Rabu, 30 Juni 2010

SURGA - Di Bawah Telapak Kaki Ibu

Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman, Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”. (Luqman : 14)

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa di zaman Rasulullah SAW ada sahabat bernama Alqamah yang rajin beribadah. Puasanya, shalatnya dan shadaqahnya semuanya baik. Pada suatu ketika Alqamah jatuh sakit dan kian hari penyakitnya semakin parah. Kemudian istrinya mengutus seseorang supaya memberitahu Nabi Muhammad SAW. Kata pembawa pesan : “Bahwa suamiku, Alqamah dalam keadaan naza’ (sekarat). Aku menghendaki supaya Rasulullah berkenan menuntunnya membaca syahadat”. Maka Rasulullah SAW mengirim Ammar, Bilal dan Shuhaib ke rumahnya. Ketiga sahabat itu dipesan Beliau supaya menuntun Alqamah membaca kalimah syahadat.

Sampai di rumah, mereka jumpai Alqamah dalam keadaan naza’. Mereka segera menalqin Alqamah menuntun bacaan kalimat Laa ilaaha illallaah. Mereka terkejut, karena lisan Alqamah terkunci tidak bisa digunakan membaca kalimat tauhid itu. Maka mereka memutuskan untuk memberitahu Rasulullah SAW perihal keadaan Alqamah. Kata Rasulullah SAW : “Apakah salah satu orangtuanya ada yang masih hidup?”. Jawab seorang sahabat : “Ya, masih ada. Yaitu ibunya, tetapi usianya sudah lanjut”.
Rasulullah SAW segera mengutus sahabat untuk menjumpainya. Kata utusan itu : “Jika ibu masih sanggup berjalan menjumpai Rasulullah SAW, diminta oleh Beliau segera menghadap. Tetapi kalau tidak sanggup, Beliau yang akan datang menjumpainya sendiri. Karena putera ibu, Alqamah dalam keadaan kritis”. “Oh, aku”, kata ibu Alqamah, “Aku sendiri yang berhak menghadap Beliau”. Lalu ibu Alqamah dipapah bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan dengan bantuan tongkatnya untuk menghadap Nabi.

Sampai di hadapan Beliau, ia segera menyampaikan salam. Rasulullah SAW menjawabnya dan dilanjutkan dengan pertanyaan : “Ibu Alqamah, aku minta jawabanmu secara jujur. Kalau tidak niscaya wahyu Allah akan segera turun. Sebenarnya bagaimana keadaan puteramu?”. “Wahai, Rasulullah, sesungguhnya Alqamah itu anak yang rajin shalat, suka berpuasa dan gemar bersedekah”, jawab ibu Alqamah. “Bagaimana hubunganmu bersamanya?”, tanya Rasulullah SAW. Jawabnya : “Sungguh, aku sangat murka kepadanya, wahai Rasulullah”. “Kenapa begitu?”, kata Beliau. Ibu Alqamah menjawab : “Semua itu hanya disebabkan satu masalah. Ia lebih memanjakan isterinya, dan mendurhakaiku”.
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya kemurkaan Ibu dari Alqamah ini yang menyebabkan lisan Alqamah terkunci tidak bisa digunakan membaca syahadat”. Lalu kata Beliau : “Bilal, sekarang pergilah kamu cari kayu bakar sebanyak-banyaknya supaya aku bisa membakar dengan api”. “Wahai Rasulullah?”, kata ibu Alqamah, “Anakku dan buah hatiku akan engkau bakar dengan api di hadapanku? Maka bagaimana berat perasaan hatiku?”.

Rasulullah SAW lalu bersabda kepadanya : “Wahai Ibu Alqamah, sesungguhnya siksaan Allah kelak jauh lebih berat dan lebih kekal. Kalau kamu suka Allah berkenan memberi ampunan kepadanya maka ridlakanlah kesalahannya. Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, sungguh ibadah shalatnya, puasanya dan sedekahnya tidak akan berguna, selama kamu masih murka kepadanya”. Kemudian ibu Alqamah mengangkat kedua tangannya dan berkata : “Wahai Rasulullah, sekarang aku bersaksi kepada Allah, para malaikat-Nya dan kepada kaum muslimin yang hadir di tempat ini, sesungguhnya mulai sekarang aku telah meridlai puteraku Alqamah”.

“Bilal”, kata Rasulullah SAW, “Pergilah ke rumah Alqamah. Coba perhatikan dia, apakah mampu membaca Laa ilaaha illallaah atau tidak. Barangkali Ibu Alqamah tidak berbicara sepenuh hatinya lantaran merasa malu kepadaku”. Bilal segera berangkat. Sampai di depan pintu tiba-tiba ia mendengar Alqamah telah bisa mengucapkan Laa ilaaha illallaah. Bilal segera masuk, dan katanya : “Para hadirin semua, sesungguhnya kemarahan ibu Alqamah itulah yang menyebabkan lisannya terkunci tidak sanggup membaca Laa ilaaha illallaah, dan keridlaannya itu pula yang telah mengembalikan lisannya mampu digunakan membaca kalimat itu”. Habis membaca kalimat tauhid, Alqamah menemui ajalnya di hari itu juga.

Rasulullah SAW berkesempatan hadir berta’ziyah. Beliau memerintahkan para sahabat segera merawat jenazahnya, memandikan, mengkafani dan menyalatinya. Beliau ikut pula mengantar jenazahnya, hingga saat acara pemakaman. Menjelang pemakaman Rasulullah SAW menyampaikan pesan-pesan dengan mengambil tempat berdiri di pinggir kuburnya :
“Wahai kaum Muhajirin dan Anshar, barangsiapa melebihkan (lebih mengutamakan) isterinya daripada ibunya, maka ia berhak menerima laknat Allah, laknat para malaikat dan laknat semua manusia. Allah tidak menerima murni (amalnya) dan tebusan daripadanya, kecuali jika ia bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, berbuat baik kepada ibunya dan berusaha memperoleh keridlaannya, karena keridlaan Allah tergantung pada keridlaan ibunya, dan kemurkaan Allah tergantung pada kemurkaan ibunya”. (Irsyadul Ibad & Tanbihul Ghafilin)

Hari Ibu.
Kisah Alqamah di atas menunjukkan betapa seseorang itu walaupun dia berkuasa, kaya raya tidaklah boleh melupakan dan bahkan menyakiti hati ibu bapaknya. Kita umat Islam Indonesia termasuk beruntung karena memiliki suatu hari untuk memperingati Hari Ibu. Dengan peringatan Hari Ibu ini kita dapat mengevaluasi amal kita yang berkaitan dengan ibu yang telah melahirkan, mengasuh dan membesarkan dengan susah payah.

Sudahkah kita berbuat baik kepada kedua orang ibu bapak; terutama kepada ibu sesuai ajaran Islam? Janganlah di antara kita ada yang terpolusi dengan budaya Barat, yang tega hatinya menempatkan kedua orang tuanya di panti jompo, padahal Allah SWT telah memberi kemampuan (dalam bentuk harta, waktu, tenaga dsbnya) untuk merawat mereka. Islam mengajarkan agar orangtua hendaklah didampingi (berada dalam pengawasan dan perawatan) sa’at mereka sudah berusia lanjut,
Firman Allah SWT, Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Allah, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu kecil”. (Al Israa’ : 23-24)

Bagi kita umat Islam memperingati Hari Ibu tidak terbatas pada tanggal 22 Desember itu saja, tetapi setiap sa’at karena jasa ibu tidak dapat dinilai dengan suatu benda apapun didunia ini. Diriwayatkan ada hadits menyatakan bahwa walaupun ibu di bawa beribadah haji dengan menggendongnya semua itu belum dapat membayar jasanya. Jadi jangan sakiti mereka, walau beda aqidah sekalipun. Selagi hidup berbuat baiklah kepada ibu karena surga itu di bawah telapak kaki ibu (HR. Ibnu Majah, Nasa’I).
Itulah pula sebabnya di dalam suatu hadits dinyatakan bahwa kedudukan ibu itu tiga tingkat di atas bapak (HR. Bukhari, Muslim).

Bila orangtua sudah jompo dan perlu bantuan, jangan merasa malas, bermuka masam dalam melayani orangtua. Ingatlah bahwa keduanya telah berupaya membesarkan kita dengan susah payah. Hendaklah bersikap sopan dan santun, berbicara lemah lembut serta mendo’akan keduanya, terutama setelah selesai sholat.
Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa Jibril as berkata kepada Rasulullah SAW bahwasanya termasuk merugi orang yang berkesempatan hidup bersama orangtuanya tetapi dia tidak sampai bisa masuk ke surga (HR. Ahmad). Bahkan dalam suatu riwayat lain dinyatakan bahwa durhaka kepada keduanya akan disegerakan azab siksanya di dunia sewaktu masih hidup. (HR. Al Hakim)

Apabila ibu dan bapak telah tiada bagaimana cara berbuat baik kepada mereka? Dalam suatu hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Do’akanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka berdua, penuhilah janjinya, sambunglah silaturrahim yang tidak bisa disambung kecuali dengan mengatasnamakan mereka, dan teman mereka berdua”. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah).

Firman Allah SWT, Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (Al Ahqaaf : 15)

Apakah ganjaran yang akan diberikan kepada orang-orang yang telah berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya? Dalam ayat selanjutnya Allah SWT berfirman, Artinya :
“Mereka itulah orang-orang yang Kami terima sebaik-baik apa yang mereka telah kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, termasuk penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka". (Al Ahqaaf : 15)

Kalau ibu sudah tiada adakah yang mampu menggantikan posisi ibu untuk tempat kita berbakti? Dalam suatu riwayat dijelaskan : “Seseorang lelaki datang menghadap Nabi Muhammad SAW seraya berkata : “Aku telah melakukan dosa besar. Apakah masih ada jalan taubat bagiku?”. Jawab Nabi SAW : “Apakah kau masih mempunyai ibu?”. Ia menjawab : “Tidak”. Nabi bersabda : “Apakah kau masih mempunyai bibi (adiknya ibu)?”. Ia menjawab : “Ya”. Nabi SAW bersabda : “Kalau begitu berbaktilah kepadanya”. (HR. Turmudzi, Ibnu Hibban, Al Hakim)

Demikianlah semoga ada manfa’atnya bagi kita semua dalam rangka memperingati Hari Ibu.

Jum'at, 19 Sya’ban 1418 H - 19 Desember 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar