Minggu, 11 Juli 2010

PANCAROBA - Masa Bahaya Seorang Anak

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (At Taghaabun : 14).

Masih segar dalam ingatan bahwa belum lama ini telah terjadi suatu tragedi keluarga di kota Medan, seorang anak bungsu laki-laki telah menghabisi nyawa kedua orangtua dan saudara-saudaranya. Alasannya kelihatan sepele, yaitu tidak dipenuhi keinginannya untuk masuk pendidikan AKABRI. Tersisa satu karena tidak ada di tempat kejadian pada waktu itu. Tragisnya musibah ini terjadi pada keluarga mampu, yang berpendidikan tinggi dimana orangtua berprofesi dokter dan anak-anak juga berpendidikan tinggi. Hanya si bungsu yang masih muda belia berusia 17 tahun.

Menurut penelitian dalam ilmu jiwa (psikologi), usia seperti ini penuh dengan gejolak, masa pancaroba, masa perubahan fisik (jasmani) dan psikis (kejiwaan) dari anak-anak menjadi remaja menuju dewasa. Pada usia ini adalah masa dimana seorang anak sedang mencari jati diri dan merasa dirinya sudah bukan anak-anak lagi. Mereka masih labil. Tindakan yang diambil banyak karena perhitungan nekat. Nafsu “darah muda” lebih dominan dalam diri daripada akal sehatnya. Pada masa ini dia akan mencari idola (dalam bentuk figur orang terkenal seperti jagoan atau penyanyi dsbnya), yang biasanya akan ditirunya segala tingkah lakunya. Dia ingin bebas dalam menentukan sikap dan tindakan. Ingin bebas seperti layaknya orang dewasa yang kerap dilihatnya. Bebas pergi dan keluar rumah, bebas merokok, bebas bergaul dan memilih teman. Aturan di rumah atau sekolah yang selama ini diikutinya dianggap kuno dan bahkan sebagai penghalang. Dia mulai berontak pada nilai-nilai yang sudah ada. Si anak telah menjadi musuh bagi orangtuanya.

Kalau dalam keluarga tidak ada yang memahaminya bahkan mencela dan memarahinya maka dia akan keluar bahkan lari dari rumah yang dirasakannya telah mengekang kemauannya. Dia mencari teman yang sesuai dengan keinginannya itu atau mencari tempat yang dapat dijadikan sebagai pelindungnya, membuat rasa aman bagi dirinya. Inilah titik kritis, rawan dan berbahaya, karena apabila dia menemukan teman atau tempat yang salah maka akan rusaklah hidupnya.

Bahaya masa pancaroba zaman dulu di tahun ketika sang ayah masih muda berbeda dengan masa pancaroba si anak. Masa muda ayah kita berbeda dengan masa muda kita. Masa muda kita berbeda dengan masa muda anak-anak kita sekarang ini. Apalagi pada zaman yang katanya zaman modern ini. Sungguh dahsyat bahaya yang selalu mengintai. Mulai dari bahaya yang ada di dalam rumah yaitu dari siaran film sinetron yang ditayangkan oleh TV swasta, yang menceritakan orang suka minuman haram, heroin dan sejenisnya, perkelahian menggunakan senjata tajam dan senjata api, bergaul dan hubungan bebas dengan lain jenis kelamin, berpakaian yang aduhai seronok, pamer kekayaan dsbnya.

Di dalam rumah sendiri kita mendapat suguhan berbahaya, terutama bagi yang belum kuat iman dan mentalnya seperti anak-anak dan para remaja yang masih dalam masa pancaroba. Para remaja yang kurang bimbingan (pendidikan agama), kasih sayang di rumah, apalagi yang keluarganya broken home (berantakan karena ayah dan ibu sering cekcok) akan mudah tergoda dan ingin mencoba “bahaya” itu. Apa yang disuguhkan di TV sangat mudah diperoleh di luar rumah. Sangat mudah. Semudah membeli rokok di pinggir jalan. Akhir kisah tentu banyak yang berupa tragedi. Itulah sebabnya betapa sering kita mendengar kisah-kisah sedih berakhir tragis dari keluarga yang anaknya terlibat pada hal-hal yang terlarang pada masa usia muda. Na’udzubillahi min dzalik.

Kiat Menghindari.

Bagi keluarga atau orang tua yang belum terkena musibah seperti di atas ada cara untuk menghindari yaitu sesuai hadits Nabi SAW : “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah Al Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW”. (HR. Muslim)

Bila Al Qur’an dan sunnah Rasul sudah menjadi way of life, dasar bertindak, referensi atau acuan dalam mengambil suatu putusan baik untuk urusan dunia maupun akhirat maka Insya Allah tidak akan keliru, salah atau tersesat. Demikian pula dalam mendidik anak-anak hendaklah berdasarkan Al Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW, antara lain adalah sbb :

1. Mencari pasangan hidup berdasarkan agamanya.

Dalam Al Qur’an Allah berfirman : “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan”. (Asy Syuura : 11)

Maksud “jenis kamu sendiri” hendaklah diartikan luas yaitu dari jenis manusia yang beriman Islam yang ta’at dalam beragama. Bukan asal manusia saja. Karena manusia itu ada yang Muslim dan non-Muslim. Yang Muslim juga ada yang ta’at dan ada yang tidak ta’at. Pilihlah Muslim yang ta’at maka tidak akan susah/kerepotan. Rasulullah SAW bersabda : “Orang kawin kepada perempuan karena empat perkara : Karena hartanya, dan karena turunannya dan karena kecantikannya dan karena agamanya. Oleh itu dapatilah perempuan yang mempunyai agama, karena jika tidak binasalah dua tanganmu”. (HR. Muslim)

Mengapa perempuan yang ta’at dalam beragama yang ditekankan? Alasannya yaitu dia takut kepada siksa Allah dan dia mengamalkan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, sehingga :

a) Dia akan menjaga kehormatan (suami dan dirinya sendiri) terutama sa’at suami tidak di sisinya.
b) Dia akan mengasuh dan mendidik anak-anak berdasarkan ajaran agama; menjauhkan anak-anak dari hal yang bertentangan dengan agama. Jadi sungguh benar pendapat (syair) yang mengatakan : “Ibu itu sekolah. Jika engkau menyiapkannya berarti engkau menyiapkan keturunan yang baik”.
c) Menitik beratkan pilihan berdasarkan agama juga sebagai jalan menuju rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rohmah yaitu rumah tangga yang tenang (tidak sering cekcok), keluarga patuh, saling cinta kasih sayang dan mendapat limpahan rahmat dari Allah SWT.

2. Memenuhi hak-hak anak.

Diriwayatkan dalam suatu hadist bahwa Rasulullah bersabda : “Hak anak dari orangtuanya adalah memberi nama yang bagus, mendidik akhlaknya, mengajarkan baca tulis, berenang (olah raga), memanah (bela diri, keberanian), tidak memberinya rezeki kecuali yang baik (halal dan bermanfa’at) dan mengawinkannya jika sudah tiba waktunya”. (HR. Al Hakim)

Salah satu hak anak adalah mendapat pendidikan (terutama agama) dimana yang terbaik adalah sejak dini. Memilih calon istri berarti juga memilih calon ibu bagi anak. Bila yang dipilih yang ta’at agamanya maka berarti sudah memilihkan calon pendidik anak yang ta’at beragama. Ini sudah termasuk dalam kerangka mendidik anak sejak dini.

Ketika si ayah akan berkasih sayang dengan si ibu dimana mereka berdo’a agar mendapat anak yang baik dan kemudian sa’at sang anak lahir diazankan pada telinga kanan dan iqamat di telinga kirinya, itupun termasuk mendidik sejak dini. Apalagi sa’at anak-anak telah beranjak tumbuh besar maka mereka harus diberi pendidikan agama. Diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda : “Perintahkanlah anak-anakmu sholat sejak usia tujuh tahun dan pukullah jika mereka mengabaikan sholat seusia sepuluh tahun, pisahkanlah tempat tidur mereka yakni antara putra dan putri sejak mencapai usia tersebut”. (HR. Abu Daud)

Dalam Al Qur’an ditegaskan : “Dan suruhlah keluargamu dengan sholat dan bersahabarlah atasnya (untuk melaksanakan secara tetap dan kontinyu)”. (Thaahaa : 132)

Mengajar sholat sejak dini merupakan tahap penting dalam kehidupan beragama anak dalam upaya mengenalkan Allah sebagai Khaliq.

3. Dengan kasih dan sayang.

Di samping sabar maka hendaklah mendidik dengan kasih sayang di mana termasuk tidak mudah marah, mudah mema’afkan dan tidak membeda-bedakan. Dalam hadits riwayat Aisyah ra. ia berkata: “Pada suatu hari beberapa orang A`rab (Badwi) datang kepada Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada para shahabat: Apakah kalian pernah memeluk anak-anak kecil kalian? Mereka menjawab: Ya. Orang-orang dusun itu mengatakan: Akan tetapi, demi Allah, kami belum pernah memeluknya. Rasulullah saw. lalu bersabda: “Aku tidak dapat berbuat apa-apa jika Allah mencabut rahmat dari kalian”. (HR. Muslim, Bukhari)

Demikian, semoga bermanfa’at dalam upaya mendidik anak-anak dengan cara yang mendapat ridha Allah SWT sehingga anak-anak itu tidak menjadi musuh serta dijauhkan dari malapetaka. Amin.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum’at, 8 Sya’ban 1419 H - 27 November 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar