Rabu, 30 Juni 2010

ISLAM - Menentang Komunisme

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman,Artinya : “Mengapa mereka yang harus menentukan pembagian rahmat Tuhanmu, padahal Kamilah yang berwenang membagi-bagikan karunia di antara mereka dalam hidup ini. Dan Kami pula yang berwenang mengangkat sebagian mereka di atas yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain dalam rangka saling membutuhkan (membantu). Namun rahmat Tuhanmu lebih berharga dari harta yang mereka kumpulkan”. (Az Zukhruf : 32)

Media massa pada hari Jumat 3 Oktober memberitakan kegiatan Presiden Suharto di Malang di mana beliau telah menandaskan, perjuangan mengatasi kemiskinan merupakan masalah nyata yang sedang dihadapi oleh bangsa-bangsa yang sedang membangun. Mengusir kemiskinan merupakan medan juang kita yang sangat penting. Kita tidak mungkin merasakan kemakmuran dan keadilan jika di antara kita masih ada penduduk miskin. Kepala Negara mengutarakan hal tadi pada acara puncak Bulan Bakti Karang Taruna Tahun 1997 di Malang Kamis kemarin (2 Oktober 1997). (Business News, hal. 3, Jum’at, 3 Oktober 1997)

Memang benar kemiskinan harus diperangi karena Nabi SAW pernah bersabda bahwa kefakiran itu sangat dekat dengan kekafiran (HR. At Thabrani).

Ajaran Islam Bertentangan Dengan Komunisme.
Orang fakir itu dapat berubah menjadi kafir, menjadi orang yang tidak percaya kepada Allah (Atheis). Dan ini telah dibuktikan oleh munculnya orang-orang komunis yang atheis, yang berasal dari kaum miskin. Pada topic Kemiskinan Lahan Subur Komunisme, telah kita lihat hubungan antara faktor kemiskinan dengan komunisme, di mana komunisme itu timbul sebagai akibat dari sistem dalam suatu masyarakat yang timpang; gap atau jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin sangat besar dan bahkan yang kaya sangat berkuasa baik secara ekonomi maupun secara politik ketatanegaraan sehingga melakukan penindasan (eksploitasi) kepada rakyat yang miskin. Meminjam istilah komunis, golongan kaya dan feodal disebut kaum borjuis dan yang miskin disebut kaum proletar. Penindasan oleh kaum borjuis tersebut menyebabkan kaum proletar bangkit dan melakukan revolusi besar-besaran (antara lain yaitu membantai orang-orang yang tidak setuju dengan perjuangan komunis) untuk mencapai cita-cita mereka mendirikan negara komunis.

Dalam tatanan negara atau masyarakat komunisme dikenal doktrin-doktrin (Yang pokok) yaitu :
(1) Penghapusan perbedaan kelas dalam masyarakat;
(2) Tidak ada harta milik pribadi, semua milik bersama;
(3) Agama/Tuhan itu candu yang merusak, jadi harus dilarang (Atheisme);
(4) Melakukan revolusi untuk mencapai tujuannya dengan menghalalkan segala cara (Misalnya : Agitasi, hasut; Tindak kekerasan seperti penculikan dan eksekusi tanpa pengadilan; Teror dan intimidasi) .

Tentu saja cara komunisme tersebut tidak sesuai dengan Islam karena ajaran Islam mengenal perbedaan kaya dengan miskin dalam kehidupan sosial masyarakatnya, tetapi tidak untuk saling tindas, melainkan untuk saling bantu, sesuai firman Allah SWT, Artinya : “Mengapa mereka yang harus menentukan pembagian rahmat Tuhanmu, padahal Kamilah yang berwenang membagi-bagikan karunia di antara mereka dalam hidup ini. Dan Kami pula yang berwenang mengangkat sebagian mereka di atas yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain dalam rangka saling membutuhkan (membantu). Namun rahmat Tuhanmu lebih berharga dari harta yang mereka kumpulkan”. (Az Zukhruf : 32)

Diriwayatkan Nabi SAW telah bersabda bahwa si kaya membantu melalui hartanya dan si miskin melalui keikhlasan dan do’anya (HR. Abu Dawud). Jadi Islam tidak melarang seseorang itu memiliki kekayaan pribadi, justru menganjurkan untuk amal shaleh yaitu hendaklah kekayaannya itu diperoleh dengan cara halal serta dikeluarkan pula dengan cara halal misal zakat, infaq dan sadaqoh kepada yang berhak.
Firman Allah SWT, Artinya : “Bukanlah kebaikan itu menghadapkan wajah kamu ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu adalah barangsiapa yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada para kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang (terlantar) dalam perjalanan, orang-orang yang meminta-minta, dan membebaskan perbudakan, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan orang-orang yang memenuhi janjinya bila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesengsaraan, penderitaan dan pada waktu peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Al Baqarah : 177)

Firman Allah SWT, Artinya : “Sedekah-sedekah itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, orang-orang yang mengurusnya, orang-orang yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang dalam perjalanan; merupakan suatu ketentuan dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (At Taubah : 60).

Kaya - Miskin itu Cobaan.
Dalam Islam perbedaan kaya dan miskin merupakan cobaan/ujian, baik bagi si kaya maupun bagi si miskin. Kekayaan itu cobaan dan kemiskinan itupun cobaan. Dengan cobaan-cobaan itu Allah menguji siapa yang paling bertaqwa.
Firman Allah SWT, Artinya : “Apakah mereka tidak memperhatikan (tidak mengetahui) bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya (sebagai ujian), dan Dia pula yang membatasinya (yang menyempitkannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya sebagai cobaan buatnya). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang percaya (pada tanda-tanda kekuasaan Allah itu)”. (Ar Ruum : 37)

Si kaya diuji melalui perolehan dan pengeluaran harta itu. Apakah dia dapat bersyukur dan sabar (menahan diri) dalam mengelola harta. Sabar dalam memperoleh, apakah secara halal atau haram. Kalau tidak sabar maka akan diperoleh secara haram. Sabar (menahan diri) dalam mengeluarkan harta, yaitu apakah cara halal atau cara haram. Kalau sabar, akan dikeluarkannya dengan cara halal, tidak mubazir, boros atau berlebih-lebihan dan mengeluarkan hartanya itu untuk membantu si miskin (sebagai salah satu tanda mensyukuri nikmat). Kalau dia syukuri nikmat itu maka dia tidak sombong dengan kekayaannya; karena semuanya dari Allah merupakan titipan untuk disampaikan kepada yang berhak.

Si miskin diuji melalui kemiskinannya. Apakah dia bersabar, tidak berburuk sangka kepada Allah bahkan sampai berpaling dari Allah menuju tuhan lain. Kalau sabar pada cobaan ini dan mengambil hikmah atas kejadian yang menimpa, misalnya dia berfikir bahwa kalau mendapat kekayaan mungkin akan dilaknat Allah karena menjadi orang pelit, sombong, kejam dan pemutus shilaturahmi; maka dia akan tetap bersyukur atas kemiskinan yang diberikan Allah kepadanya.

Memerangi Kemiskinan, Memerangi Komunisme.
Dengan demikian kebijakan Pemerintah memerangi kemiskinan ini sangat sesuai dengan ajaran Islam dan juga merupakan realisasi dari cita-cita pendiri bangsa yang telah dituangkan dalam falsafah negara Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 Kita umat Islam Indonesia sepakat bahwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta isi UUD 1945 itu sesuai dengan ajaran Islam. Apalagi ketiga-tiganya itu merupakan produk asli buatan pemuka bangsa Indonesia pada waktu itu (tahun 1945) yang notabene sebagian besar dari mereka yang memikirkan bentuk negara Indonesia yang akan dibangun itu adalah beragama Islam.
Oleh karena itu sebagai umat Islam yang taat pada ajaran Islam hendaklah kita turut mendukung program Pemerintah dalam memerangi kemiskinan, karena memerangi kemiskinan itu adalah juga memerangi komunisme atau mencegah timbulnya komunisme. Kita tidak dapat menghilangkan perbedaan antara si kaya dengan si miskin karena hal itu tidak sesuai dengan sunatullah. Yang kita perangi atau cegah adalah akibat dari perbedaan kelas itu (tentu saja dengan cara yang Islami), yaitu bagi yang kaya mengeluarkan infak, zakat dan sadaqohnya; seperti pada saat ini menolong orang yang menderita akibat musim kemarau panjang; yang kelaparan akibat tanaman bahan makanan yang kering seperti terjadi di Irian Jaya, Lombok dsbnya; menolong orang sakit akibat asap dari kebakaran hutan, ladang, perkebunan di pulau Sumatra dan Kalimantan.

Jangan kita membanggakan bahwa ajaran Islam itu paling mulia karena ada kewajiban untuk menolong orang lain; faqir miskin maupun yang terkena musibah; tetapi kita tetap berpangku tangan saja tanpa ambil action. Jangan pula kita berteriak marah kepada para rohaniawan, misionaris agama lain yang rajin dan ulet turun lebih dulu ke lokasi memberi bantuan; dan kemudian hari kita dengar berita bahwa sesudah kejadian itu mereka mentahbiskan sekian orang menjadi Nasrani. Dalam konteks hadist Nabi SAW tentang orang fakir dapat menjadi kafir, berlaku juga bagi mereka.
Kita harus malu pula karena saudara serumpun Melayu dari negeri jiran Malaysia telah datang memberi pertolongan, sedangkan kita masih diam-diam saja menonton peristiwa itu lewat tv seperti menikmati film cerita malam minggu saja.

Jum'at, 22 Jumadil Akhir 1418 H - 24 Oktober 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar