Jumat, 18 Juni 2010

TAHUN BARU

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Selama ini kita di Indonesia sangat lazim membesarkan perayaan malam tahun baru yang terjadi pada setiap malam pergantian tahun Masehi daripada merayakan tahun baru Hijriah. Ini dapat dilihat bahwa setiap malam tahun baru di tempat-tempat hiburan, dari yang gratis sampai yang bertarif jutaan rupiah pasti selalu ramai penuh dikunjungi masyarakat. (Apapun alasan kedatangannya, tetapi akhirnya mereka itu ikut meramaikan suasana malam tahun baru). Sampai-sampai media tv swasta juga saling tidak mau kalah dengan dukungan sponsor, saling bersaing, menggelar acara hingga pagi untuk turut merayakannya.

Sebenarnya adalah sesuatu yang wajar, lumrah saja karena kalender Masehi diakui secara global internasional sebagai kalender yang umum digunakan diseluruh negara. Tetapi bagi negara yang mayoritas dari jumlah penduduknya beragama Islam atau negara yang telah menyatakan dirinya sebagai negara Islam, maka biasanya berlaku dua sistim kalender yaitu kalender Qomariah yang dihitung dari perputaran bulan, yang mana ini lazimnya digunakan oleh umat Islam dengan nama kalender Hijriah. Kemudian sistim kalender Syamsiah yang dihitung berdasarkan perputaran matahari, yang ini lebih dikenal dengan nama kalender Masehi.

Pekan Muharam

Yang membuat prihatin adalah tiap merayakan tahun baru Hijriah, di negara yang mayoritas beragama Islam ini kelihatan adem ayem, tidak semeriah ketika menyambut tahun baru 1 Januari. Memang ada yang merayakan tetapi tidak dalam skala nasional yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas. Paling banter hanya di kalangan terbatas seperti di masjid, di lingkungan pondok pesantren, jama’ah suatu majlis taqlim atau dijadikan bahan khotbah Jum’at para khatib. Ada juga peringatan malam 1 Syura, tetapi ini adalah malam tahun baru berdasarkan kalender Jawa yang disambut oleh mereka yang masih memegang adat istiadat. (Waktunya kebetulan sama dengan tahun baru Hijriah). Alhamdulillah, tahun ini dengan kerja sama MUI dan Depag, untuk menyambut tahun baru Hijriah diselenggarakan Pekan Muharam dari tgl. 6-12 May 1997. Walaupun mungkin baru di Masjid Istiqlal Jakarta saja, tetapi sudah merupakan suatu awal yang baik.

Penentuan tahun Islam

Kegiatan menyambut tahun baru Hijriah dari segi syiar agama masih kurang karena belum semua warga masyarakat yang beragama Islam terlibat. Padahal Tahun Baru Islam ini menurut catatan sejarah adalah merupakan hasil pilihan para sahabat Nabi di zaman Khalifah Umar ra, yang dipatok awal permulaan berlakunya berdasarkan suatu peristiwa besar yang sangat menentukan dalam kelangsungan syiar Islam hingga kini, yaitu hijrahnya Nabi SAW dari Makkah ke Madinah (Yatsrib).

Proses perubahan secara ruhaniah dan jasmaniah.

Peristiwa hijrah itu sendiri adalah suatu moment yang sangat kuat melekat dalam hati sanubari setiap Muslim dari sejak zaman Nabi SAW hingga sekarang. Mengapa? Hijrah bukan saja suatu proses perpindahan secara jasmani atau fisik tetapi juga adalah proses perpindahan secara psikis, ruhani, batiniah karena hijrah secara fisik itu kalau tidak dilandasi oleh niat atau kemauan ruhani (Apapun niatnya) maka proses itu tidak akan terjadi. Hijrah pada zaman Nabi SAW secara fisik adalah pindah dari tempat yang buruk, berbahaya (Pada masa itu) ke tempat yang aman. Sedangkan secara psikis adalah perpindahan kepercayaan dari politheisme ke monotheisme, dari Tuhan berhala yang banyak kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa, dari pengikut Abu Jahal menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

Jadi hijrah ruhaniah sejak zaman Nabi SAW sampai saat ini adalah merupakan simbol perpindahan dari suatu yang batil ke yang haq, dari abad kegelapan ke abad iptek, iman dan taqwa. Dari abad kekejaman ke abad kasih sayang yang Qur’ani (Seperti ditunjukkan melalui akhlak Nabi SAW). Dengan pola seperti itu maka kita umat abad ini dapat melakukan hijrah secara ruhaniah kapan saja tanpa ada proses hijrah jasmaniah, yaitu dari insan yang biasa berbuat tercela menjadi insan yang berbuat baik.

Bila diperluas secara makro adalah perubahan dari sifat memikirkan diri sendiri (egois) kepada sifat memikirkan makhluk lain (sosialis); dari sifat mementingkan golongan menjadi mementingkan bangsa secara keseluruhan.

Momentum Hijriah

Tahun baru Hijriah dapat dijadikan suatu momentum untuk menyatakan bahwa Islam itu adalah agama yang mengajarkan ilmu dan akhlak yang tinggi serta kasih sayang yang diturunkan untuk umat zaman modern, sehingga ajaran Islam itu sesuai dengan tuntutan zaman dan sesuai pula bagi semua orang. Mengapa perlu jadi momentum? Karena selama ini sejak berabad lalu Islam itu diidentikkan dengan terorisme yang selalu membuat kerusuhan seperti yang didengungkan oleh para intelektual pembenci Islam dari Orientalis Barat yang non-Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam adalah agama yang disyiarkan dengan kekerasan (pedang). Kita lihat saja peristiwa protes warga Islam Pakistan baru-baru ini di Gedung Mahkamah Agung Amerika Serikat, karena di sana terlukis dalam relief bahwa syiar Islam dilakukan dengan pedang ditangan kanan dan kitab ditangan kiri.

Sangat disayangkan pula bahwa pemikiran seperti itu juga merasuki jiwa para intelektual kita (Yang sebagian besar agama Islam). Mengapa orang Islam sendiri dapat berpandangan salah terhadap ajaran Islam (Lihat saja penggunaan istilah “Islam fundamentalis” yang biasa disiarkan oleh pers Barat, disitir juga oleh para intelektual kita yang Islam). Hal ini antara lain adalah masih adanya sisa kolonialisme dengan politik devide et impera nya, politik pecah belah bangsa Indonesia melalui memasukkan pemahaman rasa Islamophobia, takut kepada ajaran Islam. Banyak yang tidak ingin melihat Indonesia yang mayoritas Islam ini maju, karena mereka khawatir kalau Islam menguasai Negara Republik Indonesia secara politikal, maka golongan yang non-Islam akan disingkirkan.

Mungkin ada yang belum tahu atau mungkin pula lupa bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini didirikan oleh para pemuka bangsa yang mayoritas Islam. Coba teliti sejarah berdirinya negara R.I. ini melalui Piagam Jakarta dan Pembukaan UUD 45. Dari tulisan di Piagam Jakarta dan Pembukaan UUD 45 tersebut dapat dikaji bahwa telah terjadi suatu proses negosiasitoleransi dan prinsipil dalam hubungan dan kehidupan antar umat beragama di Indonesia waktu itu yang berlaku hingga saat ini, yaitu dengan disetujuinya perubahan kalimat dalam Piagam Jakarta yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya” dengan kalimat yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” di dalam Pembukaan UUD 45. Lihat bagaimana pengamalan kitab Al Qur’an yang ditunjukkan pemuka Islam saat itu melalui toleransi dalam agama. Sikap toleransi Itu telah dilakukan oleh Nabi SAW kepada golongan Yahudi dan Nasrani di Medinah. yang sangat

Firman Allah SWT, artinya : “Sungguh pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu, bagi orang yang mengharap rahmat ALLAH dan hari kemudian dan banyak mengingat ALLAH”. (Al Ahzaab : 21)

Alternatif cara merayakan.

Merayakan sesuatu yang berkaitan dengan syiar agama tidaklah harus semeriah pasar malam yang ada hiburan tarik suara dan tari menarinya yang terkadang tidak Islami. Banyak cara lebih baik yang dapat diterima syariat Islam. Karena Islam mewajibkan bagi umatnya menuntut ilmu maka dapat diadakan seminar misal tentang timbulnya Islam di zaman Majapahit atau tentang lahirnya Syarikat Dagang Islam, dll. Bagi pelajar mahasiswa dapat pula diselenggarakan lomba penulisan karya tulis ilmiah tentang sumbangan Islam terhadap iptek, dsbnya. Cara ini dapat menambah syiarnya Islam di masyarakat luas, sedangkan hasil kajiannya dapat membuka mata dan hati orang yang terkena Islamophobia, bahwa Islam itu bukanlah suatu agama yang sempit pandangannya hingga tidak perlu ditakuti dan dimusuhi.

Firman Allah SWT, artinya : “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan secara sebaik-baiknya. Sesungguhnya Tuhanmu Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl : 125)

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Jum'at, 2 Muharam 1418 - 9 May 1997



Tidak ada komentar:

Posting Komentar