Minggu, 04 Juli 2010

AT-TA’AAWUN - Saling Bantu Sesama Muslim

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al Maaidah : 2)

Kalau kita pelajari sejarah kerajaan-kerajaan Islam di masa lalu, baik yang ada di Nusantara Indonesia maupun di Jazirah Arab dan Timur Tengah, terlihat bahwa kerusuhan serta keruntuhan kerajaan-kerajaan Islam pada masa lalu tersebut disebabkan oleh hal-hal yang bersifat duniawi, yaitu karena terlalu cinta terhadap harta dan kedudukan. Cinta harta dan kedudukan itu menimbulkan perseteruan dan persaingan tidak sehat serta bahkan peperangan di antara mereka sendiri. Akhirnya kerajaan besar yang menguasai wilayah luas itu terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang lemah dan mudah diadu domba.

Perang Teluk yang terjadi beberapa tahun lalu adalah gambaran paling nyata dan mutakhir dari perebutan harta dan kedudukan (kekuasaan) antara negara-negara Islam Arab pada zaman modern. Negara Islam Irak memerangi tetangganya Kuwait yang juga Islam karena masalah perebutan harta (minyak bumi). Ajaran Islam mengatakan bahwa sesama Muslim adalah bersaudara tetapi karena tamak harta mereka saling berperang. Karena terlalu cinta harta mereka lupa agama yang mengajarkan persaudaraan dan kasih sayang. Memang benar sabda Nabi SAW : “Cinta yang sangat terhadap harta dan kedudukan dapat mengikis agama seseorang.” (HR. Aththusi)

Akhirnya siapa yang menang? Bukan salah satu dari yang berperang itu, tetapi pihak ketiga yaitu negara-negara Barat yang notabene bukan Muslim. Mereka dengan lihai, licik dan tipu daya muslihatnya, kini tanpa disadari telah menjadi penguasa negara-negara Islam yang berseteru di Timur Tengah itu. Mereka mengatas namakan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) tetapi pada hakikatnya adalah Penjajah Bangsa-Bangsa. Betapa sengsaranya rakyat di negeri Irak sekarang. Betapa repot pula negeri Kuwait dan Arab lainnya karena harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk biaya perang dan keamanan, yang harus dibayarkan kepada pihak Barat itu.

Betapa sedihnya pula kita umat Islam melihat sesama Islam di adu domba oleh non-Muslim. Cinta harta dan kekuasaan telah merusak sendi-sendi ajaran agama. Ukhuwwah Islam yang suci ternodai pula oleh kotoran dunia tersebut. Islam ternoda karena umatnya melupakan ajaran Nabinya. Islam terjajah karena umatnya lebih cinta kehidupan dunia daripada akhiratnya. Dalam suatu hadits, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bang-sa lain sebagaimana orang-orang yang berebut melahap isi mangkok.” Para sahabat bertanya, “Apakah saat itu jumlah kami sedikit ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak, bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali tetapi seperti buih air bah (tidak berguna) dan kalian ditimpa penyakit wahn.” Mereka bertanya lagi, “Apa itu penyakit wahn, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kecintaan yang sangat kepada dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud)

Konsep At-Ta’aawun
Salah satu kegiatan yang merupakan pencerminan ukhuwwah Islam yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam adalah at-ta’aawun yaitu saling bantu membantu.

Allah SWT berfirman : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al Maaidah : 2)

Saling tolong menolong bagi sesama orang mukmin dengan berlandaskan pada ukhuwwah fillah (Persaudaraan karena Allah) akan menyebabkan kokohnya persaudaraan dan persatuan umat Islam, yang oleh Rasulullah digambarkan sebagai suatu bangunan yang kuat : “Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seumpama bangunan saling mengokohkan satu dengan yang lain. (Kemudian Rasulullah SAW merapatkan jari-jari tangan Beliau).” (HR. Mutafaq ‘alaih)

Dalam catatan tarikh Islam di zaman Rasulullah SAW praktek at-ta’aawun ini telah dijalankan dengan sangat sempurna ketika kaum Muhajirin yang baru tiba di Medinah sesudah melakukan perjalanan hijrah dari Mekkah, ditolong oleh kaum Anshar. Karena kecintaan terhadap saudaranya yang berdasarkan pada iman dan taqwa maka kaum Anshar rela sepenuh hati untuk membantu segala keperluan kaum Muhajirin, sehingga akhirnya mereka bersatu dalam satu bangunan “masyarakat Islam” pertama di negara Islam (Medinah).

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari : “Setibanya kaum Muhajirin di Madinah maka Rasulullah SAW segera mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’. Ketika itu kepada Abdurrahman, Sa’ad berkata : “Aku termasuk orang Anshar yang banyak kekayaan, dan kekayaanku akan kubagi dua, setengahnya untuk Anda dan setengahnya untukku. Aku juga mempunyai dua orang istri, lihatlah mana yang Anda sukai, sebutkan namanya, maka ia akan segera aku ceraikan dan setelah usai masa iddahnya Anda kupersilahkan nikah dengannya.” Abdurrahman menjawab : “Semoga Allah memberkahi keluarga dan kekayaan Anda. Tunjukkan saja kepadaku letak pasar di kota Anda.” Kemudian kepada Abdurrahman bin Auf ditunjukkan pasar Bani Qainuqa. Dan ketika ia pulang ternyata dia sudah membawa gandum dan samin. Dan untuk seterusnya ia berdagang di pasar tersebut.”

At-Ta’aawun di saat ini
Kalau at-ta’aawun masa Rasulullah SAW tersebut di atas dipraktekkan oleh orang Islam zaman sekarang, maka pasti akan banyak orang (termasuk orang Islam sendiri) yang terheran-heran. Mengatakan orang yang memberikan separuh hartanya (apalagi sampai rela menyerahkan istri yang dicintainya) kepada orang lain tersebut adalah orang aneh. Bahkan mungkin saja akan disebut orang gila, hilang akal, karena melakukan perbuatan yang tidak biasa di mata masyarakat umum.

Kalau kita kembali pada hadits Nabi SAW, memang benarlah bahwa iman dan ketaqwaan orang masa sekarang ini tidaklah setebal pada masa Nabi SAW. Orang sekarang sudah terkena penyakit wahn. Jangankan sampai separuh dari harta benda miliknya yang akan diberikannya, hanya dua setengah persen yang wajib dikeluarkan dalam bentuk zakat, infaq atau sadaqoh sajapun sangat susah. Padahal ajaran Islam mengatakan harta yang diperoleh itu ada sebagian di dalamnya adalah miliknya kaum fakir miskin dsbnya.

Kita lihat betapa banyak orang yang kemampuannya, kekayaannya sangat sangat berlimpah. Rumah mewahnya tidak hanya cukup satu atau dua saja, kendaraan mewahnya juga demikian dan uang simpanannya juga tersebar di bank-bank dalam jumlah yang cukup untuk anak cucu tujuh turunan. Sebaliknya pula kalau kita lihat dijalan betapa banyak fakir miskin dan anak jalanan yang tidak terawat secara layak, baik kebutuhan harian maupun kebutuhan jangka panjangnya (seperti pendidikan). Di samping mereka ada pula anak-anak dari rumah yayasan yatim piatu yang membawa kotak derma (bertulisan Arab) berjalan dari satu kendaraan ke kendaraan lain yang berhenti di lampu merah, mereka mengharap belas kasihan dari para pengendara mobil. Kadang di tolak dan kadang-kadang diberi.

Kalau ajaran Islam (at-ta’aawun serta pengeluaran zakat, infaq, sadaqoh) dipraktekkan dengan benar oleh mereka yang mampu (apalagi oleh yang sangat berkemampuan tinggi), maka kita tidak akan pernah melihat adanya orang-orang di jalanan yang mengemis-ngemis, meminta-minta mengharapkan belas kasihan orang.

Kalau kita kaji surah Al Maaidah ayat 2 di atas maka konsep at-ta’aawun yang diajarkan Islam bukan hanya dalam hal harta benda saja, tetapi juga dalam bentuk lain, misal menolong saudaranya orang Muslim dalam hal mencegahnya dari perbuatan yang dilarang agama; mencegah gangguan yang kemungkinan akan menimpa saudaranya orang Muslim. Praktek at-ta’aawun yang sempurna adalah yang dilakukan tanpa ada permintaan terlebih dahulu dari orang yang membutuhkan, tetapi inisiatifnya muncul dari orang yang akan memberi bantuan. Mereka secara sadar melakukannya berlandaskan iman dan taqwa serta ikhlas karena Allah semata dalam rangka mencari keridhaan-Nya, sehingga mereka selalu memperhatikan hajat atau kebutuhan saudaranya.

Rasulullah SAW bersabda: “Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya. Dia tidak boleh menganiaya dan menyusahkannya. Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat nanti. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah, semoga bermanfa’at.

Waladzikrullahi Akbar.

Jumat, 2 Muharam 1421 H - 7 April 2000

1 komentar:

  1. Peperangan antara sesama mulim,bukan antara golongan sunni dan syiah tapi Irak dan Kwait sama sama SUNNI.Kwait dibantu Amerika(yang kapir harbi)

    BalasHapus