Sabtu, 10 Juli 2010

PUASA - Makna Batiniah & Syaratnya

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman : Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". (Al Baqarah : 183)

Target sasaran puasa wajib di bulan Ramadhan adalah agar orang beriman itu bertaqwa sebagaimana dalam firman Allah SWT pada surah Al Baqarah ayat 183 di atas. Arti taqwa dalam ajaran Islam adalah menjaga diri dari azab Allah dengan menjauhi tindakan maksiat dan melaksanakan tata aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dengan perkataan lain, taqwa berarti melaksanakan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dengan demikian dalam taqwa itu terkandung pengertian pengendalian atau penguasaan kecenderungan hawa nafsu (dari menjauhi larangan-Nya). Ini berarti bahwa pemenuhan dorongan hawa nafsu oleh seseorang itu hendaklah dalam batas yang diperkenankan oleh ajaran agama. Dalam taqwa itu terkandung pula perintah kepada manusia agar ia melakukan tindakan yang baik; misal berlaku benar, adil, memegang amanah, dapat dipercaya, dapat bergaul dengan orang lain dan menghindari permusuhan serta tidak zalim (dari melaksanakan segala perintah-Nya). Ini berarti bahwa ketakwaan itu akan membuat seseorang mempunyai tingkah laku yang baik dan terpuji. Untuk itu manusia dituntut untuk dapat membina dirinya dan mengendalikan serta menahan hawa nafsunya; caranya adalah dengan berpuasa.

Puasa Bagaimana Agar Menjadi Orang Bertaqwa?

Jawaban pertanyaan di atas adalah sederhana yaitu hendaklah puasanya dilakukan dengan sempurna. Bagaimana puasa yang sempurna itu? Puasanya bukan sekedar menahan haus dan lapar serta nafsu syahwat pada siang hari saja tetapi juga seluruh anggota badan, panca indra dan bahkan hati ikut berpuasa menahan diri dari segala sesuatu yang dapat menghilangkan pahala puasa. Selama berpuasa seluruh kegiatan anggota badan, panca indra dan hati itu diarahkan untuk selalu berdzikir kepada Allah dan meninggalkan halhal yang bersifat duniawi. Semua kewajiban dalam puasa dipenuhi dan yang sunat dilaksanakan dengan senang hati.

Memang terlihat sulit melaksanakannya tetapi justru di sinilah letak tantangannya, sarana melatih ketaqwaan itu. Program latihan jenis apapun, secara umum dimengerti, bahwa bila semakin sulit latihannya dan kemudian bila seseorang itu mampu mengikuti latihan itu maka hasil atau manfa’at yang diperoleh juga akan semakin besar. Orang yang mampu mengikuti program latihan itu sampai selesai apalagi mendapat nilai terbaik maka dia akan mendapat tempat kedudukan yang lebih baik daripada yang lulus biasa-biasa saja. Begitu juga dengan puasa yang merupakan program latihan untuk mencapai tingkat taqwa. Dalam ajaran Islam taqwa inilah yang menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya seorang hamba di hadapan Allah, sesuai sabda Rasulullah SAW : "Orang yang terbaik ialah diantara mereka yang tertaqwa kepada Allah, tererat hubungannya dengan keluarganya, terbanyak mengajak kebaikan dan terbanyak dalam melarang kemungkaran". (HR. Ahmad dan Atthabrani)

Imam Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin membuat peringkat puasa berdasarkan pengamalannya ke dalam tiga tingkat, yaitu puasa umum, puasa khusus dan puasa khususul khusus (puasa yang terkhusus di antara yang khusus).

Puasa umum.

Ini adalah tingkat puasa paling rendah, puasanya orang biasa, puasa anak-anak, puasa tingkat pemula yang hanya menahan dirinya dari lapar, haus dan nafsu syahwat saja. Pada puasa tingkat ini tentu saja tidak dapat diharapkan darinya akan bertambah ketaqwaannya.
Rasulullah SAW bersabda : "Betapa banyak orang berpuasa namun tidak memperoleh sesuatu dari puasanya itu selain rasa lapar dan haus". (HR. An Nasaa-i dan Ibnu Majah).

Puasa khusus.

Tingkat puasa yang lebih tinggi daripada puasa umum di mana puasanya tidak hanya menahan diri dari lapar, haus dan nafsu syahwat saja tetapi juga menahan panca indra pendengaran, penglihatan, lidah, tangan, kaki serta seluruh anggota badan dari melakukan sesuatu yang mendatangkan dosa. Puasa ini adalah puasanya orang shaleh. Yang menjadi dalil puasa tingkat ini antara lain adalah hadits- hadits Rasulullah SAW sbb : "Barangsiapa tidak mau meninggalkan omongan bohong dan memperbuatnya, maka tidak ada kebutuhan bagi Allah dalam diri orang yang berpuasa meninggalkan makanan dan minumannya". (HR. Bukhari)
“Apabila ada hari puasa salah seorang diantara kalian maka janganlah ia berkata kotor dan gaduh. Jika seseorang memakinya atau memusuhinya hendaklah ia mengatakan : "Sesungguhnya aku sedang berpuasa". (HR. Bukhari, Muslim).

Puasa khususul khusus.

Tingkat puasa yang tertinggi, yakni puasanya hati dari segala keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran keduniaan, dan mengekangnya dari segala sesuatu selain Allah.

Syarat Batiniah.

Untuk melaksanakan puasa secara sempurna agar semakin meningkat ketaqwaan, ada beberapa syarat batiniah yang harus dilaksanakan, yaitu :

1. Memelihara mata dan mengekangnya dari memandang segala sesuatu yang tercela dan dibenci dan segala sesuatu yang menyibukkan dan melalaikan hati dari mengingat Allah.

2. Memelihara lisan dari senda gurau, dusta, mengumpat, mengadu domba, berkata keji, mencaci maki, bertengkar dan menampak-nampakan kebaikan.

3. Mengekang pendengaran dari segala sesuatu yang dibenci, karena semua yang diharamkan mengucapkannya diharamkan pula mendengarkannya.

4. Mengekang tangan dan kaki dari dosa-dosa dan perbuatan yang dibenci.

5. Menahan perut dari makanan yang syubhat (diragukan halal nya). Tidak ada artinya berpuasa dari makanan halal tetapi berbuka dengan makanan yang haram.

6. Tidak terlalu banyak makan pada waktu berbuka sekalipun dengan yang halal sehingga memenuhi perut. Sesungguhnya tidak ada wadah yang paling dibenci Allah melebihi perut yang dipenuhi makanan, sekalipun halal. Bagaimana puasanya dapat mengendalikan nafsu, jika pada waktu berbuka menyantap habis semua yang ditinggalkan pada siang hari. Bahkan kebanyakan dari kita menambahkan aneka makanan yang tidak pernah dimakan pada bulan-bulan lainnya.

7. Selain itu termasuk pada adab puasa adalah tidak banyak tidur di siang hari agar benar-benar dapat merasakan lapar dan haus serta makin melemahnya kekuatan tubuh. Dengan demikian jiwapun akan menjadi lebih jernih, lebih peka.

8. Banyak sholat malam (qiyamul lail), dzikir dan tilawatil Qur’an.

9. Hendaklah hati, sesudah berbuka tetap gelisah antara harap dan cemas karena sesungguhnya tidak diketahui apakah puasa akan diterima sehingga kita termasuk orang yang didekatkan kepada Allah ataukah puasa tertolak sehingga kita termasuk golongan orang yang beroleh murka-Nya. Demikian pula hendaknya tiap kali selesai melakukan suatu ibadah.

Dikisahkan bahwa Hasan Al-Bashri melihat sekelompok orang yang sedang tertawa terbahak-bahak pada bulan Ramadhan. Kemudian ia berkata : “Sesungguhnya Allah SWT menjadikan bulan Ramadhan sebagai arena bagi hamba-hamba-Nya untuk berlomba-lomba berbakti kepada-Nya. Maka sebagian orang telah berjaya karena berhasil keluar sebagai pemenang dan sebagian nya lagi kecewa karena tertinggal di belakang. Karena itu sungguh amat mengherankan, masih ada orang yang tertawa dan bermain-main pada hari kejayaan orang-orang yang menang dan kekecewaan orang-orang yang bertindak sia-sia!. Demi Allah, seandainya tirai penutup yang ghaib tersibak, niscaya setiap orang yang telah berbuat kebajikan akan sibuk dengan hasil kebajikannya dan yang telah berbuat kejahatan akan sibuk dengan hasil kejahatannya”. (Yakni, kegembiraan orang yang diterima amalnya akan menyibukkannya dari bermain-main, dan kekecewaan orang yang tertolak amalnya akan menghalanginya dari tertawa)

Puasa memang melemahkan fisik, tetapi akan terasa ringan apabila dilakukan dengan kesabaran sebagai persiapan untuk perjalanan amat jauh (di hari akhirat). Sabar dalam melaksanakan kebaktian kepada Allah lebih ringan daripada sabar menderita azab-Nya. Itulah makna batiniah puasa.

Waladzikrullahi Akbar

Jum'at, 3 Ramadhan 1418 H - 2 Januari 1998

Tidak ada komentar:

Posting Komentar