Jumat, 09 Juli 2010

PERAN IBU - Dalam Keluarga Muslim

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (An Nisaa’ : 9)

Orang bijak berkata, bahwa apabila anak-anak putri suatu bangsa telah rusak maka akan rusaklah bangsa itu. Pendapat tersebut bukan mengada-ada, bukan sekedar teori tetapi berdasarkan pengalaman dan pengamatan serta pemikiran yang mengacu kepada kebenaran yang bersumber dari Al Qur’an dan hadits. Anak-anak bangsa, putra dan putri adalah generasi penerus bangsa, yang kelak pada masanya, sa’at mereka dewasa, maka di tangan merekalah nasib suatu bangsa dipertaruhkan. Mereka dengan profesinya masing-masing sesuai kemampuan, sesuai kontribusi (sumbangan) tenaganya, pikiran atau harta adalah manusia-manusia yang pada waktunya kelak akan menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Kalau sejak dari usia dininya mereka tidak memperoleh pemeliharaan kesehatan, makanan minuman dan pendidikan yang baik maka akan terjadi pada suatu saat kelak bangsa itu mengalami lost generation (generasi yang hilang). Risiko lost generation mungkin terjadi apabila suatu generasi pada suatu saat mengalami kondisi dicekam kemiskinan, kurang gizi dan kurang sehat, kurang pendidikan serta kurang memperoleh perawatan dan kasih sayang yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan kejiwaan, mental dan rohaninya.

Ancaman generasi yang hilang sudah mengintai Indonesia, bahkan oleh Kepala Perwakilan UNICEF untuk Indonesia dan Malaysia yang bernama Stephen J Woodhouse dinyatakan bahwa pada hakikatnya Indonesia secara potensial berisiko mengalami lost generation. (Harian Republika, Rabu 21 Juli 1999 hal.2)

Diungkapkan juga bahwa hampir 24 persen dari seluruh penduduk Indonesia (l.k. 50 juta penduduk) hidup di bawah garis kemiskinan dan separuh dari anak Indonesia menderita kekurangan gizi serta ratusan anak sudah meninggal karena kekurangan gizi berat (disebut marasmus kwashiokor) Fakta lain, 60 persen dari ibu hamil dan anak sekolah menderita kekurangan zat besi (anemia) serta 15 persen anak yang lahir dalam kondisi berat badan yang rendah. Yang lebih seram lagi, sampai 6,5 juta anak pada tahun ini kemungkinan tidak masuk sekolah (akibat kemiskinan) dan mereka menjadi pekerja anak, anak jalanan, terjerumus kedalam dunia pelacuran atau pekerjaan lain yang membahayakan jiwa raganya.

Mereka yang mampu sekolahpun, hanya separuhnya dari anak yang masuk kelas satu SD akan menyelesaikan sampai kelas enam. Lalu kurang dari separuhnya yang lulus SD itu akan melanjutkan ke SLP. Berita seram ini lebih menyedihkan lagi saat diungkapkan bahwa dana pendidikan yang dikeluarkan pemerintah hanya 8 persen dari anggaran negara. Dibandingkan dengan negara tetangga angka tersebut sangatlah kecil, seperti Singapura 22 persen, Thailand dan Malaysia 16 persen. Dengan kondisi-kondisi di atas jelas pada masa mendatang Indonesia akan memiliki SDM atau sumber daya manusia yang lemah sehingga tidak dapat bersaing di dalam dunia global.

Kwalitas Hidup Wanita

Pernyataan Woodhouse itu diungkapkan dalam seminar Membangun Masa Depan Bangsa Melalui Pendekatan Pengembangan Kwalitas Ibu dan Anak, di Jakarta pada hari Selasa 20 Juli 1999 yang dihadiri oleh lima partai besar yang menang dalam pemilu yang lalu. Lalu mereka membuat ke-sepakatan bersama yang berisikan antara lain berusaha meningkatkan kwalitas hidup anak dan wanita. Kesepakatan yang dicapai di seminar tersebut merupakan penyelesaian terbaik dari masalah yang diungkap Woodhouse, karena kemiskinan yang dihadapi sebagian besar rakyat Indonesia itu dampaknya yang langsung adalah kepada kwalitas hidup kaum wanita dan anak-anak. Kwalitas hidup tersebut ialah menyangkut makanan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan yang layak. Anak-anak, sebagai generasi penerus bangsa harus mendapatkannya agar tidak terjadi yang disebut lost generation. Kaum ibu pun harus mendapatkannya karena mereka yang mengandung, melahirkan, menyusui dan mengasuh (merawat dan mendidik) anak-anak tersebut.

Masalah Peran Wanita

Peran wanita sebagai ibu ini akan berkurang dan bahkan hilang apabila kaum wanita kurang perhatiannya ke-pada kehidupan keluarganya sebagai akibat mereka bekerja di luar rumah. Akhirnya yang menderita adalah anak-anak yang mereka tinggalkan di rumah dalam asuhan orang lain karena kurang perhatian dari orang tua. Apalagi kalau si ibu sangat sibuk sehingga pengasuhan anak-anak diserahkan sepenuhnya kepada orang lain seperti pembantu rumah tangga (yang jelas tidak memadai dalam memenuhi kebutuhan kejiwaan si anak), maka kemungkinan besar yang akan terjadi adalah anak-anak bermasalah.

Masalah ini semakin rumit apabila mereka adalah keluarga miskin sehingga ibu harus bekerja di luar rumah membantu ayah dalam mencukupi kebutuhan keluarga dan bila mereka sangat miskin maka anak yang dibawah umurpun akan turut mencari nafkah. Yang dapat membantu mengatasi masalah ini hanya negara dan masyarakat lain yang memiliki kemampuan, yaitu melalui bantuan antara lain berupa zakat dan lapangan kerja yang memadai bagi si ayah (yang mempunyai kewajiban dalam memberi nafkah).

Wanita di Barat

Dalam suatu golongan masyarakat yang menyatakan dirinya modern atau maju seperti yang telah dite-rapkan oleh negara-negara Barat, maka tidak ada perbedaan peranan (tugas) antara jenis pria dengan wanita. Bagi mereka, jenis kelamin bukan hambatan untuk melakukan suatu tugas, karena yang dipenting-kan adalah kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas tersebut. Seorang wanita dapat saja mengerjakan tugas yang seharusnya dilakukan oleh pria, selama dia memiliki kemampuan untuk itu. Bagi mereka tugas wanita di rumah (seperti melahirkan, merawat dan mendidik anak, mengurus rumah tangga dan tetek bengeknya) adalah pekerjaan yang merupakan pelecehan derajat kaum wanita. Lalu, karena merasa mampu seperti yang dilakukan pria, maka mereka menuntut persamaan hak, protes dan demonstrasi melalui gerakan hak azasi manusia (HAM), womens liberation, gerakan emansipasi wanita. Perjuangan mereka mendapat kemenangan, sehingga banyak pekerjaan pria, kini sebagian besar sudah diambil alih mereka.

Tetapi kalau dikaji, ada side effects (akibat sampingan) negatif dari peru-bahan tersebut yaitu banyak ditemu-kan anak-anak yang mengalami kebobrokan moral. Sejak dari anak yang tidak menghormati orangtua, anak yang melawan orangtua akibat kurang komunikasi, kurang dekat, ku-rang kasih sayang dari orang tua; dan anak-anak remaja yang berhubungan seksual tanpa nikah (ini sudah dianggap biasa), abortus (peng-guguran kandungan) dan tindak kejahatan lain seperti terlibat narkotika dan perbuatan kriminal.

Peran Ibu Dalam Islam

Pandangan mengenai peran ibu bekerja di luar rumah tersebut kini sudah melanda negeri kita dan juga negara-negara Islam, termasuk pula segala macam dampak negatifnya. Apakah hal ini akan kita biarkan saja? Mana yang lebih penting, masa depan anak yang baik, kehidupan keluarga sakinah dan juga bangsa yang kuat atau membiarkan kaum ibu sibuk kerja di luar rumah dengan konsekwensi masa depan anak hancur, kehidupan keluarga berantakan dan masa depan bangsa (dan agama Islam) juga hancur? Perlu kita simak ungkapan penyair Islam sbb: Seorang ibu ibarat sekolah……….. apabila kamu siapkan dengan baik berarti kamu menyiapkan satu bangsa yang harum namanya

Islam tidak menolak seorang ibu bekerja, tetapi hendaklah dengan mempertimbangkan fitrahnya sebagai ibu yang mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin dan membantu suami dalam menjalankan kehidupan rumah tangga serta menjaga kehormatannya sa’at si suami tidak di sisinya (Lihat surah An Nisaa’ : 34)

Rasulullah SAW bersabda : “Seorang lelaki adalah pemimpin keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka. Seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suami dan bagi anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari, Muslim)

Islam mengajarkan bahwa mempersiapkan seorang ibu yang berkwalitas adalah sejak dini sekali ketika baru dilahirkan. Kwalitas seseorang menurut Islam dilihat dari ketaqwaannya kepada Allah SWT. Taqwa kepada Allah adalah bagian dari etika atau akhlak manusia kepada Khaliq nya. Pendidikan mengenai akhlak inilah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya (termaktub di Al Qur’an dan hadits) dan selanjutnya setiap pemeluk Islam berkewajiban pula mengajarkannya, terutama sekali kepada keluarganya, sesuai sabda Nabi SAW :“Di antara hak anak terhadap ayahnya adalah (agar si ayah) mengajarkan akhlak yang baik dan memberinya nama yang baik.” (HR. Ahmad dan At Tirmidzi)

Demikianlah, semoga bermanfa’at.

Waladzikrullahi Akbar.

Jum'at, 17 Rabi’ul Tsani 1420 H - 30 Juli 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar