Selasa, 13 Juli 2010

MERDEKA - Yang Wajib Kita Syukuri

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman ; Artinya : "Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memberitahukan, "Sungguh jika kamu bersyukur, niscaya Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya, sungguh azab-Ku sangat keras". (Ibraahiim : 7)

Setiap tgl 17 Agustus kita ber tafakur, mengheningkan cipta atas jasa para pahlawan yang telah rela berkorban harta, jiwa, tenaga maupun pemikiran-pemikirannya untuk turut merebut kemerdekaan kita sebagai bangsa, negara bersatu, berdaulat. Kita juga ber tasyakur atas kemerdekaan yang telah dicapai ini karena kemerdekaan yang menjadi hak segala bangsa itu adalah karunia nikmat dari Allah semata. Orang bijak mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghormati jasa pahlawannya. Pahlawan-pahlawan itu sebagian di antaranya ada orang tua kita sendiri dan yang pasti adalah nenek moyang kita yang telah berjuang sejak tiga setengah abad sebelum hari proklamasi kemerdekaan tahun 1945.

Di antara mereka itu, paling besar jumlahnya adalah umat Islam Indonesia yang dimotori oleh para ulama, kyai dan santrinya yang menurut catatan sejarah, secara langsung maupun tidak sangat besar jasanya dalam meruntuhkan kolonialisme di bumi Nusantara ini. Karena perlawanan itulah maka di tiap daerah Nusantara ada pahlawan sebagai bukti bahwa kita berjuang untuk menentang penjajahan dan berjuang merebut kemerdekaan. Kita generasi sesudah perang kemerdekaan ‘45 mengenal mereka pahlawan kusuma bangsa itu melalui sejarah yang diajarkan di sekolah.

Semangat juang ‘45 adalah semangat jihad fisabilillah.

Tanpa mengecilkan jasa pahlawan yang lain, kita dapat melihat pada satu foto/film dokumenter tentang perjuangan para pemuda melawan penjajah dalam peristiwa heroik 10 November di Surabaya. Foto/film tersebut menunjukkan aksi pemuda Bung Tomo yang berapi-api membakar semangat juang dan jihad para arek Suroboyo melalui radio dengan takbir “Allahu Akbar”. Siapa umat Islam yang tidak tergetar hatinya pada sa’at itu, ini terbukti dari lamanya perang itu berkobar dan dengan turut sertanya para pejuang tidak hanya dari Surabaya saja tetapi juga dari daerah lainnya. Allahu Akbar, tergetar hati ini ketika mendengar dan membayangkan suasana pada sa’at itu. Gema takbir itu terasa masih terngiang sampai sekarang. Allahu Akbar, Allah Maha Besar.

Pada hari-hari ini menjelang detik-detik proklamasi, siapapun dia yang hidup di bumi pertiwi ini, apakah dia bangsa Indonesia asli atau bukan, sudah sepantasnya turut memperingati, mensyukuri walaupun dengan cara dan keyakinannya masing-masing, karena tanpa hari yang bersejarah itu kita sekarang ini tidak dapat merasakan nikmatnya hidup di alam kemerdekaan di bawah pemerintahan bangsa sendiri.

Sebagai satu bangsa dan satu umat yang tahu bersyukur, kita tidaklah pantas mengatakan bahwa hidup di bawah orang asing itu lebih tertib dan teratur bila dibandingkan dengan bangsa sendiri. Satu pepatah Inggris mengatakan : “Right or wrong is my country”. Tidak selamanya yang baik bagi orang lain akan baik pula bagi kita. Justru kita harus bangga bahwa inlander, bangsa tempe ini, mampu merdeka dengan melawan kolonialis yang bersenjata modern hanya berbekal senjata apa adanya serta ditambah semangat jihad dan semboyan “Merdeka atau Mati”. Memang, melihat kenyataan itu kita pantas dan wajib untuk bersyukur kepada Allah SWT, karena kemenangan itu adalah atas pertolongan-Nya jua. Apalagi Allah telah memerintahkan kepada kita sebagaimana firman-Nya ; Artinya : "Dan adapun nikmat Tuhanmu hendaklah kamu menyebut-nyebut nya (dengan bersyukur)". (Adh Dhuha : 11).

Syukur itu ciri dari iman.

Bersyukur itu ciri orang mukmin yang merupakan akhlaqul karimah ajaran Nabi SAW. Bersyukur cara Nabi SAW antara lain yaitu dengan memanfa’atkan nikmat itu di jalan kebaikan. Banyak sekali nikmat karunia dari Allah, tidak terhitung. Tidak ada yang mampu menghitung nikmat-nikmat yang diterimanya setiap hari.

Coba saja, berapa kenikmatan yang kita dapat dari satu tarikan nafas? Berapa banyak para pahlawan kita yang tidak sempat merasakan merdeka karena tidak mendapat karunia bernafas lagi. Coba yang terlihat sepele, rambut bulu mata. Berapa besar karunia yang kita terima dari satu helai saja rambut bulu mata yang hitam itu? Adakah yang pernah memikirkan manfa’atnya dan kemudian mensyukurinya?

Firman Allah SWT ; Artinya : "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, kamu tidak dapat menghitungnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (An Nahl : 18)

Tidak terhitung banyaknya; tetapi aneh, hanya sedikit kita bersyukur dan sedikit pula manusia yang mau mensyukuri nikmat itu secara baik dan halal. Kemerdekaan yang kita peringati ini juga adalah bagian dari karunia Allah. Tetapi di antara kita ada yang mengisi acara syukur itu dengan acara semarak dangdut berpenyanyi yang pakaian dan goyang pinggulnya erotis membakar darah muda dan mengundang nafsu syahwat. Astaghfirullahal-Azhim.

Paling parah lagi ada yang mengisi kemerdekaan itu dengan pekerjaan yang berbau maksiat, seperti mendirikan lokalisasi wts, perjudian, diskotik (yang akrab dengan khamr : minuman keras, narkotik; akrab pula dengan hubungan sex bebas); mengizinkan pendirian pabrik dan peredaran minuman keras dengan alasan agar terawasi. Benarkah? Kita sudah seringkali mendengar betapa mudah orang membunuh, memperkosa, merampok; yang mana si pelakunya sedang mabok. Padahal perintah Allah hendaklah kita ambil dan kerjakan yang baik-baik saja, itulah salah satu tanda orang yang bersyukur atas karunia nikmat dan sebagai manifestasi dari iman ; Artinya : "Hai sekalian orang-orang yang beriman, makanlah dari yang baik-baik yang Kami rezekikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika hanya kepada-Nya kamu menyembah". (Al Baqarah : 172).

Memang benar sedikit sekali kita bersyukur, dibandingkan dengan apa yang telah kita nikmati ; Artinya : "Dan sungguh Kami telah menempatkan kamu di bumi dan Kami jadikan di dalamnya penghidupan bagi kamu. Sedikit sekali kamu bersyukur". (Al A'raaf : 10)

Kegunaan syukur.

Urgensi syukur adalah agar Allah ridha, sehingga nikmat itu tidak terputus, langgeng, tetap awet bahkan akan ditambahi lagi, sesuai hadits Nabi SAW : "Sesungguhnya Allah ridha kepada seorang hamba yang setiap makan dan minumnya memuji Allah (atas karunia yang diberikan kepadanya)". (HR. Muslim)

dan firman Allah SWT ; Artinya : "Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memberitahukan, "Sungguh jika kamu bersyukur, niscaya Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya, sungguh azab-Ku sangat keras". (Ibraahiim : 7)

Nabi SAW telah memberikan resep, cara agar kita menjadi termasuk golongan orang yang bersyukur : "Perhatikanlah orang yang (nasibnya) berada di bawah kamu. Demikian itu lebih baik, agar kamu tidak memperkecil nikmat Allah yang dikaruniakan kepadamu". (HR. Ibnu Majah)

Bahkan Nabi yang maksum dikenal paling banyak bersyukur (sikap ini harus dicontoh), sehingga dalam riwayat kaki Beliau menjadi bengkak, dan lalu seorang sahabat bertanya :
"Ya Rasulullah, apakah engkau masih mengerjakan ibadah seperti ini, padahal bukankah engkau telah diampuni dosa-dosanya?" Rasulullah SAW berkata : "Apakah tidak patut bila aku ingin menjadi hamba yang bersyukur?"

Agar kemerdekaan yang telah dicapai ini mendapat ridha Allah, terpelihara, bahkan negara kita menjadi adil, makmur sesuai cita-cita bangsa seperti tercantum dalam UUD ‘45 dan Pembukaan; maka hendaklah kita syukuri dengan cara antara lain mengisinya dengan pembangunan rohani dan jasmani berdasar imtaq (iman dan taqwa) dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang memberi maslahat bagi seluruh rakyat Indonesia.

Cita-cita masyarakat adil makmur itu antara lain yaitu :

(1) Penuh keadilan yang makmur, yaitu keadilan yang ditegakkan bagi seluruh rakyat.
(2) Kemakmuran yang adil, yaitu kemakmuran yang dirasakan oleh seluruh rakyat, dan
(3) Seluruh rakyat mendapat hak dan kewajiban menegakkan keadilan dan kemakmuran.

Itulah konsep sederhana tentang masyarakat adil dan makmur yang masih ingin kita raih pada saat ini, pada tahun kemerdekaan RI yang ke 52.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 11 Rabiul Akhir 1418 H - 15 Agustus 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar