Senin, 28 Juni 2010

BULAN RAJAB - Asyhurul Hurum

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman ; Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (At Taubah : 36).

Pada sa’at ini kita sudah memasuki bulan Rajab, yaitu salah satu bulan dari empat bulan yang terhormat (asyhurul hurum). Para ulama, ahli tafsir sepakat bahwa pada surah At Taubah ayat 36 di atas yang dimaksud dengan empat bulan haram (arba’atun hurum) yang harus dihormati itu adalah bulan Rajab, Dzulkaedah, Dzulhijjah dan bulan Muharram.

Dikatakan bulan haram karena merupakan bulan agung dan mulia yang mana pahala amal ibadah di dalamnya akan dilipat gandakan serta pada bulan itu dilarang bagi umat Islam untuk menganiaya diri, seperti berperang. Selanjutnya dinyatakan pada ayat tersebut bahwa boleh memerangi dengan syarat : a) kaum musyrikin memerangi lebih dulu, dan b) cara memeranginya seperti yang dilakukan mereka.

Bid’ah Di Bulan Rajab.
Berkaitan dengan masalah menghormati bulan haram itu terutama bulan Rajab telah berkembang suatu bid’ah di sebagian kalangan ummat Islam, yang mana tidak hanya di Indonesia saja bahkan di seluruh negara yang banyak penduduknya menganut agama Islam. Bid’ah itu berkembang sejalan dengan adanya hadits-hadits munkar dan sangat lemah bahkan dianggap hadits maudhu’ atau dusta oleh banyak ulama. Dalam hadits-hadits yang dusta itu disebutkan bahwa seolah-olah bulan Rajab itu memiliki keutamaan. Sebagai contohnya yaitu satu “hadits” yang sering disampaikan oleh khatib dan mubaligh (yang belum mempelajari secara mendalam ilmu hadits), sbb :
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku”
Tidak jelas mengapa Rajab adalah bulan Allah dan tidak jelas pula mengapa Sya’ban adalah bulannya Nabi. Kalau dikatakan Ramadhan adalah bulan ummatku, juga ada kelemahannya karena amal puasa pada bulan Ramadhan itu tidak hanya bagi ummat Nabi saja tetapi juga berlaku bagi diri Nabi sendiri. Kalau Sya’ban dikatakan bulannya Nabi dan Nabi melakukan amal ibadah pada waktu itu maka sesuai sunnah Rasul hal itu juga berlaku bagi pengikut Nabi SAW. Itulah sebabnya banyak ulama menilai bahwa dari segi keilmiahan maupun dari segi agama, hadits di atas tidak ada nilainya. Hal ini dinyatakan oleh Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer nya.

Begitu pula dengan pendapat atau pernyataan bahwa sholat “begini” di bulan Rajab akan mendapat “ini” dan membaca dzikir tertentu sekian kali banyaknya akan mendapatkan pahala yang tidak terkira adalah suatu tindakan yang berlebih-lebihan dan penuh kedustaan. Pendapat ini muncul, kemungkinan berasal dari “hadits” di atas yang menyatakan bahwa Rajab adalah bulan Allah, sehingga pekerjaan “sholat Rajab” serta dzikir pada bulan itu seolah-olah akan mendapat pahala yang sangat besar dari Allah.

Mengenai “hadits” yang palsu ini dapat dilihat antara lain dalam kitab Durrotun Nashihin karangan Syeikh ‘Utsman Al-Khaubawy. Keraguan terhadap hadits yang dituliskan dalam kitab itu juga mempunyai alasan yang kuat karena setiap hadits yang disampaikan di dalamnya tidak dijelaskan siapa perawinya dan diterima dari Sahabat Nabi SAW yang mana atau siapa. Yang dicantumkan di belakang hadits-hadits yang terdapat dalam kitab itu selalu merupakan keterangan yang juga tidak jelas nara sumbernya. Karena meragukan maka tidak dapat dijadikan sebagai dalil dalam suatu urusan agama apalagi yang bersifat ibadah. Sabda Nabi SAW : “Barangsiapa yang berbicara dengan menggunakan suatu hadits yang ia tahu bahwa itu adalah dusta, maka ia termasuk salah seorang pembohong.” (HR. Muslim)

Mengenai bahayanya hadits-hadits palsu ini, banyak orang yang berpredikat ulama juga telah terjebak untuk mengutipnya dan menjadikannya dalil dalam dakwah-dakwah mereka. Bahkan Imam Al-Ghazali yang dikenal sebagai ulama terbesar dan mendapat julukan Hojatul Islam pun tidak luput pula dari hadits palsu ini, terutama dalam topik yang sedang dibahas ini. Hal ini dapat dilihat dalam kitab karangan beliau, Ihya ‘Ulumuddin pada Bab Shalat yang membicarakan masalah shalat Rajab atau disebut juga shalat Raghaib.

Kalau seorang ulama, imam besar saja tertipu dengan hadits palsu maka bagaimana pula dengan kita ummat yang dhoif ini. Oleh karena itu untuk kebaikan dan menjaga diri dari perbuatan bid’ah maka lebih baik jangan mempelajari kitab-kitab yang menyampaikan hadits tetapi tidak jelas perawi dan riwayatnya. Apalagi sampai mengamalkan isi kitab tersebut maka jelas amalan itu merupakan bid’ah dan tidak ada gunanya. Bahkan tertolak (tidak diterima); hanya membuang waktu dan tenaga saja, sesuai hadits Nabi SAW : “Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan kami (agama) ini, sesuatu yang bukan dari padanya, maka dia itu tertolak.” (HR. Bukhari, Muslim)

Sehubungan dengan upaya mencegah ummat dari hadits-hadits palsu yang menyesatkan dalam kitab-kitab sejenis Durrotun Nashihin tersebut, seorang ulama yaitu Sayid ‘Alawy bin Ahmad As-Saqof Asy-Syafi’i telah mengeluarkan fatwa bahwa haram hukumnya membaca kitab seperti itu. (Fatwa tersebut di dalam kitab karangan beliau yang berjudul “Al-Fawaidul Makiyah”)

Puasa Rajab.
Bagaimana hukumnya puasa Rajab yang dilakukan oleh sebagian besar ummat Islam? Pada umumnya para ulama sepakat bahwa puasa Rajab hukumnya adalah sunnah. Bulan Rajab adalah bulan haram, dan puasa pada bulan haram adalah maqbul (diterima) dan mustahab (disukai) dalam keadaan apa-pun. Tetapi tidak terdapat riwayat dari Nabi SAW bahwa beliau berpuasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan. Dan puasa sunnah yang paling banyak beliau lakukan ialah pada bulan Sya’ban, tetapi itupun tidak sebulan penuh. Itulah sunnah Nabawiyah mengenai masalah ini, karena dalam bulan-bulan (selain Ramadhan) beliau biasa berpuasa dan berbuka, sebagaimana disebut dalam riwayat Aisyah : “Beliau sering berpuasa sehingga kami katakan beliau tidak pernah berbuka (tidak berpuasa), dan beliau juga sering berbuka sehingga kami katakan beliau tidak pernah berpuasa.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud)

Kalau demikian halnya, berkaitan dengan puasa Rajab ini bagaimana cara yang harus kita tempuh karena tidak ada satu keterangan yang menyebutkan harus berapa hari dan kapan waktunya, apakah di awal bulan atau di pertengahan? Agar tidak menyimpang dari puasa yang dilakukan oleh Nabi SAW, maka dapat dipilih dari sekian contoh puasa sunnah yang diberikan oleh Nabi SAW, yaitu : puasa Senin Kamis; puasa Nabi Daud as (yaitu sehari puasa sehari tidak); puasa putih (yaitu puasa tiga hari setiap bulan pada bulan terang atau setiap tgl. 13-15 bulan Hijriah), dll.

Penutup.
Ada beberapa hal yang perlu kita garis bawahi dari pengkajian mengenai amalan di bulan Rajab ini, yaitu :

(1) Masalah ibadah Rajab.
Ibadah seperti sholat dan puasa yang dilakukan pada bulan Rajab sebaiknya adalah yang sudah jelas tuntunannya dari Nabi SAW. Misalnya sholat tahajjud, witir, tasbih, dhuha dll; serta berdzikir dan puasa dengan cara yang diajarkan beliau pula. Jangan mengada-ada dalam hal ibadah karena jelas hal itu tidak ada gunanya. Amal ibadah sesuai tuntunan Nabi SAW tersebut bila dilakukan pada bulan biasapun (di luar bulan haram yang empat) akan mendapat balasan pahala dari Allah, apalagi bila dilakukan dalam bulan haram tentu lebih maqbul dan mustahab.

(2) Waspada terhadap kitab yang berisikan hadits palsu.
Untuk menghindar dari bahayanya hadits palsu maka teliti apakah hadits yang disampaikan dalam sebuah kitab itu jelas nara sumber-nya atau perawinya. Bila ragu-ragu maka dapat bertanya kepada ahli hadits atau ulama yang ahli dan atau membaca kitab yang memuat mengenai hadits-hadits palsu yang sekarang banyak disusun oleh para ulama ahli hadits.
Dalam hal ini kita perlu ekstra hati-hati sekali karena hadits maudlu’ atau palsu itu jumlahnya mencapai ribuan. Bila ingin mencari suatu dalil yang benar maka lebih aman mempelajari kitab-kitab hadits yang shahih seperti kitab susunan Imam Bukhari dan Muslim serta imam lain yang lima seperti Ibnu Majah, At-Tirmidzi, Malik, Abu Daud dan An-Nassai.

Demikianlah, semoga bermanfa’at bagi kita semua dalam upaya untuk meraih ridha Allah dengan cara mengisi hari-hari pada bulan Rajab melalui amal ibadah yang benar-benar berasal dari Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Amin.

Waladzikrullahi Akbar

Jum'at, 2 Rajab 1419 - 23 Oktober 1998

1 komentar: