Sabtu, 10 Juli 2010

HUKUM ALLAH - Dan Bahaya Mengabaikannya

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman; Artinya: “Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).” (Ali Imraan : 23)

Kejahilan telah melanda kehidupan banyak orang pada sa’at ini, karena mereka telah menyingkirkan Al Qur’an dan As Sunnah dalam memutuskan perkara, mengabaikan Al Qur’an dan As Sunnah dalam menentukan buruk baiknya persoalan. Mereka berdalih dengan mengatakan jangan kotori kesucian agama dengan persoalan dunia yang kotor. Mereka berkata urusan dunia tidak ada kaitan dengan urusan akhirat. Dunia tidak ada urusannya dengan aturan agama. Agama adalah persoalan akhirat, sehingga bagi mereka tidak pantas kalau urusan dunia diatur dengan menggunakan aturan agama. Hal ini dapat diartikan bahwa aturan agama bagi mereka tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan dunia. Ini juga berarti bahwa mereka lebih yakin pada hukum buatan manusia dalam mengatur persoalan dunia daripada hukum Allah.

Untuk lebih memantapkan gerakan, maka golongan inipun tidak mau kalah pula dalam mendirikan partai yang mana partai tersebut sama sekali tidak menyebutkan Islam sebagai azas partai. Menurut pemahaman mereka, Islam itu tidak perlu dijadikan kendaraan politik, tidak perlu dibuatkan partai. Yang penting, kata mereka, Islam itu dijalankan oleh penganutnya. Sejalan dengan hal itu, maka dalam penentuan capres yang menurut mereka merupakan urusan dunia, hendaklah jangan membawa-bawa agama. Sikap seperti itu dikenal dengan nama SEKULARISME.

Pengertian Sekular

Di Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa sekular (Bahasa Inggris seculer) berarti bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian).
Sekularisasi adalah hal yang membawa ke arah kecintaan kehidupan duniawi sehingga norma-norma tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Sekularisme adalah faham atau pandangan filsafat yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama.

Dalam kehidupan dunia politik faham sekular yang ekstrim adalah yang dikembangkan oleh seorang politikus Italia yang hidup di abad 15 bernama Machiavelli yang berpendapat dalam risalahnya (berjudul Il Principe) bahwa, “memiliki serta senantiasa menaati sifat-sifat baik itu bisa merusak, sedangkan berlaku seakan-akan memilikinya merupakan hal yang berfaedah.”

Kalau kita amati bagian dari tulisan Machiavelli tersebut kesimpulannya adalah sikap munafik. Tulisan Nicollo Machiavelli sebenarnya memberikan petuah bagaimana seorang raja harus bersikap dalam memerintah. Oleh para penganut faham Machiavellis (secara sadar atau tidak mereka menganutnya) yang bergerak dalam dunia politik maka mereka mengatakan bahwa dalam mencapai suatu tujuan tidak diperlukan norma, aturan atau hukum. Cara apapun dapat dipakai (menghalalkan segala cara) yang penting tujuan tercapai.

Penganut faham ini di negara manapun pasti ada, demikian pula dengan di Indonesia ini. Lihat saja cara-cara yang digunakan oleh beberapa partai dalam masa kampanye Pemilu yang lalu. Cara-cara seperti money politic, intimidasi, paksaan dari halus sampai kasar yang jelas-jelas dilarang oleh undang-undang Pemilu diabaikan dengan bermacam alasan. Bagi mereka yang penting adalah menang Pemilu.

Hukum Allah

Alam beserta seluruh isinya (termasuk manusia) adalah ciptaan Allah dan oleh karena itu alam raya beserta seluruh isinya merupakan milik-Nya dan oleh karena itu pula alam ini beserta seluruh isinya harus patuh kepada segala yang menjadi aturan-Nya.
Dalam Al Qur’an ditegaskan : “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Al A’raaf : 54)

Planet benda-benda langit yang jumlahnya tidak diketahui kecuali oleh Yang Maha Pencipta bergerak pada jalannya sesuai peraturan-Nya. Tidak ada yang membangkang. Kita lihat alam ini begitu teratur dimana waktu siang berganti malam secara tetap dan tepat waktu; matahari muncul di ufuk Timur waktu pagi dan terbenam di Barat ketika senja. Dalam Al Qur’an dinyatakan : “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al Anibiyaa’ : 33)

Bagi makhluk yang bernama manusia maka kita umat Islam percaya bahwa aturan-Nya itu dituangkan dalam Al Qur’an yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, Muhammad SAW.
Firman Allah SWT : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (Al Maaidah : 48).

Kita percaya pula bahwa segala sikap, tingkah laku ataupun akhlak yang ditunjukkan oleh Muhammad SAW itu (sebagai As Sunnah atau hadits) adalah yang terbaik untuk dijadikan teladan karena berdasarkan nubuwah, bimbingan wahyu.

Firman Allah SWT : “Katakanlah: "Ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta`at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang." (An Nuur : 54)

Bahaya Mengabaikan Hukum Allah

Setiap aturan, hukum ataupun norma yang berlaku kalau tidak dijalankan atau kalau dilanggar maka ada sanksi hukuman, bencana atau suatu akibat bagi yang tidak mematuhinya. Benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang, bumi, apabila mereka semua keluar dari garis edarnya maka alam ini akan rusak karena mereka satu sama lain akan saling berbenturan. Demikian pula dengan manusia, apabila tidak mematuhi hukum Allah, mengabaikannya, melanggarnya, tidak memutuskan perkara dengan hukum Allah maka hukuman berupa bencana dsbnya pasti akan datang menimpa.

Allah SWT berfirman : “dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (Al Maaidah : 49)

Dikatakan pula dalam Al Qur’an : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar Ruum : 41)

Dalam surah lain : “Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Al Ankabut : 40)

Orang Kafir, Dzalim & Fasiq

Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa sebutan bagi yang tidak menggunakan hukum Allah dalam memutuskan adalah orang kafir (Al Maaidah : 44), orang dzalim (Al Maaidah : 45) dan orang fasiq (Al Maaidah : 47)

Oleh karena dosa-dosanya itu maka disamping azab dunia, mereka juga akan menerima siksa di akhirat : “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.” (Nuh : 25)

Semoga kita tidak termasuk pada golongan mereka. Amien

Waladzikrullahi Akbar.

Jum’at, 15 Jumadil Ula 1420 H - 27 Agustus 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar