Jumat, 09 Juli 2010

SHABAR - Menghadapi Cobaan

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman: "Dan sungguh Kami akan mencoba kamu dengan sesuatu dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan, dan sampaikanlah berita gembira kepada orang yang shabar". (Al Baqarah : 155).

Belum tuntas kasus-kasus kerusuhan yang menelan banyak korban jiwa dan harta yang tidak sedikit, seperti “santet” Banyuwangi, disusul dengan insiden Semanggi maka belum lama ini terjadi pula peristiwa di daerah Ketapang Jakarta. Motif beda tetapi hasilnya sama yaitu kerusuhan dan kerusakan harta benda serta hilangnya nyawa. Di Ketapang malah beredar isu SARA, perselisihan yang membawa-bawa perbedaan agama. Kalau kita kaji jauh lebih dalam maka pada dasarnya yang menyebabkan peristiwa-peristiwa itu menjadi parah adalah karena tidak adanya faktor sabar di dalam diri. Seperti kita ketahui bahwa perselisihan, perbedaan pendapat atau faham itu sangat wajar terjadi di dalam suatu lingkungan masyarakat manapun. Kita dalam satu keluarga di rumah saja sering beda pendapat. Demikian pula antara kita yang sama-sama pengikut Nabi Muhammad SAW yang beragama Islam pun ada perbedaan pendapat (khilafiyah). Apalagi dalam suatu lingkungan masyarakat yang lebih besar dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lebih heterogen (bhineka, beraneka ragam) orang-orangnya maka beda pendapat itu lebih luas lagi.

Beda pendapat apabila diikuti dengan rasa sabar dalam diri akan memperkaya khasanah keaneka ragaman sosial, budaya dan politik dalam masyarakat Indonesia dan akan membuat masyarakat itu sendiri semakin dewasa dalam berfikir karena dapat menerima perbedaan itu dengan legawa, lapang dada, penuh toleransi. Apabila tidak ada rasa sabar maka setiap ada perselisihan, perbedaan pendapat pasti akan diikuti dengan keributan, perkelahian dan akhirnya kerusakan harta benda dan tercecernya darah yang mana hal itu telah sama-sama kita lihat.

Islam Mengajarkan Sabar.

Bagi kita umat Islam rasa sabar dalam diri itu adalah bagian dari iman, amal dan ibadah. Rasa sabar adalah bagian dari suatu sistem yang dikenakan Allah kepada hamba-Nya dalam rangka menguji iman; untuk mengetahui apakah seorang hamba itu dusta atau tidak ketika dia menyatakan diri beriman. Allah SWT ber-firman : “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan berkata, "Kami telah beriman," sedang mereka tidak diuji? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sungguh Dia mengetahui orang-orang yang dusta". (Al 'Ankabuut : 2-3)

Cara menguji iman itu dan cara mengatasinya di dalam Al Qur’an dijelaskan pula sbb :
“Dan sungguh Kami akan mencoba kamu dengan sesuatu dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan, dan sampaikanlah berita gembira kepada orang yang shabar". (Al Baqarah : 155)

Menguji iman adalah ibarat menguji kemurnian emas dengan api. Bila kuning emas berkilau maka itulah emas murni dan bila warnanya menjadi hitam maka dia emas loyang (emas campuran atau imitasi) sesuai sabda Rasulullah SAW : "Bahwasanya Allah pasti akan memberi contoh kepada salah seorang dari kamu sekalian dengan suatu bala' (bencana), sebagaimana halnya seseorang dari kamu sekalian menguji (kemurnian) emasnya dengan api. Maka diantara mereka ada yang keluar sebagai emas yang murni dan dia itulah yang dilindungi Allah dari semua perkara yang syubhat, dan sebagian dari mereka ada yang keluar seperti emas yang hitam, dan dialah orang yang ber-dosa". (HR. Thabrani)

Hikmah Shabar.

Perilaku shabar mempunyai kebaikan yang besar, baik di dunia maupun di akhirat, sesuai sabda Nabi SAW : "Empat hal yang bila diraih manusia, berarti dia meraih kebaikan dunia dan akhirat : 1) lidah yang selalu berdzikir, 2) hati yang selalu bersyukur, 3) tubuh yang selalu shabar menghadapi ujian dan cobaan, dan 4) istri yang tidak berkhianat terhadap dirinya sendiri dan jujur terhadap harta suaminya". (HR. Thabrani)

Hikmah kebaikan itu antara lain :
1. Keselamatan dan ridha Allah.
Orang sabar adalah ciri orang yang teruji imannya dan ciri orang yang mendapat hidayah dari Allah SWT dan mereka yang berhak mendapat keselamatan. Rasulullah SAW bersabda :
"Barang siapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah". (HR. Al Baihaqi)

Dalam mengatasi suatu ujian/cobaan berupa perselisihan apabila dilakukan dengan shabar, kepala dingin, tidak mengeluarkan kata-kata menyakitkan apalagi sampai adu fisik maka keributan yang merusak harta benda dan hilangnya nyawa dapat dihindari dan diri kita akan selamat pula (di dunia), dan kesabaran itu akan mendapat balasan pahala pula dari Allah.
Dengan demikian kunci pintu keselamatan (selamat di dunia dan selamat di akhirat) akan diperoleh seorang mukmin apabila dia berlaku sabar (Lihat Al Baqarah : 155). Jadi dapatlah kita mengerti mengapa Rasulullah SAW pernah menasihati seseorang sampai diulang tiga kali agar orang tersebut berlaku sabar (HR. Bukhari).
Karena cobaan itu merupakan ujian iman, maka selama hayat dikandung yang namanya cobaan itu tidak akan berhenti. Setiap cobaan itu merupakan manifestasi dari kecintaan Allah kepada hamba-Nya agar hamba-Nya keluar dari dunia ini dalam keadaan bersih dari dosa.
Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan baginya maka dia diuji (dicoba dengan suatu musibah)". (HR. Bukhari).

Setiap orang mukmin akan diuji sesuai kadar agamanya. Makin kuat imannya maka semakin keras cobaannya. Ujian, cobaan itu tidak pernah berhenti (dalam bentuk kesenangan maupun kesusahan) sampai dia bersih dari dosa-dosa. Seorang sahabat Nabi SAW, Sa'ad bin Abi Waqqash berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah SAW : "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya?" Nabi SAW menjawab : "Para Nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seseorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa". (HR. Bukhari).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Orang-orang mukmin yang ditimpa malapetaka secara bertubi-tubi, baik terhadap diri pribadi, keluarga dan harta bendanya, maka hingga bersih dosa-dosanya ia menghadap Allah SWT". (HR. Turmudzi)

Besarnya pahala setara pula dengan besarnya ujian; makin besar ujian maka semakin besar pula pahala baginya bila dia dapat lolos dari ujian tersebut Barangsiapa yang menerima cobaan itu dengan sabar dan senang hati maka dia berhak mendapatkan ridha Allah, sesuai hadits Nabi SAW : "Bahwasanya agungnya pahala itu disesuaikan dengan hebatnya cobaan/malapetaka yang ditimpakan kepada seseorang, dan sungguh Allah sangat menyintai suatu masyarakat yang tengah diberi percobaan/malapetaka, maka barangsiapa menerimanya dengan senang hati, berarti mendapat ridha Allah, dan barangsiapa marah, berarti menerima kemarahan Allah". (HR. Turmudzi)

2. Tanda beriman dan taqwa.
Perilaku shabar adalah ciri dari orang beriman yang bertawakkal kepada Allah dengan menyerahkan semua keadaan/kejadian hanya kepada-Nya. Inilah sebagian ciri-ciri dari orang mukmin, yaitu iman, taqwa, tawakkal dan shabar. Al Qur’an menjelaskan : "Dan orang-orang yang sabar dalam kesengsaraan, penderitaan dan pada waktu peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa". (Al Baqarah : 177)

Shabar hendaklah menjadi salah satu perilaku atau akhlak yang harus tetap menjadi perhiasan bagi diri tiap orang muslim karena shabar menunjukkan ketaqwaan kepada Allah dan pahala bagi orang yang shabar tidak terhitung. Firman Allah SWT : "Hanya sesungguhnya disempurnakan pahala orang-orang yang bershabar dengan tiada terhitung". (Az Zumar : 10)

Demikian, semoga bermanfa’at dalam menghadapi semua kerusuhan yang terjadi pada akhir-akhir ini.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 15 Sya’ban 1419 H - 4 Desember 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar