Senin, 12 Juli 2010

PERJALANAN – Munajat Dalam Mi’raj & Sholat

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman ; Artinya : “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.” (Al Israa’ : 78-79)

Bulan Rajab termasuk salah satu bulan mulia dalam kalender Islam yang banyak dikenang dan diperingati karena pada bulan ini, lebih kurang 1419 tahun yang lalu (Menurut kalender Hijriah) telah dikeluarkan secara resmi undang-undang atau peraturan wajib yang harus dilaksanakan oleh setiap muslimin dan muslimat yaitu perintah mendirikan sholat fardhu yang lima. Perintah sholat itu langsung (tanpa melalui perantaraan Malaikat Jibril, dsbnya) disampaikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW pada saat audiensi Beliau, mendapat kehormatan istimewa menghadap langsung kepada Al Khaliq di satu tempat yang paling tinggi, hingga melampaui alam malakut. Kehormatan yang istimewa, sebab belum pernah ada dalam sejarah Nabi dan Rasul sebelumnya yang mendapat perkenan-Nya untuk menghadap di tempat Yang Maha Tinggi. Suatu mukjizat yang hanya diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Peristiwa luar biasa itu kita kenal dengan nama malam isra’ mi’raj ; yang menurut para ahli (a.l. Ibnu Katsir) diyakini terjadi pada 27 Rajab.

Perintah Tunggal.

Mi’raj adalah perjalanan Nabi SAW menembus langit tujuh lapis yang ditemani oleh Malaikat Jibril dimulai dari Masjidil Aqsha di bumi (seusai isra’, diperjalankan Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha); naik ke langit pertama, terus sampai ke langit tertinggi yang mana pada setiap lapisan langit bertemu dengan Nabi-Nabi terdahulu. Kemudian setelah melalui Sidratul Muntaha (tempat paling dekat dengan Arsy’) bermunajat kepada Al Khaliq dan mendapat satu perintah yaitu mendirikan sholat sebanyak 50 (lima puluh) kali dalam sehari semalam. Tapi setelah mendengar saran Nabi Musa AS bahwa umat Nabi Muhammad kelak tidak akan sanggup melaksanakannya maka Nabi SAW naik kembali memohon kepada Allah SWT agar jumlah itu dikurangi. Setelah berulang kali naik turun mohon keringanan maka akhirnya Nabi Muhammad SAW menerima sebanyak 5 (lima) kali dalam sehari semalam, dengan catatan yang perlu digaris bawahi yaitu apabila yang lima waktu itu dikerjakan maka pahalanya adalah sama dengan yang lima puluh waktu.

Diriwayatkan dalam hadits Nabi yang menceritakan perjalanan isra’ mi’raj itu, bahwa Allah berfirman : “Hai Muhammad, shalat lima waktu itu untuk setiap sehari semalam; pada setiap shalat berpahala sepuluh shalat, maka itulah lima puluh kali shalat. Dan barangsiapa yang berniat untuk melakukan kebaikan, kemudian ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan. Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginya pahala sepuluh kebajikan. Dan barangsiapa yang berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya. Dan jika ia mengerjakannya maka dituliskan baginya dosa satu keburukan”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah salah satu kasih sayang Allah Yang Maha Rahman dan lagi Maha Rahim kepada kita umat Nabi Muhammad SAW.

Apa yang terjadi bila Nabi SAW tidak menerima saran Nabi Musa AS atau Nabi Musa tidak memberikan saran kepada Nabi SAW? Coba mari kita hitung setiap berapa menit dalam sehari semalam kita harus mendirikan sholat sebanyak 50 (lima puluh) kali. Bila dalam sehari semalam 24 jam = 1.440 menit, maka kita akan sholat setiap 28,8 (= 1.440 : 50) menit sekali. Pikirkan dengan kehidupan kita sekarang ini kemudian setiap 28,8 menit harus sholat; kapan waktunya kita harus bekerja, istirahat malam dsbnya? Apa kita mampu? Sedangkan yang lima waktu saja sekarang masih ada sebagian dari kita yang belum melaksanakannya, dimana kalau ditanya jawabannya adalah dengan seribu macam aneka alasan.

Ada yang mengatakan tidak sempat karena sibuk sekali dengan tugasnya; ada yang jawabannya masalah tempat tidak ada; ada pula yang mengatakan tidak tahu bacaannya; ada yang lupa; ada yang nanti dulu. Ada lagi sebagian yang mengatakan sholat itu tidak penting yang penting adalah hatinya baik, suka berbuat baik pada orang lain. Buat apa sholat kalau kelakuannya tidak baik? Ada pula yang berkata bahwa tanpa sholatpun dia sudah kaya. Wah, macam macam …. yang pada intinya adalah belum mau sholat dan bahkan meremehkan pentingnya sholat (menganggap enteng). Kita dapat pastikan bahwa mereka itu belum pernah mendengar atau membaca kitab Al Qur’an dan Al Hadits, antara lain sebagai berikut: “Yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya buruk maka dia kecewa dan merugi”. (HR. An-Nasa’I dan At-Tarmidzi)

Jadi walaupun seseorang itu baik hatinya, tidak pernah menyakiti hati orang lain dsbnya, tetapi kalau dia tidak sholat maka sesuai hadits di atas maka amal baiknya itu tidak ada gunanya. Lalu bagaimana dengan orang yang rajin sholat dan tetapi rajin juga berbuat amal salah alias bukan amal sholeh? Nabi SAW memberikan keterangan: “Shalat-sahalat fardhu adalah penghapus dosa-dosa kecil yang dikerjakan di antara waktu-waktu itu, selama tidak ada dosa-dosa besar yang dikerjakan”. (HR. Ahmad, Muslim, At-Tarmidzi)

Shalat fardhu lima waktu yang wajib dikerjakan itu merupakan satu-satunya perintah yang diterima oleh Nabi SAW ketika mi’raj, langsung tanpa perantara. Perintah tunggal yang langsung ini mengandung arti bahwa perintah itu merupakan hal yang sangat penting untuk diemban dan dilaksanakan, tidak boleh disia-siakan atau dilalaikan baik dari segi waktu maupun pelaksanaannya; harus tertib sesuai rukun-rukunnya. Apalagi Allah SWT telah memberikan kemudahan dari 50 (lima puluh) kali menjadi hanya 5 (lima) kali dalam sehari semalam.

Rasulullah SAW bersabda : “Lima shalat difardhukan oleh Allah atas hamba-hamba Nya. Barangsiapa mengerjakannya tidak satupun ditinggalkan karena menganggapnya remeh, niscaya akan beroleh janji Allah untuk memasukkannya ke dalam surge. Dan barangsiapa tidak mengerjakannya maka tiada janji yang diperoleh dari Allah. Jika Allah menghendaki, ia akan diazab (karena kelalaiannya itu), tetapi bila Allah menghendaki yang lain, ia akan dimasukkan juga ke dalam surge”. (HR. Imam Malik, Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’I, Ibnu Hibban dan Hakim)

Munajat Sholat & Mi’raj.

Dari kisah di atas kita ketahui bahwa perintah sholat lima waktu itu diwajibkan kepada kita umat Nabi Muhammad SAW pada sa’at Beliau dimi’rajkan ke langit dan munajat ke Hadlirat Allah SWT. Kalau kita kaji antara mi’raj dengan sholat maka bagi kita ada persamaan dari segi ruhaniahnya, yaitu kedua-duanya sama-sama munajat, menghadap Allah SWT. Munajat menurut bahasa artinya berbisik atau berbicara secara rahasia. Secara istilah, munajat adalah melakukan ibadah, baik dalam bentuk perbuatan, ucapan maupun do’a dengan sepenuh hati, khusyu’ dan tawadhu’ dengan suara lembut sehingga terasa dekat sekali kepada Allah SWT, untuk mengharap keridhaan, ampunan, hidayah dan pertolongan-Nya. Usaha tersebut hanya bias dicapai dalam posisi antara kedua pihak yang sangat dekat. Munajat dalam arti posisi yang sangat dekat kepada Allah SWT pernah dialami Nabi Musa AS ketika ia dipanggil oleh Allah SWT di Gunung Thur (Maryam : 52)

Dengan demikian bila kita mendirikan sholat maka itu berarti jiwa kita sedang munajat; konsentrasi fikiran kita sedang naik “mi’raj” ke langit mendekat dan menghadap kepada Allah SWT. Bermunajat dapat kita lakukan melalui sholat, do’a, dzikir, yaitu dengan cara memusatkan fikiran dan mengosongkan hati, sehingga yang ada hanya perasaan selalu dekat kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya. Oleh karena itu bila ada seseorang yang sedang shalat maka jangan berbicara keras atau berbuat keributan di dekatnya apalagi sambil berlalu lalang di depannya karena akan mengganggu konsentrasi (kekhusyu’an) orang yang sedang munajat itu. Dalam suatu hadits Rasulullah SAW mengajarkan : “Kalau saja salah seorang kamu mengetahui bagaimana keadaan orang yang melewati (di depan) saudaranya yang sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka sungguh ia akan berhenti di tempat itu selama seratus tahuin adalah lebih ia sukai daripada apabila ia melewatinya”. (HR. Imam Ahmad)

Demikian semoga bermanfa’at, dalam rangka memperingati peristiwa isra’ mi’raj yang luar biasa, untuk memperbaiki iman dan juga untuk tetap tegaknya sholat fardhu yang diterima Nabi SAW sebagai satu-satunya perintah yang langsung dari Allah SWT ketika mi’raj itu.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum’at, 20 Rajab 1418 H – 21 November 1997

1 komentar: