Jumat, 09 Juli 2010

GURU - Memperjuangkan Nasib

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az Zukhruf : 32)

Dalam sejarah kehidupan di negeri ini baru pada bulan April tahun 2000 para guru berdemonstrasi, memperjuangkan nasibnya. Kalau mau jujur, sebenarnya selama ini kita telah membohongi para guru yang telah banyak berupaya mendidik anak bangsa, anak-anak calon pemimpin masa depan, anak harapan orangtua dan sebagainya sebutan yang sering diberikan kepada anak-anak yang dididik oleh para guru-guru tersebut.

Demikian hebat jasa guru tersebut sehingga kita beri dia gelar “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Gelar yang bisa saja memberi penghargaan yang tak ternilai secara moral kepada guru, tetapi ternyata sangat merugikan bagi mereka dari segi keuangan. Gelar tersebut seolah-olah menggambarkan betapa seorang guru tidak perlu balas jasa alias uang jasa. Padahal mereka bukanlah manusia malaikat atau manusia super. Mereka seperti kita juga adalah manusia biasa yang butuh kesejahteraan dalam hidupnya. Mereka butuh kecukupan dalam sandang, pangan, papan; baik untuk diri mereka sendiri maupun bagi keluarganya.

Banyak orang kecewa melihat guru berdemonstrasi yang tentu saja harus meninggalkan anak didik tanpa mendapat pengajaran secara normal. Tetapi sangat sedikit dari kita yang merasa kecewa serta iba melihat nasib guru yang dikuras tenaganya, waktu dan dedikasinya karena kita katakan itu adalah kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru. Rasanya antara apa yang dilakukan mereka dalam memajukan anak-anak bangsa tidak sebanding dengan apa yang didapat mereka untuk menghidupi keluarganya. Betapa kecil pendapatan mereka apalagi bila dibandingkan dengan gaji para pejabat yang baru-baru ini diumumkan. Wah… sangat… sangatlah jauh. Pendapatan kecil itu semakin kecil saja lagi karena dipotong di sana dan dipotong di sini. Di sunat di atas dan di sunat lagi di bawah dengan alasan macam-macam.

Wibawa Guru

Banyak orang tua mengeluh karena merasakan anaknya tidak mendapat didikan yang baik karena guru sibuk mencari penghasilan tambahan; yang menurut mereka hal itu tidak pantas dilakukan oleh seorang guru, karena dapat menjatuhkan wibawa guru.

Wibawa guru? Sudah lama tidak ada sejak profesi guru bukan lagi sesuatu yang menarik dan dapat dibanggakan dalam hal pendapatannya. Zaman sekarang banyak orang yang menjadi guru bukan lagi karena panggilan hati tetapi karena terpaksa. Dulu orang bangga menjadi mahasiswa IKIP karena dia adalah calon guru tetapi sekarang tidak lagi sehingga perguruan tinggi IKIP pun melakukan reformasi diri dengan cara berganti nama dari institut menjadi universitas. Pergantian nama ini tujuannya antara lain diharapkan agar lulusannya dapat diterima oleh masyarakat dunia usaha.

Dulu seorang guru masih dapat berbangga hati pergi mengajar dengan sepeda tua model kuno, tetapi masa sekarang tidak lagi karena banyak murid yang naik sepeda motor atau diantar oleh orangtua atau supirnya dengan mobil sementara guru datang ke sekolah dengan berjalan kaki atau naik angkutan umum. Kesenjangan sosial ini membuat banyak guru menjadi rendah diri sehingga tidak dapat berbuat apa-apa bila murid bandel. Apalagi kalau yang bandel tersebut anak kesayangannya orang kaya dan pejabat lagi. Guru tidak ada daya dan tidak ada wibawa.

Masa dulu, ketika bapak guru masih dipanggil “engku”, seorang guru menduduki tempat terhormat. Para murid sangat hormat pada gurunya, dimana mereka tidak berjalan di depan guru; tidak menduduki tempat duduk guru; tidak mendahului bicara di hadapan guru kecuali dengan izinnya, dan lain-lain adab yang harus diperhatikan oleh murid dalam memuliakan guru.

Lingkungan Mengajar

Masyarakat terutama para orang tua murid mengharapkan banyak kepada guru dan sekolah. Harapan mereka agar anak-anak kelak menjadi orang yang pintar, tetapi usaha dan upaya yang dapat menjadikan anak mereka pintar tidak didukung secara penuh. Kita ini sudah terkena virus penyakit kapitalis Barat yaitu suka membeli barang atau jasa yang bermutu tinggi tetapi murah biayanya. Terhadap jasa pendidikan kita ingin pula memperlakukan cara yang sama. Apalagi jasa para ustadz (guru agama) bahkan lebih rendah lagi yang diterimanya.

Jasa mengajar guru tidaklah sama dengan jasa-jasa lain dalam bidang komersial. Pelayanan jasa di bidang komersial dapat ditekan biayanya dengan cara efisiensi pekerjaan. Tetapi pelayanan jasa guru sangat berbeda faktor lingkungannya sehingga sulit dilakukan efisiensi. Faktor yang mempengaruhi lingkungan guru dalam mengajar antara lain yaitu murid dan fasilitas sekolah. Guru dan sekolah bisa saja berlaku efisien dalam mengajar, tetapi faktor murid?

Ada anak rajin, ada pula yang malas. Murid yang malas akan menghambat kelancaran belajar teman-teman lain sekelas. Seharusnya mata pelajaran sudah masuk ke bab berikutnya tetapi karena ada murid malas, tidak faham isi bab yang sedang dibahas, maka menjadi tertunda. Guru menunda bab baru sampai anak faham. Itu adalah cara mengajar guru yang bertanggung jawab pada anak didik. Selalu mengawasi dan berusaha mendorong murid agar dia berhasil.

Bagaimana kalau guru sedang dalam keadaan pusing memikirkan kebutuhan harian yang sulit dipenuhi, karena harga-harga sudah melonjak dan hutang di warung tetanggapun sudah segunung. Hasil mengajar, dari pagi sampai sore tidak dapat menunjang hidup. Pusing di rumah, pusing lagi di sekolah. Gelap rasanya. Gurupun menjadi masa bodoh terhadap keadaan anak murid, yang penting tugas mengajar sudah terlaksana. Murid mau pintar atau jadi bodoh bukan urusannya. Itu adalah masalah anak itu sendiri.

Bagaimana pula kalau kondisi guru tersebut ditambah dengan faktor lain seperti orangtua atau masyarakat yang tidak peduli dengan nasib guru, karena menganggap masalah tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah?

Masalah Bersama

Nasib guru adalah masalah kita bersama, bukan hanya masalah yang dihadapi oleh Pemerintah saja, karena guru adalah milik kita, milik masyarakat baik yang di pelosok desa maupun di kota, dari lapisan bawah sampai ke lapisan atas. Guru adalah pembimbing dalam melewati gerbang ilmu, dimana setiap orang berstatus murid, siswa, pelajar, santri penuntut ilmu harus melalui gerbang itu. Usaha peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) akan berhasil apabila guru dimuliakan, hak-hak guru diperhatikan. Dalam memuliakan guru tersebut Sayidina Ali bin Abu Thalib Karramallahu Wajhah berkata : “Hak seorang guru harus lebih diindahkan melebihi seluruh hak, dan lebih wajib dijaga bagi setiap muslim. Sehingga sangat layaklah sebagai tanda memuliakan guru ; andaikata ia diberi 1000 dirham karena mengajar satu huruf.”

Maksudnya bahwa hak seorang guru merupakan hak yang harus dihormati melebihi seluruh hak, dimana setiap muslim wajib menjaganya, yaitu hak guru itu sangat wajib dijaga oleh setiap muslim. Sebab seorang yang mengajarmu satu huruf yang memang kamu butuhkan dalam soal agama maka ia adalah ayahmu dalam agama. Dalam hal ini diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda : “Sebaik-baik para bapak adalah orang yang telah mengajarmu.”

Agungkanlah para guru dan penuhilah hak-haknya. Jangan sampai kehidupan guru merana karena akan mengakibatkan penyampaian ilmu menjadi tidak lancar. Bila ilmu tidak sampai ke murid, maka kelak masyarakat akan menjadi sesat. Perlu kita simak hadist Rasulullah SAW berikut : “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba-Nya (maksudnya melenyapkannya dari diri mereka), Allah mengambil ilmu dengan jalan mengambil para ulama (mematikan mereka). Jika sampai tidak ada seorangpun yang memiliki ilmu (terutama ilmu agama), akhirnya manusia akan mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin. Maka ketika mereka ditanya tentang perkara-perkara, mereka akan menentukan tanpa berdasarkan ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam surah Az Zukhruf ayat 32 dinyatakan bahwa Allah telah menentukan kehidupan setiap orang berbeda-beda dan meninggikan sebahagian manusia atas sebahagian yang lain beberapa derajat agar sebahagian dari manusia dapat mempergunakan sebahagian yang lain.

Para ulama, ustadz, guru ditinggikan derajatnya karena ilmunya dan karena ilmu tersebut kita mempergunakan mereka sebagai pengajar. Sebahagian dari kita ada yang ditinggikan karena harta yang dimilikinya dan hendaklah harta tersebut di infakkan kepada usaha dan upaya yang berkaitan dengan memajukan pendidikan dan pengajaran (termasuk di dalamnya kesejahteraan para guru) agar ilmu yang ada ditangan ulama, guru, ustadz dapat sampai dengan lancar kepada para murid tanpa ada hambatan.

Semoga bermanfa’at.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 23 Muharam 1421 H - 28 April 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar