukan mereka.

Bid’ah Di Bulan Rajab.
Berkaitan dengan masalah menghormati bulan haram itu terutama bulan Rajab telah berkembang suatu bid’ah di sebagian kalangan ummat Islam, yang mana tidak hanya di Indonesia saja bahkan di seluruh negara yang banyak penduduknya menganut agama Islam. Bid’ah itu berkembang sejalan dengan adanya hadits-hadits munkar dan sangat lemah bahkan dianggap hadits maudhu’ atau dusta oleh banyak ulama. Dalam hadits-hadits yang dusta itu disebutkan bahwa seolah-olah bulan Rajab itu memiliki keutamaan. Sebagai contohnya yaitu satu “hadits” yang sering disampaikan oleh khatib dan mubaligh (yang belum mempelajari secara mendalam ilmu hadits), sbb :
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku”
Tidak jelas mengapa Rajab adalah bulan Allah dan tidak jelas pula mengapa Sya’ban adalah bulannya Nabi. Kalau dikatakan Ramadhan adalah bulan ummatku, juga ada kelemahannya karena amal puasa pada bulan Ramadhan itu tidak hanya bagi ummat Nabi saja tetapi juga berlaku bagi diri Nabi sendiri. Kalau Sya’ban dikatakan bulannya Nabi dan Nabi melakukan amal ibadah pada waktu itu maka sesuai sunnah Rasul hal itu juga berlaku bagi pengikut Nabi SAW. Itulah sebabnya banyak ulama menilai bahwa dari segi keilmiahan maupun dari segi agama, hadits di atas tidak ada nilainya. Hal ini dinyatakan oleh Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer nya.

Begitu pula dengan pendapat atau pernyataan bahwa sholat “begini” di bulan Rajab akan mendapat “ini” dan membaca dzikir tertentu sekian kali banyaknya akan mendapatkan pahala yang tidak terkira adalah suatu tindakan yang berlebih-lebihan dan penuh kedustaan. Pendapat ini muncul, kemungkinan berasal dari “hadits” di atas yang menyatakan bahwa Rajab adalah bulan Allah, sehingga pekerjaan “sholat Rajab” serta dzikir pada bulan itu seolah-olah akan mendapat pahala yang sangat besar dari Allah.

Mengenai “hadits” yang palsu ini dapat dilihat antara lain dalam kitab Durrotun Nashihin karangan Syeikh ‘Utsman Al-Khaubawy. Keraguan terhadap hadits yang dituliskan dalam kitab itu juga mempunyai alasan yang kuat karena setiap hadits yang disampaikan di dalamnya tidak dijelaskan siapa perawinya dan diterima dari Sahabat Nabi SAW yang mana atau siapa. Yang dicantumkan di belakang hadits-hadits yang terdapat dalam kitab itu selalu merupakan keterangan yang juga tidak jelas nara sumbernya. Karena meragukan maka tidak dapat dijadikan sebagai dalil dalam suatu urusan agama apalagi yang bersifat ibadah. Sabda Nabi SAW : “Barangsiapa yang berbicara dengan menggunakan suatu hadits yang ia tahu bahwa itu adalah dusta, maka ia termasuk salah seorang pembohong.” (HR. Muslim)

Mengenai bahayanya hadits-hadits palsu ini, banyak orang yang berpredikat ulama juga telah terjebak untuk mengutipnya dan menjadikannya dalil dalam dakwah-dakwah mereka. Bahkan Imam Al-Ghazali yang dikenal sebagai ulama terbesar dan mendapat julukan Hojatul Islam pun tidak luput pula dari hadits palsu ini, terutama dalam topik yang sedang dibahas ini. Hal ini dapat dilihat dalam kitab karangan beliau, Ihya ‘Ulumuddin pada Bab Shalat yang membicarakan masalah shalat Rajab atau disebut juga shalat Raghaib.

Kalau seorang ulama, imam besar saja tertipu dengan hadits palsu maka bagaimana pula dengan kita ummat yang dhoif ini. Oleh karena itu untuk kebaikan dan menjaga diri dari perbuatan bid’ah maka lebih baik jangan mempelajari kitab-kitab yang menyampaikan hadits tetapi tidak jelas perawi dan riwayatnya. Apalagi sampai mengamalkan isi kitab tersebut maka jelas amalan itu merupakan bid’ah dan tidak ada gunanya. Bahkan tertolak (tidak diterima); hanya membuang waktu dan tenaga saja, sesuai hadits Nabi SAW : “Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan kami (agama) ini, sesuatu yang bukan dari padanya, maka dia itu tertolak.” (HR. Bukhari, Muslim)

Sehubungan dengan upaya mencegah ummat dari hadits-hadits palsu yang menyesatkan dalam kitab-kitab sejenis Durrotun Nashihin tersebut, seorang ulama yaitu Sayid ‘Alawy bin Ahmad As-Saqof Asy-Syafi’i telah mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya membaca kitab seperti itu. (Fatwa tersebut di dalam kitab karangan beliau yang berjudul “Al-Fawaidul Makiyah”)

Puasa Rajab.
Bagaimana hukumnya puasa Rajab yang dilakukan oleh sebagian besar ummat Islam? Pada umumnya para ulama sepakat bahwa puasa Rajab hukumnya adalah sunnah. Bulan Rajab adalah bulan haram, dan puasa pada bulan haram adalah maqbul (diterima) dan mustahab (disukai) dalam keadaan apa-pun. Tetapi tidak terdapat riwayat dari Nabi SAW bahwa beliau berpuasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan. Dan puasa sunnah yang paling banyak beliau lakukan ialah pada bulan Sya’ban, tetapi itupun tidak sebulan penuh. Itulah sunnah Nabawiyah mengenai masalah ini, karena dalam bulan-bulan (selain Ramadhan) beliau biasa berpuasa dan berbuka, sebagaimana disebut dalam riwayat Aisyah : “Beliau sering berpuasa sehingga kami katakan beliau tidak pernah berbuka (tidak berpuasa), dan beliau juga sering berbuka sehingga kami katakan beliau tidak pernah berpuasa.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud)

Kalau demikian halnya, berkaitan dengan puasa Rajab ini bagaimana cara yang harus kita tempuh karena tidak ada satu keterangan yang menyebutkan harus berapa hari dan kapan waktunya, apakah di awal bulan atau di pertengahan? Agar tidak menyimpang dari puasa yang dilakukan oleh Nabi SAW, maka dapat dipilih dari sekian contoh puasa sunnah yang diberikan oleh Nabi SAW, yaitu : puasa Senin Kamis; puasa Nabi Daud as (yaitu sehari puasa sehari tidak); puasa putih (yaitu puasa tiga hari setiap bulan pada bulan terang atau setiap tgl. 13-15 bulan Hijriah), dll.

Penutup.
Ada beberapa hal yang perlu kita garis bawahi dari pengkajian mengenai amalan di bulan Rajab ini, yaitu :

(1) Masalah ibadah Rajab.
Ibadah seperti sholat dan puasa yang dilakukan pada bulan Rajab sebaiknya adalah yang sudah jelas tuntunannya dari Nabi SAW. Misalnya sholat tahajjud, witir, tasbih, dhuha dll; serta berdzikir dan puasa dengan cara yang diajarkan beliau pula. Jangan mengada-ada dalam hal ibadah karena jelas hal itu tidak ada gunanya. Amal ibadah sesuai tuntunan Nabi SAW tersebut bila dilakukan pada bulan biasapun (di luar bulan haram yang empat) akan mendapat balasan pahala dari Allah, apalagi bila dilakukan dalam bulan haram tentu lebih maqbul dan mustahab.

(2) Waspada terhadap kitab yang berisikan hadits palsu.
Untuk menghindar dari bahayanya hadits palsu maka teliti apakah hadits yang disampaikan dalam sebuah kitab itu jelas nara sumber-nya atau perawinya. Bila ragu-ragu maka dapat bertanya kepada ahli hadits atau ulama yang ahli dan atau membaca kitab yang memuat mengenai hadits-hadits palsu yang sekarang banyak disusun oleh para ulama ahli hadits.
Dalam hal ini kita perlu ekstra hati-hati sekali karena hadits maudlu’ atau palsu itu jumlahnya mencapai ribuan. Bila ingin mencari suatu dalil yang benar maka lebih aman mempelajari kitab-kitab hadits yang shahih seperti kitab susunan Imam Bukhari dan Muslim serta imam lain yang lima seperti Ibnu Majah, At-Tirmidzi, Malik, Abu Daud dan An-Nassai.

Demikianlah, semoga bermanfa’at bagi kita semua dalam upaya untuk meraih ridha Allah dengan cara mengisi hari-hari pada bulan Rajab melalui amal ibadah yang benar-benar berasal dari Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Amin.

Waladzikrullahi Akbar

Jum'at, 2 Rajab 1419 - 23 Oktober 1998

ANAK SALEH - Dambaan Orang Tua Muslim

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman, Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (At Thuur : 21)

Kalau kita ikuti berita-berita surat kabar atau media siar tv rasanya tiada hari tanpa tawuran pelajar atau mahasiswa. Bahkan tawuran tersebut bukan yang biasa lagi seperti layaknya kenakalan remaja tetapi merupakan tawuran berdarah yang telah menelan korban jiwa tidak sedikit. Korban telah jatuh, tetapi tawuran bukannya surut justru seolah-olah semakin memacu mereka untuk berbuat lebih banyak, lebih sering, lebih nekat sehingga semakin banyak pula anak-anak pelajar yang mati sia-sia. Sia-sia karena “perjuangan” mereka bukan atas dasar bela negara, bela agama atau membela orang-orang tertindas. Kematian mereka hanya mati konyol, tidak membuahkan kebaikan apapun, kecuali hanya penyesalan yang tidak ada gunanya bagi kedua orang tua. Memang, yang namanya penyesalan selalu saja datang terlambat ketika musibah sudah terjadi.

Tawuran pelajar kalau sudah menelan korban jiwa maka sudah merupakan tindak kriminal, tindak kejahatan yang harus diadili sesuai hukum berlaku. Tidak ada suatu alasanpun yang dapat mema’afkan tindakan mereka ataupun dapat melepaskan mereka dari sanksi hukum. Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman : “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (Al Israa’ : 33)

Agar tawuran tidak terulang, si pelaku jera dan yang lain tidak menirunya, maka hukum harus ditegakkan secara benar dan adil. Kebenaran hukum harus ditegakkan dan keadilan hukum harus ditegakkan pula kepada setiap orang yang terlibat.
Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Maaidah : 8) (Lihat juga surah An Nisaa’ : 135)

Kenakalan & Kejahatan Para Anak Remaja
Disebut kenakalan remaja bila hanya menjengkelkan hati orang misalnya seorang anak remaja putra suka usil (suka menggoda) anak remaja putri. Hal itu dianggap lumrah, biasa terjadi untuk anak remaja seusia mereka. Tetapi remaja sekarang sudah jauh melampaui remaja dulu yang lumrah itu karena mereka sudah cenderung merugikan orang lain, baik secara kebendaan maupun kejiwaan. Remaja sekarang berani melakukan tindakan kriminal seperti kejahatan merampas dan mencuri harta benda, menyakiti serta membunuh (bahkan orang tua sendiri), melakukan transaksi jual beli dan juga mengkonsumsi narkoba, melakukan hubungan seksual tanpa nikah dan juga perkosaan, dsbnya.

Mengapa bisa terjadi? Segala macam pendapat dikeluarkan orang untuk menjawab. Ada yang berkata karena kurang diberi pendidikan akhlak atau agama, baik di sekolah maupun di rumah. Ada yang mengatakan akibat kurang harmonis hubungan keluarga di rumah. Ada yang mengaitkannya dengan lingkungan yang kumuh, dengan masalah kemiskinan, dsbnya. Untuk jawaban yang tepat, kita telaah sabda Nabi SAW berikut : “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani maupun Majusi. Sebagaimana seekor ternak yang melahirkan seekor ternak tanpa cacat, apakah kamu mengira dia terpotong hidungnya misalnya?” (HR. Bukhari dan Muslim)

Teladan Orang Tua
Kesalahan terletak pada orang tuanya apabila ada anak yang bermasalah. Kesalahan utama adalah tidak mendidiknya dengan baik (terutama ilmu agama). Agama mengajarkan mana yang boleh (halal) dan yang tidak boleh (haram). Agamapun mengajarkan pula cara mendidik yang baik. Salah satu cara mendidik yang baik adalah dengan memberi teladan kepada si anak. Jangan bertentangan antara teori yang diajarkan dengan yang dipraktekkan sehari-hari. Misal orang tua mengatakan tidak boleh berdusta, tetapi si orang tua sendiri suka berdusta kepada anaknya; suka berjanji kepada anak tetapi tidak ditepati. Si ayah menyuruh anak mengerjakan sholat, tetapi dia sendiri tidak sholat. Itulah salah satu sebab mengapa ada anak yang tidak patuh kepada orang tua. Dan yang muncul kelak adalah anak bermasalah bukan anak saleh seperti yang diharapkan. Jadi anak bermasalah timbul dari orang tua bermasalah pula. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (Ash Shaaf : 2-3)

Amat besar kebencian di sisi Allah; maka akibat yang dirasakan oleh si orang tua semasa di dunia karena tidak menjadi teladan bagi anaknya adalah anak tidak patuh kepadanya, anak tidak menjadi anak saleh serta di akhirat nanti akan lebih berat lagi azab yang akan diterimanya.

Nabi SAW bersabda : “Pada hari kiamat didatangkan seorang laki-laki dan dilemparkan ke dalam neraka kemudian ususnya terburai. Kemudian dia mengitari usus itu bagai keledai mengitari batu penggilingan. Lalu penduduk neraka mengelilinginya seraya berkata : “Hai Fulan, mengapa kau jadi begitu? Bukankah dahulu kau suka menyuruh manusia mengerjakan kebaikan dan melarang manusia mengerjaklan kejahatan? Si Fulan menjawab : “Benar, dulu aku suka menyuruh manusia berbuat ma’ruf, tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya. Aku menyuruh manusia meninggalkan perbuatan jahat, tapi aku sendiri mengerjakannya.” (HR. Muslim)

Anak Yang Saleh
Orang tua selalu mendambakan agar anaknya menjadi anak saleh, menjadi anak yang patuh. Dalam ajaran Islam pengertian anak yang saleh adalah anak yang ta’at kepada perintah dan larangan Allah SWT, berbakti kepada kedua orang tua serta selalu berdo’a memohonkan ampun atas dosa-dosa kedua orang tua, baik selagi keduanya masih hidup ataupun sesudah keduanya meninggal dunia.

Allah SWT berfirman : “Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). “ (Al An’aam : 151)

Berbuat baik kepada ibu dan bapa adalah kewajiban kedua sesudah ketauhidan (mengesakan Allah Ta’ala). Berbuat baik kepada keduanya, antara lain yaitu tidak menyakiti hatinya, sesuai firman Allah SWT : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.“ (Al Israa’ : 23)

Walaupun kedua orang tua tersebut berlainan akidah (belum Islam), tidak ada sesuatu yang menghalangi untuk berbuat baik kepada mereka sesuai perintah Allah SWT : “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. “. (Luqman : 15)

Perbuatan baik kepada kedua orang tua tetap masih terus berlanjut walaupun keduanya sudah tiada, yaitu dengan cara mendo’akan dan memohonkan ampun atas dosa-dosanya. Do’a lah yang menjadi penghubung di antara orang-orang Muslim, antara anak dan orang tua dimanapun mereka berada. Allah SWT berfirman : “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (At Thuur : 21)
Arahkanlah pendidikan anak-anak agar mereka menjadi anak saleh, karena pahala amalan seseorang terputus sesudah meninggalnya, kecuali tiga hal yaitu pahala amal jariahnya, manfa’at ilmu yang diajarkannya dan do’a anak saleh.

Waladzikrullahi Akbar.

Jumat , 29 Jumadil Ula 1420 H - 10 September 1999

Selasa, 22 Juni 2010

MATI - Tiap Jiwa Akan Merasakan Pedihnya

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman ; artinya : "Tiap-tiap jiwa akan merasakan (pedihnya) mati dan sesungguhnya akan dipenuhi pahala kamu di hari kiamat. Maka barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasuk kan ke dalam surga maka sungguh dia telah menang. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan". (Aali 'Imraan : 185)

Minggu pagi, 31 Agustus 1997, dunia gempar lagi dengan berita sosok wanita Public Figure, seorang Lady, Princess of Wales dari negeri monarki Inggris yang aktif di l.k. 100 badan sosial tingkat dunia dan dikenal di sini dengan nama Putri Diana. Kegemparan kali ini karena kematiannya yang mengenaskan, dengan sang pacar mengalami kecelakaan di Paris saat kendaraan mereka dikejar-kejar oleh para paparazzi (juru foto). Kisahnya bermula mirip dongeng Cinderela, versi abad 20; menikah dengan Pangeran gagah. Lalu setelah menikmati masa-masa bahagia yang dikaruniai dua putra, disusul pula dengan kesedihan yang tiada putus berupa perselingkuhan. Kemudian mahligai perkawinanpun retak dan harus diakhiri dengan pisah, cerai. Dan klimaks dari rangkaian cerita itu, kejadian pada Minggu dinihari waktu Paris, kecelakaan, parah dan kematian. Tragis memang, tenar karena dibesar-besarkan media massa (Terutama oleh para paparazzi, yang berani ambil risiko untuk mendapat foto eksklusif tentangnya dan menjualnya ke media tabloid dengan harga tinggi) dan diakhiri pula karena ulah mereka.

Media-media elektronik dan cetak seakan tidak habis-habisnya memberitakan kejadian ini, sehingga rasa-rasanya seluruh pelosok dunia mengetahui; kecuali TKW, pramuwisma di rumah saya yang kebetulan baru datang dari desa. Itupun karena di sana dia tidak mendengar berita, tidak ada tv, tidak ada surat kabar. Kalaupun ada cuma radio murah ukuran saku yang digunakannya untuk menghibur diri mendengarkan musik dangdut yang mendayu. Setiap ada siaran berita dari RRI Pusat Jakarta yang di relay oleh semua RRI Daerah dan radio-radio swasta PRSSNI, radio kecilpun dimatikan, hemat batere, katanya. Maklum keuangan sedang susah. Harga-harga sudah beranjak naik, malahan ada barang yang hilang dari pasar. Bahkan yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari sekalipun - air - sudah lama tidak ada. Mereka harus berjalan berkilometer untuk hanya seember air. Kering ternyata datang juga melanda desanya di Banjarnegara; yang menurut para ahli cuaca adalah akibat badai El Nino di Asia.

Tidak Ada Yang Tahu Bilamana dan Dimana.
Tidak seorangpun menduga bahwa kematian Putri Diana akan terjadi seperti itu. Memang mati adalah rahasia Allah semata, yang tidak ada satu makhlukpun mengetahui, bilamana dan dimana terjadinya. Yang jelas diketahui adalah setiap jiwa pasti akan merasakan pedih nya mati. Bila telah tiba sa’atnya sesuai keputusan Allah SWT maka utusan-Nya Malaikatul Maut Izrail akan datang menjemput tepat pada waktu dan tempat yang telah ditentukan-Nya. Sembunyi di benteng tinggi dan kokoh, kuat sekali di manapun, mati pasti akan mengunjungi. Tidak ada penundaan dan tidak dapat ditunda lagi. Tidak ada negosiasi alias tawar menawar dan tidak pula ada keringanan. Besar kecil; tua muda; kaya miskin; yang terhormat atau yang hina dina; raja atau rakyat jelata; kalangan atas atau bawah; ulama atau awam; jendral atau kopral; semua sama, harus melalui proses mati. Yang tidak sama mungkin caranya, kejadiannya, tempat dan waktunya.

Demikian firman Allah SWT :

Artinya :"Sesungguhnya Allah di sisi-Nya ilmu (tentang) kiamat, dan Dia menurunkan hujan dan mengetahui apa-apa dalam rahim. Dan tiada seorang mengetahui apa yang akan dikerjakan besok dan tiada seorang mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti". (Luqmaan : 34)

Artinya :"Dan tiap-tiap umat mempunyai ajal maka apabila telah datang ajalnya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula dapat memajukannya". (Al A'raaf : 34)

Artinya :"Tiap-tiap jiwa akan merasakan (pedihnya) mati dan sesungguhnya akan dipenuhi pahala kamu di hari kiamat. Maka barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah menang. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan". (Aali 'Imraan : 185)

Artinya :“Tiap-tiap jiwa merasakan kematian. Dan Kami akan menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kami kamu dikembalikan”. (Al Ambiyaa’ : 35)

Artinya :“Di mana saja kamu berada, niscaya maut akan mendapatkan kamu walaupun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. Dan jika mereka memperoleh kebaikan mereka berkata, “ini dari sisi Allah.” Dan jika mereka ditimpa suatu bencana, mereka berkata, “Ini dari Engkau (Muhammad)”. Katakanlah, “Semuanya dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang (munafik) hampir-hampir tidak dapat memahami perkataan sedikitpun?”. (An Nisaa’ : 78)

Artinya :“Dan Dialah yang berkuasa di atas semua hamba-hamba-Nya, dan dikirimkan-Nya penjaga (malaikat yang mengawasi dan mencatat) untuk kamu, sehingga bilamana kematian datang (tiba) kepada salah seorang di antara kamu, utusan-utusan Kami itu mewafatkan nya dan mereka tidak lalai”. (Al An’aam : 61)

Artinya :“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian, kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan”. (Al ‘Ankabuut : 57)

Artinya :“Yang menciptakan kematian dan kehidupan supaya Dia menguji kamu siapakah yang lebih baik di antara kamu amalnya? Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. (Al Mulk : 2)

Artinya : “Katakanlah, bahwasanya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya ia akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kamu apa-apa yang telah kamu kerjakan”. (Al Jumuah : 8)

Proses Mati Sangat Pedih.
Setiap jiwa akan merasakan pedihnya mati dan kepedihannya itu bagi orang mukmin digambarkan oleh Rasulullah SAW dengan pedihnya menerima 300 pukulan pedang. Bagaimana pula kepedihan mati bagi mereka yang tidak termasuk kepada golongan mukmin, tentu lebih dahsyat. Wallahu a'lam.

Orang mukmin bagaimana yang tidak merasakan pedihnya mati? Dalam suatu hadits diriwayatkan : "Ketika Allah berkehendak mencabut roh seorang mukmin, maka didatangkanlah seorang petugas (malakul maut) dari arah mulutnya untuk mencabut rohnya, lalu keluar lah dzikir dan berkata : "Tiada jalan bagimu dari arah ini, sebab dzikir kepada Allah melintasi mulutnya". Kemudian kembalilah malakul maut kepada Tuhan dan berkata demikian, demikian. Jawab-Nya : "Cabutlah dari arah lainnya". Maka malakul maut hendak mencabut lewat tangannya, namun tangan orang mukmin itupun menolak, sebab ia selalu dipakai untuk mengulurkan sedekah, menyayang anak yatim, menulis ilmu pengetahuan dan mengangkat senjata/ pedang. Kemudian malakul maut hendak mencabut lewat kakinya, namun kaki juga menolak, alasannya kaki digunakan untuk berjalan menghadiri shalat berjama'ah, shalat Jum'at, shalat hari raya dan majelis-majelis ilmu. Kemudian malakul maut hendak mencabut lewat telinganya, namun telinga itupun menolak dengan alasan selalu dipakai mendengarkan bacaan Al Qur'an dan peringatan/ dzikir. Kemudian malakul maut hendak mencabut lewat matanya, namun matapun juga menolak, alasannya selalu dipakai meneliti, mempelajari dan melihat mushaf dan kitab-kitab. Akhirnya malakul mautpun menyerah dan mengadu kepada Allah, katanya : "Ya Tuhan, aku benar-benar dibuat tidak mampu menjawab argumentasi anggota-anggota tubuh orang mukmin, maka tunjukilah aku cara mencabut rohnya". Jawab-Nya : "Tulislah asma-Ku pada telapak tanganmu, dan perlihatkan pada rohnya, pasti ia bakal keluar dari mulutnya berkat mencintai asma-Ku setelah melihatnya". (Ket. : Karena terlalu asyik melihat asma Allah, maka roh tersebut lupa akan pedihnya mati, sehingga tidak merasakan sakit waktu naza' atau keluarnya roh). (Duratun Nasihin)

Kehidupan Dibalik Kematian.
Setiap jiwa pasti akan merasakan pedihnya mati; itulah sebabnya Islam mengajarkan bila saudara kita muslim meninggal hendaklah kita datang takziah, melayatnya dengan tujuan antara lain :
(1) Memetik ibrah, peringatan bahwa kitapun akan menyusulnya,
(2) Menghibur keluarga yang ditinggal dan membantu meringankan beban misalnya melunaskan hutang si mayit.

Memetik ibrah bahwa kitapun akan menyusul. Kemana? Surah ‘Aali Imraan ayat 185 tersebut di atas menyatakan, hanya ada dua tempat saja kehidupan dibalik kematian itu: surga dan neraka. Kalau ditanya, pilih mana? Pasti kita jawab surga, karena sesuai Al Qur’an dan Hadits itulah tempat sebaik-baiknya, sedangkan neraka adalah tempat seburuk-buruknya. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana caranya agar dapat masuk surga? Jawabannya hendaklah kita menjadi orang yang cerdik sesuai sabda Nabi : "Secerdik-cerdik manusia ialah yang terbanyak ingatannya kepada kematian serta yang terbanyak persiapannya untuk menghadapi kematian itu. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar cerdik dan mereka akan pergi ke alam baka dengan membawa kemuliaan dunia serta kemuliaan akhirat". (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Abiddunnya)

Apa yang harus dilakukan agar kita termasuk pada orang cerdik itu? Al Qur’anul Karim surah Al Mu’minuun ayat 57-61 memberi petunjuk ; Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang gentar karena takut kepada Tuhannya dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhannya, dan orang-orang yang tidak menyekutukan Tuhannya, dan orang-orang yang memberikan pemberiannya sedang hati mereka takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan nya, orang-orang inilah yang bersegera kepada kebaikan-kebaikan dan merekalah yang lebih dahulu memperolehnya". (Al Mu'minuun : 57 -61)

Marilah kita beramal saleh, bersegera kepada kebaikan-kebaikan sesuai petunjuk Al Qur’an dan Hadits agar kita termasuk golongan yang mendapat kemuliaan, hasanah di dunia dan hasanah di akhirat.

Jum'at, 24 Jumadil Awal 1418 H - 26 September 1997

Minggu, 20 Juni 2010

MIRAS - Membuat Hati Miris

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman ; Artinya : ”Hai orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib, adalah keji daripada perbuatan setan. Maka jauhilah agar kamu mendapat keuntungan. Hanya sesungguhnya setan itu bermaksud untuk menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu disebabkan (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan dari mengerjakan shalat, maka tidakkah kamu berhenti?”. (Al Maidah : 90-91)

Surat kabar harian terbitan Ibukota Bisnis Indonesia pada hari Sabtu, tgl. 26 Juli 1997 (hal. 7) yang lalu memberitakan tentang Suba Indah (Grup Hero) yang akan memproduksi kembali miras (minuman keras) dengan memakai merek/label dengan lisensi asing dan akan diedarkan untuk konsumsi dalam negeri, setelah selama 2 tahun mereka berhenti berproduksi. Masya Allah, bagaimana nanti keadaan anak-anak muda Indonesia karena pada umumnya merekalah pelanggan terbesar minuman ini? Sekarang saja keadaannya sudah membuat hati miris, ngeri, khawatir, karena banyak kejahatan itu dilakukan ketika si pelaku sedang dalam keadaan mabok. Apalagi kalau ditambahi lagi jumlahnya oleh konglomerat, pengusaha kuat di bidang retail (eceran) yang supermarket nya ada di mana-mana dan banyak dikunjungi orang.

Memang kita sempat ayem tentram, terhibur dengan berita di tv maupun surat kabar mengenai penyitaan dan penghancuran ribuan botol-botol berisi miras yang dilakukan petugas kepolisian dalam rangka memberantas tindak kejahatan yang disinyalir bermula atau didorong dari meminum miras. Memang benar sabda Nabi SAW, bahwa khamr (arak, miras) itu adalah biang segala kejahatan. Tapi koq aneh ya, sekarang ini masih ada pabrik yang mendapat izin membuat dan menjualnya untuk konsumsi dalam negeri. Seperti sandiwara anak-anak saja. Sebentar begini, sebentar begitu; tidak konsisten dengan permainan sebelumnya. Sepertinya tidak ada operasi yang terpadu dari petugas dalam menangani miras ini. Setiap sa’at para ulama, dai, mubaligh kita selalu mengingatkan bahayanya tapi tetap saja miras ada dimana saja dan kapan saja. Diingatkan saja masih seperti itu peredaran ataupun produksinya; apalagi kalau tidak? Ada apa ini sebenarnya dibalik miras yang bikin miris ini?. Peribahasa kita mengatakan, kalau tidak ada berada takkan tempua bersarang rendah.

Modernisasi tidaklah sama dengan Westernisasi.
Kalau alasannya untuk konsumsi para turis asing alias wisman, ah nonsense, rasanya terlalu mengada-ada. Apakah sebagai tuan rumah kita harus membuat mereka serasa dirumah sendiri dan membolehkan mereka berbuat semaunya? Lalu kita sediakan bar, café, pub (tempat minum), miras, kasino (tempat judi) diskotik, karaoke dan wanita penghibur (wts) serta segala macam kesenangan yang berbau maksiat?

Kita memang suka malu kalau dikatakan kampungan, tidak trendy, ketinggalan zaman, tidak modern. Tapi rasanya sungguh naif kalau itulah cara yang ditempuh dalam melayani tamu dan cara itu pula yang dianggap sebagai bentuk penampilan negara maju, modern. Kita suka lupa bahwa modern itu tidak sama dengan bersikap atau bergaya ala Barat.

Modernisasi itu bukan Westernisasi. Hidup modern tidaklah harus dengan penampilan budaya secara orang Barat, misal minuman yang beralkohol; pakaian wanita dengan bahu dan punggung terbuka serta rok tinggi di atas lutut, ketat lagi. Dan bukanlah berarti gaya hidup yang Islami misalnya seperti wanita yang menggunakan jilbab itu ketinggalan zaman dan tidak modern. Sungguh keliru sekali pendapat seperti itu.

Modernisasi adalah suatu proses pergeseran sikap dan mentalitas kita sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini. Sebagai contoh mudah adalah kejadian yang sering terjadi di kantor-kantor yang katanya sudah sangat modern semua peralatan kantornya. Setiap meja karyawan ada pesawat telpon yang dapat menghubungkannya dengan orang luar maupun dengan rekan ataupun bawahan dan atasannya dikantor. Tapi apa yang terjadi, sikap dan mental tidak dapat menyesuaikan diri dengan proses modernisasi pada fisik ataupun fasilitas kantor modern itu. Hal ini terbukti masih ada saja bawahan yang menghadap ke ruang kerja atasannya hanya untuk berbicara singkat, yang sebenarnya bisa dilakukan melalui pesawat telpon dimejanya. Alasannya tidak sopan kalau bicara dengan atasan lewat telpon. Jadi telpon yang ada fasilitas interkom itu yang dibeli dengan harga mahal menjadi mubazir, tidak efisien, tidak dimanfaatkan sesuai kemampuan teknisnya. Modern hanya pada fisik tetapi tidak pada sikap dan mental. Itulah yang banyak terjadi di antara masyarakat kita.

Kita kembali pada miras untuk turis asing; dimana cara menyenangkan hati tamu dengan menggunakan budaya mereka sendiri tidaklah sesuai dengan program dan misi dari Pemerintah (cq. Deparpostel) dalam mengenalkan budaya, adat istiadat bangsa, dan cara itu hanya bertujuan untuk mengeruk uang dollar dari kantung turis, tanpa melihat halal haramnya serta akibat sampingannya bagi masyarakat. Masya Allah. Padahal banyak jenis minuman khas daerah Indonesia yang lezat cita rasanya dan tidak mengandung alkohol lagi. Coba, kenapa kita tidak kenalkan es cendol, dawet, es teler, sirup, es degan, bandrek, bajigur, markisa, temulawak dan sejenisnya. Pasti mereka suka karena menikmati sesuatu yang baru yang tidak ditemuinya di negaranya. Justru itu yang menjadi tujuannya datang ke sini sebagai turis mengunjungi, melihat, merasakan dan mendengar bahkan mereka akan membelinya sebagai souvenir, cindera mata yang khas Indonesia. Contohnya seperti ukiran Jepara dan Bali, bahkan ada turis asing yang membawa becak ke negaranya sebagai oleh-oleh.

Miras itu pekerjaan syetan.
Kalau kita tinjau dengan teropong wawasan kebangsaan, ada orang yang hanya memikirkan diri sendiri, mencari dan menimbun kekayaan untuk kepentingan pribadi dengan cara yang tidak bertanggung jawab. Tidak menghargai jasa para pahlawan yang telah berjoang untuk kemerdekaan dimana orang itu sekarang ini turut menikmatinya dan bahkan mungkin dia itu yang paling menikmati lezatnya kemerdekaan dibanding para pahlawan dan anak turunannya. Mereka itu tidak tahu berterima kasih kepada yang telah membangun negara dan bahkan mereka berbuat sebaliknya yaitu ikut andil dalam menghancurkan pembangunan terutama pendidikan atau pembinaan bangsa bidang spiritual keagamaan, imtaq (iman dan taqwa) yang telah dirintis oleh Pemerintah sejak awal usia muda dari Republik tercinta ini.

Kalau kita kaji secara Islam maka penyebabnya ada orang yang cinta dunia dengan isinya sehingga lupa pada mati dan apa-apa yang ada dibalik kematian itu. Belum tau dia!
Allah SWT berfirman di dalam surah Al Maidah ayat 90 - 91 : Artinya : ”Hai orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib, adalah keji daripada perbuatan setan. Maka jauhilah agar kamu mendapat keuntungan. Hanya sesungguhnya setan itu bermaksud untuk menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu disebabkan (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan dari mengerjakan shalat, maka tidakkah kamu berhenti?”. (Al Maidah : 90-91)

Karena minum khamr atau miras itu perbuatan keji (Yang meminumnya pun dapat berbuat keji) dan hal itu termasuk pada perbuatan syetan, maka orang yang terlibat atau terkait dengan peredaran miras itu adalah orang-orang yang dilaknat. Dalam suatu hadits diriwayatkan bahwa : “Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat khamer dalam sepuluh hal yaitu, pemerasnya (pembuat khamer), orang yang meminta diperaskan, peminumnya, pembawanya, orang yang meminta dibawakannya, penuangnya, penjualnya, pemakan hasilnya, pembelinya dan orang yang meminta dibelikan khamer”. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Jadi secara lebih luas lagi sesuai kondisi sekarang mereka itu antara lain adalah si pemberi izin produksi miras, pemberi izin IMB pabrik, para pekerja yang membangun pabrik, bank atau lembaga kredit yang turut memberi pinjaman dana untuk pendirian pabrik, orang yang membeli saham perusahaan itu, orang yang bekerja di pabrik miras itu, orang yang bekerja sebagai pemasok pada perusahaan miras itu, orang yang bekerja di pabrik pembuat botolnya, orang yang bekerja di pabrik pembuat etiket atau label botol, si pembuat kotak atau peti kemasannya, agen penjualnya, agen pengangkutnya, biro iklan, bintang iklannya, rumah produksi pembuat iklan, media penyiaran iklannya, pengelola pasar tempat terjadinya jual beli, pembelinya, orang yang mengeluarkan uang untuk membeli, sampai kepada peminumnya, dsbnya. Mereka semua akan mendapat ganjaran sesuai janji Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan bahwa Nabi SAW telah bersabda : “Setiap yang memabukkan adalah haram, dan Tuhan telah berjanji kepada siapa saja yang meminum arak (di dunia), akan diberinya minuman dari tanah khabal. Para sahabat bertanya, “Apakah tanah khabal itu?”. Beliau menjawab, “Keringat penghuni neraka, atau uap panas yang membakar ahli neraka”.

Oleh karena itu jauhkanlah diri, keluarga, saudara dan bangsa kita dari miras, karena miras adalah biang segala kejahatan yang merugikan siapa saja. Mari kita merunut jalan yang telah ditunjukkan Allah dan Rasul-Nya agar pada hari akhir, hari hisab nanti, kita tergolong pada orang yang qalbin salim (hati yang bersih dan selamat) dalam menghadapi hisab, perhitungan atas semua amal perbuatan selama di dunia.
Firman Allah SWT ; Artinya : "(Yaitu) pada hari yang tidak berguna harta dan anak-anak, kecuali orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat (qalbin saliim)". (Asy Syu'araa : 88-89)

Waladzikrullahi Akbar

Jum'at, 18 Rabiul Akhir 1418 - 22 Agustus 1997

SESAMA MUSLIM BERSAUDARA - Mengapa Harus Saling Berkelahi?

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (An Nisaa’ : 59)

Masa kampanye sudah di mulai. Jakarta sebagai pusat negara yang juga menjadi pusat seluruh partai yang ada diperkirakan bakal menjadi padang “pertempuran” kampanye Pemilu yang paling ramai dan sekaligus rawan. Pendapat ini berdasarkan pada pengalaman Pemilu pada tahun-tahun yang sudah. Tahun-tahun yang lalu dengan 3 partai saja sudah ramai dan rusuh, apalagi sekarang. Ada 48 partai yang bertarung, adu taktik dan strategi untuk mencari dan mengumpulkan massa, sampai keluar isu ada dana JPS dipakai untuk ber money politic. Bagi partai-partai itu yang penting ialah massa itu nanti memberikan suaranya pada saat hari pencoblosan nanti. Cari massa dan suara sebanyak mungkin agar para caleg nya lolos ke DPR/MPR. Partai yang paling banyak mendapatkan suara berarti paling banyak mempunyai wakil di DPR/MPR dan mereka pula yang berhak menentukan Presiden, susunan kabinet dan jalannya roda pemerintahan untuk masa 5 tahun ke depan.

Menurut jadwal kampanye, setiap harinya di Jakarta akan ada 10 partai yang berkampanye. Dan setiap partai mendapat kesempatan berkampanye untuk 3 putaran. Dengan demikian masa kampanye dapat makan waktu selama 2 minggu. Bisa dibayangkan bagaimana was-was dan khawatirnya hati selama 2 minggu ini. Dengan 1 saja setiap hari pada tahun-tahun lalu sudah membuat rasa takut, bagaimana pula dengan sekali gus 10 partai?

Pantas saja apabila tiket-tiket perjalanan ke Singapura, Hongkong dan Australia sudah habis dipesan. Mereka sudah berjaga-jaga. Bila sewaktu-waktu situasi tidak aman mereka dapat secepatnya terbang. Tapi bagi kita yang tidak mampu? Apa yang akan terjadi. Mungkinkah terkoyak lagi luka-luka akibat tragedi tahun lalu yang memakan korban harta dan bahkan nyawa yang sampai sekarangpun masih belum terobati? Wallahu ‘alam. Kita hanya berdo’a semoga situasinya aman, menentramkan hati. Amien.

Memang aturan main kampanye sudah ada dengan rambu-rambu larangan yang harus dipatuhi dalam rangka mencegah main kayu, main kasar dan mau menang sendiri seperti pada Pemilu yang sudah. Tetapi kelihatannya itupun masih diabaikan para peserta. Pada masa pra-kampanye sudah ada yang berlaku seperti kampanye, mengadakan pertemuan dalam jumlah besar dengan dalih temu ini temu itu. Itulah politik. Penuh tipu daya. Dan yang menakutkan dari pertemuan itu, berakhir dengan keRUSUHan. Membuat kita takut dan khawatir. Kalau ada yang mencoba menghibur dengan berkata, “Jangan takut. Jangan keluar negeri. Situasi aman terkendali. Para aparat satuan pengamanan Pemilu dan satgas dari partai-partai sudah siap mengantisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi." Tetapi rasanya tetap saja was-was. Bagaimana tidak. Di masa pra kampanye saja situasinya sudah rusuh.

Yang paling mengherankan, sekaligus memprihatinkan kita umat Islam adalah kejadian di Jepara. Sesama umat Islam, saling hujat, maki, baku hantam bahkan saling bunuh. Mengapa ya? Bukankah Nabi SAW telah memberikan peringatan dan petunjuk : “Mencaci-maki orang Islam adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadist lain dinyatakan: “Janganlah kalian kembali – sesudah kutinggalkan -- menjadi orang-orang kafir, dimana sebagian kalian membunuh sebagian yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits riwayat Miqdad bin Aswad ra. ia berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang kafir, lalu dia menyerangku. Dia penggal salah satu tanganku dengan pedang, hingga terputus. Kemudian dia berlindung dariku pada sebuah pohon, seraya berkata: Aku menyerahkan diri kepada Allah (masuk Islam). Bolehkah aku membunuhnya setelah dia mengucapkan itu? Rasulullah saw. menjawab: “Jangan kau bunuh dia.” Aku memprotes: Wahai Rasulullah, tapi dia telah memotong tanganku. Dia mengucapkan itu sesudah memotong tanganku. Bolehkah aku membunuhnya? Rasulullah saw tetap menjawab: “Tidak, engkau tidak boleh membunuhnya. Jika engkau membunuhnya, maka kedudukannya seperti kedudukanmu sebelum engkau membunuhnya, dan kedudukanmu seperti kedudukannya sebelum dia mengucapkan kalimat yang dia katakan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada Apa Ini?
Bukankah kita adalah bersaudara sebangsa dan bahkan bersaudara sesama umat Islam? Mengapa kita abaikan petunjuk Nabi ? ; “Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya. Dia tidak boleh menganiaya dan menyusahkannya. Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat nanti. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tetapi mengapa bermusuhan dan saling menzhalimi? Bukankah sangat berat azab bagi orang zhalim?
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung akan mengulur-ulur waktu bagi orang yang zhalim. Tetapi ketika Allah menyiksanya, maka Dia tidak akan melepaskannya. Kemudian beliau membaca firman Allah (Hud : 102): “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Astaghfirullahal’azhim. Cobaan dan azab apa lagi yang akan ditimpa-kan kepada bangsa kami atas ke-zhaliman ini? Ada apa ini? Pada diri umat Islam? Sangat mudah marah, emosional dan gampang terhasut? Bukankah Nabi SAW mengatakan agar kita jangan marah sampai tiga kali di ulang-ulang, yang menunjukkan betapa pentingnya hal itu? Mengapa masih juga ditunjukkan kemarahan saat akan menunjukkan kekuatan? Bukankah Nabi Saw telah menyampaikan dalam hadits : “Kekuatan itu bukanlah dengan kemenangan bergumul. Tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai dirinya saat marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada apa ini? Ada pimpinan partai yang berkelahi itu tidak mau mengadakan musyawarah dengan partai lainnya untuk mencari jalan keluar. Dia merasa di pihak yang benar. Padahal Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya laki-laki yang paling dibenci oleh Allah ialah yang sangat bermusuhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada apa ini? Padahal ada ulama di partai-partai Islam yang berkelahi itu. Apakah mereka terpana dengan silau dunia, terlena pada empuknya “kursi” dunia? Seakan-akan mereka itu tidak melihat, tidak mendengar. Apakah hati mereka telah tertutup? Ada apa ini? Kita mengaku Islam, pasrah, tunduk patuh kepada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya (Aslama yuslimu islaman), tapi perilaku kita sebaliknya.

Ada apa ini? Kita mengaku sebagai Mukmin (orang beriman), tapi adab dan akhlak kita tidak memberikan rasa aman kepada lingkungan di sekitar kita. Pengakuan iman kita baru sebatas lisan saja, belum mengalir ke seluruh tubuh mendarah daging, meresap di hati dan kemudian tercermin dalam akhlak sehari-hari. Ini terbukti ketika ujian iman dari Allah SWT datang : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Al ‘Ankabuut : 2)

Ikrar iman kita diuji dan kita gagal.
Ada apa ini? Kalau sesama Muslim bersaudara, mengapa partai-partai Islam itu tidak bersatu, berkoalisi atau apapun namanya untuk memperjuangkan aspirasi Islam di forum DPR/MPR kelak sehingga tercapai cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia yang adil makmur gemah ripah loh jinawi tata tentram karta raharja berazas Pancasila; ber Ke-tuhanan Yang Maha Esa dengan melaksanakan syariat Islam bagi pemeluknya dan Indonesia menjadi negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur?
Firman Allah SWT : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di ja-lan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash Shaff : 4)

Rasulullah saw. bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan di mana sebagian menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi, mengapa kita sesama Muslim harus berkelahi? Ada apa ini?

Waladzikrullahi Akbar

Jum'at, 5 Shafar 1420, 21 May 1999