Sabtu, 03 Juli 2010

KEMEWAHAN - Membutakan Mata Hati

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Firman Allah SWT ; Artinya : “Kamu telah dilalaikan karena bermegah-megah, hingga kamu masuk ke dalam kubur. Sebenarnyalah kelak kamu akan mengetahui, kemudian sebenarnyalah kelak kamu akan mengetahui. Sebenarnya, sekiranya kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Sungguh kamu akan melihat neraka itu, kemudian sungguh kamu akan melihatnya dengan penglihatan yang yakin, kemudian sungguh kamu akan ditanya pada hari itu tentang segala nikmat” (At Takaatsur : 1-8)

Wamena - Korban meninggal akibat musibah kemarau panjang dan hujan es yang melanda Kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya, meningkat menjadi 391 jiwa dan ribuan penduduk lainnya kurang gizi serta mengidap berbagai jenis penyakit, demikian tulis berita pagi harian terbitan Ibu kota (Republika, Selasa, 7 Oktober 1997, Hal. 10)

Walaupun dimuat di halaman belakang dan tidak menjadi headline, berita utama, bagi kita sudah cukup memadai karena masih ada media yang memberitakannya pada sa’at media lain sedang sibuk dengan berita meningkatnya nilai kurs mata uang Amerika (US dolar). Lihat saja Kompas di hari yang sama dengan headline tentang kurs dolar hampir Rp.4000. Bagi saudara kita yang sedang kena musibah kekeringan dan kelaparan di Irian Jaya sana mereka tidak mau tahu berapa nilai kurs dollar terhadap rupiah saat ini. Merekapun tidak tahu apa itu dollar, apa itu kurs, yang mereka tahu saat ini sedang terjadi kemarau panjang, lebih lama dari biasanya dan lebih parah dari tahun-tahun lalu. Bahkan tahun ini memakan korban sampai melebihi korban musibah pesawat airbus Garuda. Yang meninggal di Irian Jaya itu sangat besar akibat terlambatnya bantuan kemanusiaan datang menolong.

Dapat dibayangkan betapa sakit dan menderitanya saudara kita di sana sebelum maut datang menjemput. Kita yang lapar cuma sehari saja dalam puasa sudah menderita rasanya, apalagi mereka, sampai berbulan. Media beritapun tidak adil, pilih kasih. Korban musibah pesawat yang menelan korban di bawah 300 jiwa diberitakan oleh semua media dengan hangat luar biasa apalagi oleh stasiun tv yang kehilangan wartawannya, tetapi korban meninggal akibat kurangnya makanan yang menelan korban hampir 400 jiwa hanya dianggap berita biasa. Pada musibah pesawat, banyak lontaran komentar, ulasan dan kritik serta mencari siapa kambing hitam atas peristiwa itu.

Ironis sekali, di saat saudara sebangsa meninggal dengan lebih menderita karena haus dan kelaparan (kurang gizi?), hanya sedikit yang perduli. Kita lupa pada ajaran Rasulullah SAW. Bagaimana amal sholat dapat diterima kalau tindakan tidak sesuai dengan tuntunan Islam? Diriwayatkan Nabi SAW menyampaikan firman Allah SWT dalam satu hadits Qudsi : “Tidak semua orang yang sholat itu bersholat. Aku hanya menerima sholatnya orang yang merendahkan diri kepada keagungan-Ku, menahan syahwatnya dari perbuatan haram larangan-Ku dan tidak terus menerus bermaksiat terhadap-Ku, memberi makan kepada yang lapar dan mengasihi orang yang terkena musibah dan menampung orang asing. Semua itu dilakukan karena Aku”. (HR. Adailami)

Sungguh Celaka Kita Ini.
Walaupun berbeda kulit, hitam, ikal rambutnya, mereka adalah saudara kita juga, sebangsa seperti yang kita akui, ikrarkan dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober. Tetapi mengapa pada saat mereka sedang menanti uluran tangan berupa makanan dan obat-obatan, kita justru berpaling, sibuk dengan urusan lain yang kita anggap lebih penting bagi semakin membesarnya pundi-pundi uang kita; sibuk memantau nilai rupiah terhadap dolar hingga lupa dan lalai memantau nasib saudara yang mati kelaparan dan kehausan.

Sebagian dari kita ikut latah menjadi spekulan valas (valuta asing), memborong dolar dengan harapan dapat mengeduk keuntungan dengan cepat tanpa susah. Karena tergiur dengan bakal melimpahnya untung, sampai lupa bahwa spekulasi dalam uang dolar itu termasuk judi dan juga sekaligus mengandung riba. Dan juga lupa bahwa akibat ulah turut berspekulasi, memborong dolar, nilai rupiah terhadap dolar semakin merosot, dolar makin mahal karena semakin langka di pasaran. Bahkan seperti tidak perduli bahwa spekulasi itu telah menyebabkan harga-harga menjadi naik. Kita memang sering tidak sadar bahwa keserakahan itu dapat menyusahkan masyarakat lain, terutama yang tidak mampu.

Kita sibuk dengan harta hingga lupa pada kubur (mati), sedangkan saudara kita di Irian Jaya sibuk dengan kubur karena sudah tidak ada lagi harta yang bisa dijadikan makanan.

Kita marah, mencela Pemerintah (qq. Bank Indonesia) karena menganggap kebijakan mereka salah sehingga nilai rupiah menjadi turun terhadap dolar. Kita lupa bahwa Allah sedang menguji iman. Kita lupa bahwa harta yang ditumpuk itu tidak dapat menolong apabila diri kita ini sudah dikubur. Sungguh celaka kita ini, padahal Allah telah mengingatkan dalam firman-Nya ; Artinya : “Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya (dapat) mengekalkannya. Tidak sekali-kali. Sungguh dia akan dilemparkan ke dalam Huthamah”. (Al Humazah : 1-4)

Sungguh celaka kita ini, sebab tipis iman dan buta hati; kita tidur malam dengan nikmat dan perut kenyang padahal berita musibah sudah diterima bahwa saudara di Irian Jaya tidur selamanya alias mati karena haus, lapar, kurang gizi dan sakit. Hati buta karena biasa hidup bergelimang harta, kesenangan, kemewahan dan boros berlebih-lebihan yang tidak disukai Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana kita dapat merasakan betapa pedihnya orang yang lapar karena kita tidak pernah lapar; kita selalu menikmati makanan mewah, enak lezat cita rasanya di restoran terkenal atau kita sering mengadakan pesta pertemuan dengan hidangan mahal melimpah ruah (yang sering bersisa banyak) di hotel mewah berbintang lima dengan tamu ratusan bahkan dapat mencapai ribuan orang dengan biaya yang aduhai. Kita bangga dengan pemborosan yang kita lakukan; merasa puas dan bangga karena tidak kalah dengan seteru kita dalam hal menyelenggarakan pesta besar. Padahal bila sebagian kecil saja dari biaya pesta mewah itu digunakan untuk membantu saudara di Irian Jaya yang menderita maka nasib mereka tidak akan seburuk sekarang ini.

Kata Tidak Sesuai Karya.
Pada saat ada bantuan asing, kita ribut tetapi tidak pernah berbuat, berkarya untuk mengimbangi bantuan asing itu. Sampai saat ini (8 Oktober ‘98) belum ada organisasi Islam yang terjun ke pedalaman Irian Jaya memberikan pertolongan sesuai dengan sunnah Rasul. Masing-masing sibuk dengan urusan politik; tidak mau kalah dalam berkomentar tentang urusan suksesi kepemimpinan. Coba lihat siapa yang terjun ke Irian Jaya sana tanpa gembar gembor? Organisasi internasional seperti Aussaid (Australia), USAID (Amerika), Swedis Rescue (Swedia), Kedutaan Besar Australia; yang mana mereka semua berasal dari negara beragama Kristen; serta yang perlu kita garis bawahi adalah peran dari misionaris Kristen Advent yang membantu dalam bentuk pengiriman pesawat berisi bahan makanan dan obat-obatan. Pantaslah kalau sebagian besar penduduk Irian Jaya itu beragama Kristen. Jadi kalau suatu sa’at nanti mereka menuntut agar Irian Jaya menjadi daerah istimewa (karena mayoritas Kristen), seperti Timor Timur pada waktu yang lalu, janganlah marah dan mengatakan mereka mengada-ada karena itu adalah kesalahan kita sendiri.

Kesalahan kita yang enggan jihad terjun berdakwah ke gunung dan pedalaman Irian, karena merasa lebih enak di kota. Kesalahan kita, terutama para hartawan Islam, karena tidak mengamalkan sunah Rasul dalam memberikan pertolongan kepada orang yang kelaparan; sebab mau memberi bila ada pamrihnya, misal dikenal masyarakat (riya’). Kesalahan kita karena tidak peka dan tanggap dengan musibah yang menimpa. Kita selalu cari kambing hitam, siapa yang salah dan bertanggung jawab bila ada musibah.

Kita lupa sedang diuji; lupa bahwa Allah sedang memberi peringatan; kita lupa istighfar, mohon ampun atas kesalahan; malahan tetap saja berbuat maksiat, tetap membiarkan maksiat di depan mata. Sebahagian dari kita yang mampu tetap saja bermewah-mewah tanpa sungkan kepada tetangga yang tidak mampu; bahkan justru bangga melakukannya, padahal rasa kesenjangan sosial ekonomi terjadi akibat gaya seperti itu. Seakan terlupa kalau perilaku ini dapat menimbulkan gejolak sosial dan bahkan mungkin revolusi sosial apabila kemarahan masyarakat sudah tidak dapat terbendung lagi.

Pantas cobaan semakin berat, kemarau panjang, air kering, tanaman mati, terbakar, polusi asap menutupi matahari dan pandangan sembari mengotori udara dan menyebar penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan); tidak hanya di lokasi kebakaran tetapi juga sampai ke negeri tetangga. Kegiatan sekolah dan kantor libur; khawatir terkena sakit bahkan mati seperti yang sudah terjadi. Kecelakaan di udara, darat dan laut akibat asap; usaha rugi karena terhenti selama musibah asap. Pantaslah, sholat dan do’a ditolak karena kita berlumur dosa.

Balasan Akan Tiba.
Kalau akhlak tetap buruk, menimbun harta bermewah dan bermegah tanpa ingat fakir miskin, tanpa sedikitpun membantu yang kena musibah, tanpa sedikitpun ingat kepada Allah yang memberi banyak kenikmatan maka ingatlah hari dihitung semua nikmat, dari mana dapatnya dan kemana dikeluarkannya, sesuai firman Allah SWT yang artinya : “Kamu telah dilalaikan karena bermegah-megah, hingga kamu masuk ke dalam kubur. Sebenarnyalah kelak kamu akan mengetahui, kemudian sebenarnyalah kelak kamu akan mengetahui. Sebenarnya, sekiranya kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Sungguh kamu akan melihat neraka itu, kemudian sungguh kamu akan melihatnya dengan penglihatan yang yakin, kemudian sungguh kamu akan ditanya pada hari itu tentang segala nikmat” (At Takaatsur : 1-8)

Waladzikrullahi Akbar

Jum'at, 29 Jumadil Akhir 1418 H - 31 Oktober 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar