Jumat, 09 Juli 2010

HAK ORANG TUA - Dari Anak-Anaknya

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al Israa’: 23)

Dalam sistim kekeluargaan di negeri Barat ada dua masa atau waktu dimana hubungan antara orang tua dengan anak harus dipisahkan secara fisik (pisah rumah) yaitu pertama sa’at seseorang anak memasuki masa dewasa (berumur 18 tahun) dan kedua sa’at seseorang sudah menjadi orang tua jompo. Pada dua kondisi itu maka seseorang harus rela pergi dari rumah keluarganya.

Pada usia 18 tahun si anak keluar dari rumah orang tuanya untuk hidup bebas, mandiri. Bebas menentukan masa depan dan bebas hidup sendiri; bebas mencari tempat tinggal sendiri; bebas mencari nafkah sendiri; bebas mencari teman hidup; bebas untuk hidup samenleven alias kumpul kebo atau hidup sebagai suami istri tanpa ada ikatan pernikahan. Kalau kelak merasa tidak cocok, maka merekapun bebas pula untuk berpisah (walaupun anak sudah dilahirkan dari hubungan tanpa nikah tersebut). Bagi mereka, kehidupan (perkawinan) bebas seperti hewan itu adalah hal biasa. Sudah sewajarnya menurut mereka, sebelum diikat dalam bentuk pernikahan harus dilakukan “uji coba” terlebih dahulu melalui hidup bersama. Jadi benar-benar kehidupan yang bebas, sangat bebas dalam arti kata luas. Orang tua tidak berhak mengatur, mencampuri kehidupan pribadi si anak. Janganlah coba-coba, karena si anak dapat dan ada haknya menuntut orang tuanya di pengadilan.

Kemudian pada sa’at sudah berusia kira-kira 60 tahun seseorang itu harus rela berpisah dengan keluarga, anak cucunya untuk hidup di rumah-rumah jompo, bersama-sama orang seusia menghabiskan hari-hari tuanya sambil menanti maut datang menjemput. Si anak dan cucu sekali-sekali datang menjenguk. Kalau sibuk (selalu begitu kehidupan di kota-kota besar) maka kesempatan mengunjungi orang tua di rumah jompo pun tidak ada.

Kebiasaan orang Barat mengirimkan orang tua ke rumah jompo merupakan hal biasa. Alasan menyerahkan orang tua ke rumah jompo antara lain adalah karena kesibukan masing-masing anggota keluarga di luar rumah dan tidak ada yang memeliharanya, maka lebih baik orang tua diserahkan perawatannya ke rumah jompo.

Ajaran Islam Tentang Pemeliharaan Orang Tua

Budaya menyerahkan pemeliharaan orang tua ke rumah jompo bukanlah ajaran Islam. Islam adalah agama mulia yang menempatkan manusia sebagai makhluk mulia yang oleh karena itu harus diperlakukan pula secara mulia. Apalagi kalau makhluk manusia itu sudah berstatus sebagai orang tua, maka dia berhak mendapat kemuliaan, penghormatan, pemeliharaan sebaik-baiknya, terutama dari anak-anaknya. Jangan membuat kecewa hatinya dan membuat marah. Hanya mengatakan “ah” sajapun dilarang (Lihat surah Al Israa’ 23 di atas).

Perkataan “ah” adalah kata-kata yang biasa saja, yang biasa secara enteng kita lontarkan kepada orang lain. Tetapi Islam mengajarkan jangan sekali-kali mengatakannya kepada orang tua. Karena bisa saja perkataan itu mengecewakan hati dan membuat marah, tidak ridho kepada kita. Kalau ada perkataan yang lebih jelek lagi dari “ah” tersebut, pasti kata itu yang tercantum di Al Qur’an.

Seandainya Allah SWT tidak menyebutkan di dalam kitab-Nya tentang kewajiban berbakti kepada orang tua niscaya hal itu dapat diketahui atau dirasakan oleh akal sehat bahwa berbakti kepada keduanya adalah wajib. Orang yang mempunyai akal sehat tentu mengetahui bagaimana berbakti dan menunaikan hak-hak kedua orang tua, apalagi Allah Ta’ala telah menyebutkannya di dalam semua kitab-Nya (baik dalam Taurat, Zabur, Injil maupun Al Qur’an).

Allah SWT melalui kedua orang tua kita yang telah menghadirkan kita ke alam dunia ini dari air yang terpancar, “yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.” (Ath Thaariq : 7)

Lalu ibu mengandung selama 9 bulan semakin lama makin lemah dan kemudian setelah tiba waktunya kitapun dilahirkan dengan susah payah. Derita ibu dan bapak belum selesai dalam menerima kehadiran kita, karena dengan segala daya upaya mereka mengasuh, membesarkan, mendidik dengan kemesraan dan kasih sayang, menyekolahkan sampai menikahkan dan bahkan sampai kita mampu mandiri. Kalau ditakar dengan nilai uang, semua jasa kedua orang tua tidak dapat dihitung. Seribu bahkan sejuta bintang penghargaan bertatah emas berlian yang kita sematkan di dada keduanya tidak dapat mengimbangi kebaikan mereka. Jasa kedua orang tua tidak dapat diukur dengan harta benda. Oleh karena itu sangat berdosa orang yang menyia-nyiakan keduanya, tidak berbuat baik kepada mereka, baik semasa masih hidup maupun sesudah tiada. Sungguh celaka orang yang menemui keduanya masih hidup tetapi tidak memperoleh surga.

Di dalam Al Qur’an kewajiban berbuat baik kepada orang tua posisinya ditempatkan bergandengan sesudah menyembah Allah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya berbuat baik kepada orang tua. Seorang sahabat Nabi SAW yaitu Ibnu Abbas ra mengatakan : “Ada tiga ayat yang diturunkan Allah bersamaan (atau mengiringi) tiga ayat yang lain. Oleh karenanya, Allah tidak akan menerima salah satunya (sebagai wujud menta’ati perintah ayat itu) tanpa menyertakan pelaksanaan keta’atan ayat yang menyertainya; yaitu :

Pertama, firman Allah SWT :

“Dan ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul.” (Al Maidah : 92 dan lihat surah-surah lainnya)

Barangsiapa menta’ati Allah tetapi tidak menta’ati Rasul-Nya maka keta‘atannya itu tidak diterima.

Kedua, firman Allah SWT :

“Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat.” (Al Baqarah : 43 dan lihat surah-surah lainnya)

Barangsiapa mendirikan sholat tetapi tidak mengeluarkan zakat, maka jelas sholatnya tidak diterima.

Ketiga, firman Allah SWT :

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu.” (Luqman : 14)

Barangsiapa bersyukur kepada Allah tetapi tidak bersyukur kepada kedua orang ibu bapaknya maka tidak akan diterima syukurnya kepada Allah.

Itu sebabnya, Rasulullah SAW telah memperingatkan : “Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah juga tergantung kepada kemurkaan kedua orang tua.” (HR. Al Hakim)

Kepentingan orang tua seharusnya didahulukan dari kepentingan lainnya sebagai tanda menghormati, berbakti dan berbuat baik kepadanya. Bahkan kalau keduanya (Atau salah satunya) masih hidup dan kemudian kita memeliharanya dengan baik, maka hal itu adalah jauh lebih baik daripada berjuang jihad fisabilillah.

Dalam hadits riwayat Bukhari, Muslim dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata : “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW : “Amal apakah yang paling disukai Allah?” Beliau menjawab : “Shalat pada waktunya.” “Kemudian amal apa?” Beliau melanjutkan : ”Berbakti kepada kedua orang tua.” “Kemudian apa lagi?” Beliau melanjutkan : “Berjihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam hadits lain diriwayatkan bahwa seorang datang kepada Nabi SAW. Dia mengemukakan hasratnya untuk ikut berjihad. Nabi SAW bertanya kepadanya : “Apakah kamu masih mempunyai kedua orang tua?” Orang itu menjawab : “Masih.” Lalu Nabi SAW bersabda : “Untuk kepentingan merekalah kamu berjihad.” (Mutafaq’alaih)

Berbuat durhaka kepada orang tua tergolong dosa besar dan Allah mengharamkan sorga bagi mereka. Dalam hadits diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda : “Ada tiga macam golongan manusia dimana Allah SWT mengharamkan sorga atas mereka, orang yang gemar meminum khamer, orang yang durhaka kepada orang tuanya dan muncikari (germo).” (HR. Ahmad, An Nasai dan Al Hakim)

Selain mendapat siksaan di akhirat maka siksaan di dunia waktu masih hidup akan diterima pula dengan segera. Dalam hadits dikatakan : “Semua perbuatan dosa siksaannya akan ditangguhkan Allah sesuai kehendak-Nya hingga hari kiamat, kecuali dosa karena berani kepada kedua orangtua. Sesungguhnya Allah akan menyegerakan pelakunya (menerima siksa) sewaktu masih hidup sebelum meninggal.” (HR. Al Hakim)

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 22 Shafar 1421 H - 26 Mei 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar